Menuju konten utama

Batu Bersusun Hasil Kesabaran & Kecermatan, Bukan Makhluk Halus

Formasi batu bersusun di Sungai Cibojong, Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat akhirnya dihancurkan oleh perangkat Kecamatan setempat.

Ilustrasi seni susun batu. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Sejak Kamis (1/2) kemarin, warga Sukabumi dihebohkan dengan temuan banyaknya tumpukan batu bersusun menjulang di sepanjang aliran Sungai Cibojong, Desa Jayabakti, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dalam beberapa hari, cuplikan video dan foto batu bersusun viral tersebar di media sosial.

Bagi penikmat seni batu bersusun, pemandangan tersebut mengagumkan dan layak diapresiasi. Terlebih menurut Adan Mardani, warga setempat, yang menyusun bebatuan tersebut adalah anak-anak. “Saya melihatnya anak-anak sedang menyusun batu batu itu saat empat tumpukan. Awalnya mau membuat 100 tumpukan tapi batunya cuma cukup untuk 90 tumpukan,” tuturnya dikutip dari Jawa Pos.

Namun, sebagian warga yang dihebohkan dengan susunan batu di kali itu mengkaitkan tumpukan batu yang tersusun rapi itu sebagai kerjaan makhluk halus. Informasi tentang penemuan batu bersusun ini juga sampai ke jajaran perangkat Kecamatan Cidahu.

Camat Cidahu menanggapi bahwa batu bersusun tersebut bisa mengganggu keimanan agamanya. "Ini bisa menimbulkan kemusyrikan. Kalau masyarakat mempercayai adanya kekuatan lain, khawatir menyimpang dari ajaran agama," ujarnya pada Jumat (2/2) kemarin, dikutip dari Liputan6.

Pada Sabtu (3/2), Camat bersama pejabat Muspika setempat serta tokoh agama memutuskan untuk merobohkan batu bersusun itu. Camat berpendapat bahwa alasan lain membongkar tumpukan batu bersusun tersebut karena sudah menghebohkan. Banyak warga berdatangan dan khawatir terjadi musibah bencana saat debit air sungai naik di musim hujan.

Berbeda dari Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi, hobi dan keahlian susun batu di Ngawi, Jawa Timur telah diwadahi dalam bentuk Festival Gravitasi Bumi (FGB). Acara ini sudah menjadi agenda tahunan yang dimulai sejak 2016.

Festival ini lahir dari komunitas susun batu yang secara global dikenal dengan istilah "rock balancing gravity glue". Bertempat di daerah Selondo yang dibuka menjadi daerah wisata alam, mereka melombakan kecakapan tersebut dalam festival susun batu.

Zainul Tohar selaku panitia FGB saat dihubungi Tirto mengatakan bahwa para peserta datang dari berbagai macam daerah dan usia. “Ratusan pesertanya. Yang bisa susun batu dari anak-anak sampai dewasa. Beberapa dari luar kota, luar pulau dan luar negeri. Di FGB kemarin (2017) ada juga dari Inggris, Spanyol, Perancis juga,” tuturnya.

Para juri dari komunitas rock balancing kemudian menilai karya dari segi keunikan, kerumitan dan ketinggian. Disinggung soal teknik susun batu yang terlihat mustahil dan rumit, Zainul mengatakan bahwa kesabaran dan keseimbangan menjadi kunci dalam menyusun batu yang terdiri dari berbagai jenis ukuran dan bentuk.

“Kuncinya kesabaran. Jadi butuh keseimbangan juga. Kita cari titik gravitasinya. Titik tengahnya batu itu di mana itu kita sambungkan. Kita cari titik tengahnya.” tuturnya.

Tahun ini rencananya FGB akan diselenggarakan pada 2-3 September mendatang dan akan melibatkan seribu peserta seni susun batu.

Susun Batu yang Mendunia

Menyusun segala rupa bebatuan hingga bertumpuk tampak mustahil sekaligus menakjubkan. Salah satu pegiatnya adalah Ishihana Chitoku, pria asal Jepang yang sangat mahir menyusun batu dengan melibatkan unsur warna, bentuk dan ukuran. Ia mengeksplorasi berbagai pola dan bentuk dan juga suka memandangi siluet dari susun batu yang ia hasilkan.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/02/03/susun-batu-seni-atau-mistis--mild--nadya_ratio-9x16.jpg" width="859" height="1524" alt="Infografik susun batu seni atau mistis" /

Dilansir dari Vice, yang paling memuaskan Chitaku adalah saat batu terakhir ditumpuk, karena membutuhkan konsentrasi di tengah puncak ketegangan. Baginya, kepuasan itu laksana candu. Ia bahagia luar biasa ketika susunannya selesai. Chitaku juga rajin mendokumentasikan baik proses dan karya seni susun batu di akun Instagram miliknya.

Partisipasi Chitaku di berbagai ajang festival susun batu sejak 2012 menjadi tanda bahwa seni ini setidaknya sudah mendapat panggung yang mempertemukan para seniman batu lainnya dari seluruh dunia.

"Gravity Glue" atau lem gravitasi jadi istilah lain yang merujuk pada aktivitas seni susun batu. Bagi Michael Grab, seniman susun batu kelahiran Kanada, proses penyusunan batu hingga menjadi rangkaian yang ekstrem menumbuhkan suasana meditatif yang menyehatkan mental.

Situs gravityglue.com mendokumentasikan karya-karya Michael Grab. Pelbagai struktur susun batu yang rumit berhasil ia selesaikan, mulai dari susunan batu yang berliku-liku dan berongga, hingga yang menjulang tinggi dan besar, dapat disaksikan di sana.

Dalam wawancara dengan Super Consciousness, Grab menyatakan bahwa seiring bertambahnya waktu, susunan batu karyanya umumnya tumbuh jadi jauh lebih rumit. Setiap eksperimen kadang menghasilkan sesuatu yang menakjubkan, tapi kadang pula runtuh berantakan.

Dikenalnya seni susun batu di berbagai belahan dunia membuktikan bahwa teknik penyusunan membutuhkan kesabaran, ketekunan dan mental yang tak mudah menyerah untuk terus menyusun sesuatu yang dinilai mustahil. Mistik, makhluk gaib, dan kekuatan supranatural jelas tidak ada jejaknya di sini.

Beberapa festival seni susun batu yang pernah terselenggara di dunia adalah seperti, European Stone Stacking Championships 2017 di Dunbar Skotlandia, Ottawa BAWI (Balanced Art World International) Festival 2014 di Ottawa, Kanada dan lainnya. Tahun ini, ada Llano Earth Art Fest 2018 yang diselenggarakan di Sungai Llano, Texas AS pada 9-12 Maret 2018.

Baca juga artikel terkait SAINS atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Hobi
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf
-->