tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah melakukan penelusuran ihwal aksi bagi-bagi amplop merah bergambar wajah Plt Ketua DPD PDIP Jawa Timur, Said Abdullah. Bagi-bagi amplop itu dilakukan di sejumlah masjid di Madura.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menyatakan, awalnya pihaknya memandang terdapat potensi persoalan hukum dalam peristiwa tersebut. Sebab, pembagian amplop dilakukan di tengah berlangsungnya penyelenggaraan tahapan Pemilu 2024.
Namun, berdasar hasil pemeriksaan dan klarifikasi Bawaslu menunjukkan bahwa tidak terdapat dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Said.
"Tidak dapat dilakukan proses penanganan dugaan pelanggaran pemilu," kata Bagja saat konferensi pers di Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2023).
Bawaslu mengklaim telah memeriksa barang bukti dan klarifikasi terhadap beberapa pihak, di antaranya Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Sumenep, Takmir Masjid Abdullah Syehan Beghraf di Desa Legung Timur di Kecamatan Batang-Batang. Lalu, Takmir Masjid Naqsabandi, Masjid Laju Sumenep, dan Musholla Abdullah di Kecamatan Kota Sumenep, dan Takmir Masjid Fatimah Binti Said Ghauzan di Desa Jaba’an Kecamatan Manding, serta penerima amplop.
Penelusuran dilakukan oleh Bawadlu Kabupaten Sumenep dan Panwaslu Kecamatan Batang-Batang, Panwaslu Kecamatan Kota Sumenep, dan Panwaslu Kecamatan Manding sejak 27 Maret 2023 hingga 2 April 2023.
Hasil penelusuran ditemukan fakta bahwa pada malam hari usai salat tarawih, Jumat (24/3/2023), terjadi pembagian amplop berisi uang dari pengurus masjid kepada jamaah salat di tiga kecamatan di Kabupaten Sumenep. Di antaranya, Masjid Abdullah Syehan Beghraf di Komplek Pondok Pesantren Daruttoyyibah, Masjid Naqsabandi dan Musala Abdullah, serta Masjid Fatimah Binti Said Ghauzan di Desa Jaba’an, Kecamatan Manding.
"Amplop yang dibagikan berisi uang Rp300 ribu," kata Bagja.
Ia menyebut uang bersumber dari Said Abdullah yang disalurkan melalui lembaga Said Abdullah Institute (SAI), kemudian diserahkan kepada pengasuh pondok pesantren (ponpes) atau takmir masjid.
Lalu, pengasuh ponpes atau takmir masjid membagikan amplop kepada jamaah setelah salat tarawih.
Di sisi lain, Bawaslu memandang tidak terdapat ajakan atau imbauan untuk memilih Said Abdullah atau Ahcmad Fauzi saat pembagian amplop dilakukan.
Namun, penerima dapat mengira bahwa amplop berisi uang tersebut berasal dari Said Abdullah karena melihat gambar di amplop.
"Didapat informasi bahwa pembagian uang tersebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh Said Abdullah hampir setiap tahun yang dianggapnya sebagai zakat," ucap Bagja.
Oleh karena itu, Bawaslu mengatakan, meskipun pembagian uang merupakan kebiasaan, hal tersebut berpotensi menjadi persoalan hukum mengingat dilaksanakan bertepatan dengan momentum penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Potensi itu terlebih karena terdapat logo partai politik dan foto seseorang. Penempatan logo dan foto diri dapat mengesankan citra diri seseorang yang merupakan salah satu unsur kampanye," tukas Bagja.
Lebih lanjut, pembagian amplop juga dilakukan di tempat ibadah yang dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Beleid itu mengatur bahwa kampanye pemilu merupakan kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Dalam kampanye pemilu, terdapat larangan, salah satunya adalah dilarang dilaksanakan di tempat ibadah serta dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 280 Ayat (1) huruf h dan j UU Pemilu.
"Meski demikian Bawaslu menilai peristiwa tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye pemilu," kata Bagja.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz