Menuju konten utama

Merunut Siapa Bertanggung Jawab atas HGB Pagar Laut di Tangerang

Pemerintah harus berupaya maksimal kejar aktor yang bertanggung jawab atas pagar laut & HGB ilegal di Tangerang.

Merunut Siapa Bertanggung Jawab atas HGB Pagar Laut di Tangerang
Peta Pagar Laut. FOTO/Google

tirto.id - Pemerintah hingga kini masih meraba-raba siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut di perairan utara Tangerang, Provinsi Banten. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, pun kompak mengatakan masih melakukan penyelidikan soal polemik pagar laut itu.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR RI, Sakti mengaku kecolongan atas adanya pagar laut di Tangerang tersebut. Karenanya, dia berjanji akan menyelesaikan penyelidikan atas pagar laut itu sampai tuntas. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga akan memperbaiki pola komunikasi dan mempererat kerja sama dengan instansi-instansi terkait untuk merampungkan masalah ini.

“Tindak lanjut yang akan dilakukan KKP adalah melanjutkan proses investigasi dan pemeriksaan terhadap pembangunan pagar laut yang telah dilakukan penyegelan oleh Polsus KKP [Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil], sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Sakti di Ruang Rapat Komisi IV DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2025).

Sebelumnya, Sakti mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian ATR/BPN dalam menindak pemasang pagar laut di Tangerang itu. Pasalnya, diketahui bahwa sebagian besar Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terkair dengan pagar laut itu terdaftar di BPN atas nama dua perusahaan, yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa. A

Seturut penelusuran Tirto, kedua perusahaan tersebut memiliki keterkaitan erat dengan Agung Sedayu Group, raksasa properti milik taipan Sugianto Kusuma alias Aguan.

“Kita teliti dulu. Jadi, kalau dari kerja sama, dari koordinasi kami dengan Menteri ATR/BPN, kan itu diketahui data-datanya milik perusahaan, ya. Tentu kami akan koordinasi terus sama dia,” kata Sakti di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2025).

KKP dan Kementerian ATR/BPN Bergerak

Sementara itu, sampai saat ini, KKP telah melakukan pemanggilan terhadap Persatuan Nelayan Pantura yang mengaku memasang pagar laut tersebut. Meski begitu, Sakti mengaku tak tahu menahu soal Aguan yang dinilai merupakan tokoh kunci di balik pemasangan pagar laut Tangerang.

Kendati demikian, jika menemukan keterlibatan pegawai atau internal kementerian, KKP akan menyerahkan masalah ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Sebab, ada batasan penyelidikan yang bisa dilakukan KKP.

“Kalau itu [keterlibatan Aguan] saya belum tahu. Tunggu saja. Kalau dia [polemik pagar laut Tangerang] nanti ada pidananya, itu mesti ke Polri. Kalau kita ada batasan,” ujar dia.

Sementara itu, berdasarkan hasil investigasi, Kementerian ATR/BPN menemukan bahwa HGB dan SHM di perairan utara Tangerang cacat prosedural dan material. Belum lagi, pagar laut terbukti dibangun di luar garis pantai. Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN pun memutuskan untuk mencabut HGB dan SHM yang terdaftar di area pagar laut Tangerang.

“Karena itu, kami memandang bahwa sertifikat tersebut yang berada di luar garis pantai, cacat prosedur dan cacat material. Karena cacat prosedur dan cacat material, berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, selama sertifikat belum berusia lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN mempunyai kewenangan untuk mencabutnya atau membatalkan,” jelas Nusron dalam konferensi pers di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Rabu (22/1/2025).

Selain mencabut sertifikat-sertifikat kepemilikan tersebut, Nusron juga akan memanggil sejumlah pihak yang terlibat dalam penerbitannya. Pihak-pihak yang telah dipanggil oleh Kementerian ATR/BPN untuk dimintai keterangan di antaranya adalah petugas juru ukur hingga pihak yang bertugas menandatangani atau mengesahkan sertifikat HGB dan SHM.

Kemudian, Nusron turut memanggil Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) yang diduga terlibat dalam pengukuran tanah sebelum HGB di area pagar laut diterbitkan.

“Hari ini, sudah dipanggil dan dalam proses pemeriksaan oleh APIP, Aparatur Pengawas Internal Pemerintah, dalam arti di Inspektorat Jenderal. Karena ini menyangkut pelanggaran dan kode etik dan disiplin di dalam internal kami, prosesnya adalah lewat APIP,” imbuh dia.

Pejabat Lama Buka Suara

Selain Sakti dan Nusron yang mengaku tak tahu dan masih menyelidiki siapa yang bertanggung jawab atas penerbitan HGB di area perairan Tangerang, dua mantan Menteri ATR/BPN pun mengatakan hal serupa.

Agus Harimurthi Yudhoyono alias AHY yang menjabat sebagai Menteri ATR/BPN periode Februari-Oktober 2024 mengatakan bahwa HGB di perairan Tangerang yang terkait dengan pagar laut itu diterbitkan pada 2023. Artinya, HGB itu terbit sebelum dia menjabat.

