tirto.id - Sekitar tiga puluhan wanita usia lanjut berkumpul di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).
Mereka yang tergabung dalam “Barisan Emak-Emak Militan” merupakan relawan pendukung Prabowo-Sandiaga sebagai calon Presiden Indonesia.
Aksi ini menuntut Presiden Jokowi mundur dari jabatannya, karena ia telah mencalonkan diri jadi presiden selanjutnya.
Dengan mengenakan baju berwarna putih dan kerudung merah, pendemo melantunkan Lagu Indonesia Raya dan Satu Nusa Satu Bangsa.
Tri Erniyati, Koordinator Nasional Barisan Emak-Emak Militan menyampaikan bahwa, jika Jokowi tidak mundur, ia telah menodai demokrasi.
“Sesuai pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, semua warga Negara sama kedudukannya di mata hukum dan tidak ada pengecualiannya. Apakah Kepala Negara kita seperti itu?” tanya Tri Erniyati kepada massa.
“Tidaaak!” massa kompak menjawab.
Tri Erniyati juga menjelaskan bahwa, dalam Pasal 30 ayat 2 pp nomor 32 tahun 2018, Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye sebagai calon presiden dan wakil presiden, atau ikut serta dalam kampanye pemilihan umum.
“Dalam melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden harus menjalankan cuti. Apa presiden kita seperti itu?” tanya Tri Erniyati lagi.
“Tidaaak!” lagi-lagi massa kompak menjawab.
Menurutnya, presiden harus mengikuti peraturan yang telah dibuat.
Siti, Perwakilan “Barisan Emak-Emak Militan” menyampaikan bahwa, saat ini sejarah mencatat ada presiden yang melakukan diskriminasi dalam perundang-undangan.
“Kenapa harus ada pengecualian pada presiden? Harusnya presiden mundur dari jabatannya sebelum Pemilu,” tegas Siti.
Emak-Emak bergantian orasi hingga pukul 11.30 WIB. Perwakilan Barisan Emak-Emak kemudian dipersilakan masuk ke kantor KPU.
Reza Sabardi, Pelaksana Bagian Teknis Penyelenggara Pemilu KPU RI menerima perwakilan Emak-Emak.
“Di dalam, Emak-Emak menyampaikan aspirasinya. Kita terima itu. Tuntutan mereka ialah meminta KPU menegaskan agar presiden jokowi mundur, mereka juga memahami peraturan yang dibuat KPU dan di UU no 7 Pemilu tahun 2017 memang presiden akan cuti kampanye tidak mengundurkan diri,” lata Reza.
Dalam peraturan di PKPU No. 22 pasal 9 ayat 2 disebutkan, bagi bakal calon yang bertugas sebagai pejabat negara anggota TNI, kepolisan, PNS, karyawan BUMN dan BUMD wajib mengundurkan diri.
Namun ayat 3 menjelaskan, persyaratan pengunduran diri dikecualikan bagi presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur dan wakil, bupati dan wakil, dan walikota.
“Jadi memang di peraturan, pengecualiannya sudah dijelaskan secara eksplisit. Kalau dibandingkan dengan Sandi yang mundur, itu memang keputusan pribadi, bukan kewajiban atas peraturan,” jelas Reza.
Perwakilan Emak-Emak juga sempat menyatakan kekecewaannya karena yang menerima mereka bukan Komisioner KPU. “Kenapa hanya diterima staff pelaksana?” tanya Tri Erniyati
Reza menjelaskan bahwa, sebagian komisioner sedang rapat di DPR dan sebagian lagi sedang bertugas ke Riau.
KPU menerima siapa saja yang ingin berdiskusi, namun harus ada surat audiensi yang resmi supaya dapat ditentukan jadwal pertemuan dengan pimpinan.
“Barisan Emak-Emak Militan tadi mungkin sudah mengirim surat akan adakan aksi, tapi surat untuk audiensi belum ada kami terima,” ujar Reza.
Hasil audiensi ini nantinya akan ia sampaikan kepada pimpinan dan akan dicarikan waktu untuk pertemuan selanjutnya.
Penulis: Rizky Ramadhan
Editor: Yandri Daniel Damaledo