“Saya tidak tahu. Dan tentunya ini sudah terjadi sebelumnya untuk HGB karena itu sudah keluar. Saya masuk kan 2024. Namun, tidak semuanya kami review, kecuali ada laporan," ungkap AHY usai mengikuti rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (21/1/2025).

Pernyataan AHY itu mengindikasikan bahwa HGB diterbitkan pada era kepemimpinan Hadi Tjahjanto. Pasalnya, pensiunan TNI itu menjabat sebagai Menteri ATR/BPN pada periode Juni 2022-Februari 2024.

Namun, Hadi juga menyanggah keterlibatannya dalam penerbitan HGB di perairan Tangerang yang kontroversial itu. Dia bahkan mengatakan baru mengetahui persoalan HGB di perairan Tangerang usai ramai diberitakan.

Hadi menjelaskan bahwa yang memiliki wewenang di lapangan untuk mengeluarkan sertifikat pengakuan hak adalah kantor pertanahan. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.

“Perlu diketahui bahwa kewenangan pemberian hak atas tanah [bisa] didelegasikan berdasarkan tiga tingkatan: Menteri, Kepala Kantor Wilayah, dan Kepala Kantor Pertanahan. Diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2022. [Jadi] permasalahan ini berada di tingkat kantor pertanahan,” kata Hadi melalui aplikasi perpesanan kepada Tirto, Kamis (23/1/2025).

Dus, untuk mengetahui pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penerbitan HGB di perairan Tangerang, bisa dilakukan melalui proses pengecekan data-data terkait yang dibuka di aplikasi Sentuh Tanahku milik Kementerian ATR/BPN. Kendati demikian, HGB yang akan dicek harus dipastikan dulu kesesuaian data fisik dan yuridisnya.

“[Pengecekan] tentunya di bawah komando Bapak Menteri ATR,” imbuh Hadi.

Setelah pihak-pihak yang bertanggung jawab ditemukan, Kementerian ATR/BPN dapat beranjak ke langkah selanjutnya, yakni melakukan evaluasi dan penindakan. Hal tersebut harus dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur di lingkungan Kementerian ATR/BPN.

Pemerintah Harus Tegas

Analis sosial-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Muhammad Musfi Romdoni, mengatakan bahwa keberadaan HGB di perairan Tangerang yang terkait dengan pagar laut itu jelas merupakan catatan serius bagi Hadi. Pasalnya, sertifikat itu terbit pada 2023 saat dirinya menjabat Menteri ATR/BPN

Sementara itu, terkait pernyataan ketidaktahuan Hadi soal penerbitan HGB itu, Muhammad menilai ada dua kemungkinan.

Pertama, Hadi memang tidak tahu seluk beluk penerbitan HGB itu. Namun, mantan Menteri ATR/BPN tersebut sejatinya dapat bertanya kepada para pegawai BPN yang terkait dengan penerbitan HGB.

“Kedua, kalau ternyata tahu, berarti ini kan upaya melempar bola panas. Jelas-jelas HGB itu terbit pada 2023, yang mana Hadi yang saat itu jadi Menteri ATR sekaligus Kepala BPN. Apakah mungkin Kepala BPN tidak tahu? Ini kan jadi tanda tanya besar,” kata Muhammad kepada Tirto, Kamis (23/1/2025).

Terkait pernyataan AHY, Muhammad menilai bahwa AHY bisa jadi memang tak tahu permasalahan HGB tersebut karena putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu baru menjabat pada 2024.

Sementara itu, menurutnya, Menteri ATR/BPN saat ini patut diberi apresiasi karena sudah mau tegas mencabut HGB di atas perairan Tangerang tersebut. Pun dengan Presiden Prabowo yang langsung memerintahkan TNI AL untuk mencabut pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer tersebut.

“Jika para menteri masih saling lempar tanggung jawab, itu sama saja dengan tidak patuh dan tidak tertib kepada atasannya, yakni Presiden Prabowo,” imbuh dia.

Meski begitu, Kantor Komunikasi Kepresidenan yang dipimpin oleh Hasan Nasbi seharusnya memberikan keterangan resmi yang jelas dan tegas terkait polemik ini. Apalagi, HGB ilegal di perairan Tangerang itu sudah menjadi bola panas di masyarakat.

“Jika penjelasan yang baik tidak diberikan ke publik, apalagi para pejabat saling lempar tangan, ini akan menjadi bola panas. Wibawa pemerintahan Prabowo akan jatuh. Publik akan mengamini isu di luar sana kalau HGB ilegal ini terbit karena pemerintah takluk oleh oligarki,” tegas Muhammad.

Sementara itu, Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan bahwa polemik soal pagar laut dan HGB di perairan Tangerang yang terkait dengannya dapat dilihat dari dua sisi, yakni hukum pidana dan politik.

Melalui pendekatan hukum pidana, siapa saja yang terlibat dalam penerbitan HGB pagar laut Tangerang sebenarnya dapat ditelanjangi, meski dua mantan menteri ATR/BPN era Joko Widodo mengaku tak tahu.

Namun, pendekatan ini hanya bisa dilakukan oleh APH, seperti kepolisian dan kejaksaan. Sayangnya, sejak kasus pagar laut itu terungkap, APH seolah tak dilibatkan atau tak mau terlibat. Hal ini terlihat dari pembongkaran pagar laut yang justru dilakukan TNI AL, alih-alih satuan polisi air.

“Butuh proses pidana untuk menemukan [pihak-pihak terkait HGB]. Karena, ini berarti ada potensi pidana, soal misalnya pemalsuan surat atau jangan-jangan ada suap untuk mengeluarkan surat itu. Makanya sampai level menteri bisa sama sekali enggak tahu. Padahal, itu sertifikatnya bukan sertifikat satu rumah kecil, gitu ya,” kata Bivitri saat dihubungi Tirto, Kamis (23/1/2025).

Instruksi Prabowo kepada TNI AL untuk membongkar pagar laut di perairan Tangerang juga bisa jadi merupakan pertanda bahwa kasus ini erat kaitannya dengan politik. Dengan begitu, jangan-jangan pemerintah memang ingin mengaburkan tindak pidana yang ada di balik pagar laut ilegal di Tangerang itu.

Jika benar demikian, Bivitri yakin bahwa kasus pagar laut akan segera hilang dan terlupakan dalam tiga hingga empat bulan lagi. Dus, siapa saja yang bertanggung jawab atas pemagaran lautan Tangerang tak akan pernah terungkap.

“Ini akhirnya lebih banyak ke politiknya. Tentu saja kita harus melihat konteksnya bahwa Aguan ini dan juga semuanya Agung Sedayu, Salim Group ini kan kita bisa bilang namanya oligark. Kita suka teriak-teriak antioligarki, sebenarnya yang namanya oligark besar-besar itu salah duanya adalah mereka,” jelas Bivitri.

Aroma Politik Oligarki

Dengan peran oligarki yang diketahui merupakan “donatur” rezim-rezim pemerintahan, tak heran jika pemerintah tak juga bergerak untuk menjaring pihak-pihak yang bertanggung jawab atas HGB pagar laut Tangerang. Padahal, dalam penelusuran yang dilakukan oleh berbagai media nasional, jelas ada keterkaitan raksasa-raksasa properti dalam pembangunan pagar laut itu.

“Media massa, termasuk Tempo, BBC, mungkin Tirto juga, sudah bisa mengurainya [siapa saja yang bertanggung jawab atas pagar laut di Tangerang]. Kenapa di kementerian enggak bisa? Itu pertanyaan yang seakan-akan jadi polos ketika kita melihat bahwa memang oligark ini mereka punya kontrol terhadap pemerintahan,” ujarnya.

“Kita bisa lacak lagi, misalnya, bagaimana pemerintahan ini mendapatkan kekuasaannya dan juga bagaimana Jokowi juga bagian penting dari bagaimana pemerintah ini mendapatkan kekuasaannya,” imbuh Bivitri.

Di publik, spekulasi berkembang bahwa pagar laut di Tangerang itu merupakan bakal calon Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dijanjikan pemerintah kepada Aguan. Boleh jadi, itu memang bentuk tukar guling atas kontribusi bos Agung Sedayu tersebut dalam pendanaan yang telah mengalir ke pemerintah, bahkan sejak era Jokowi. Dari mulai investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) sampai program 3 juta rumah rakyat yang digaungkan Prabowo.

“Pemerintah menindak Agung Sedayu, Salim Group ya sulit karena alasan politik. Ibaratnya, kita mau mempidanakan bos kita. Itu kan bos loh. Mereka yang biayain politik bangsa ini dalam banyak hal. Belum lagi tukar-tukar gulingnya. Agung Sedayu kan bikin proyek di IKN juga, terus belum lagi pengadaan 3 juta rumah,” sambung dia.

Dengan semakin memanasnya polemik pagar laut dan HGB ilegal di perairan Tangerang ini, Bivitri meminta agar APH dan pemerintah dapat tegas memulai proses pidana sekaligus siap menghadapi kasus ini dari sisi politik.

“Jadi, semua juga harus dilakukan secara transparan. Secara politik, secara pidana, pemerintah, APH, DPR harus transparan,” tegas dia.

Sementara itu, Kuasa Hukum PT Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), yang merupakan pemilik mayoritas saham PT Cahaya Inti Sentosa, kembali menegaskan bahwa pagar laut di Tangerang bukan milik perseroannya. Pasalnya, HGB anak perusahaan PANI dan juga Pantai Indah Kapuk (PIK) non-PANI hanya ada di dua wilayah yang masih berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang, Banten.

“Di tempat lain enggak ada, sedangkan panjang pagar itu ada di 6 kecamatan. Menurut pengakuan mantan Bupati Tangerang, Zaki Iskandar, saat melakukan kunjungan di tahun 2014 dengan menyewa tiga boat bersama sejumlah awak media, memantau langsung kondisi pesisir Pantura, sudah ada pagar laut. Sebelum PIK 2 ada, bahkan sebelum Pak Jokowi jadi Presiden,” kata kuasa hukum PANI melalui pesan singkat kepada Tirto, Kamis (23/1/2025).

Baca juga artikel terkait PAGAR LAUT atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - News
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi