tirto.id - Di depan sebuah bangunan yang sedang dikerjakan di kawasan Kemang, pria plontos berbadan gempal itu duduk santai menghisap rokok Marlboro Black Mentol. Namanya R (samaran). Dia sekarang bekerja menjadi penjaga keamanan proyek bangunan. Tapi dulu, dia pernah jadi orang kaya, berkat bisnis minol KW. Daerah operasinya adalah Kemang dan sekitarnya. Karena pengalaman lamanya jadi pengedar minol KW, dia tahu satu fakta penting: susah mencari minol yang asli.
"Bukan cuma di Kemang, seluruh Jakarta bahkan mungkin Indonesia, sudah begitu," katanya.
Selama menjalani kehidupannya sebagai pengedar minol KW, kehidupan R cukup mewah. Mobil sedan BMW mampu dibelinya. Sekarang R sudah melepaskan profesi lamanya itu sejak 2013. Sejak itu, kehidupannya jauh dari gelimang kekayaan.
Agar Mafia Tak Marah
R berkisah tentang banyaknya kafe di Jakarta yang mengelabui pelanggan dengan menyuguhkan minol KW. Bagi orang awam yang tidak begitu mengenal minol, rasanya seperti sama. Namun, tidak bagi orang-orang asing yang sudah biasa mencecap minol. Mereka langsung mengenali minol yang tidak lagi asli. Pemilik kafe sadar itu. Maka, mereka mencoba menyiasati dengan memberikan minol asli untuk orang asing ataupun orang yang terlihat sangat paham seluk beluk rasa minol.
“Kalau ada tamu penikmat sejati alkohol ya dikasih barang ori (orisinal),” ungkap R.
Minuman ori biasanya juga diberikan kepada pelanggan baru. Setelah beberapa waktu, minuman ori itu dioplos dengan minuman KW ataupun miras KW saja. Maklum, sudah mulai mabuk jadi susah membedakan rasa.
“Pendatang baru yang mau minuman semisal Jack Daniel, botol pertama disuguhi barang ori. Tapi botol kedua dan seterusnya KW,” imbuhnya.
Seorang bartender diskotik berinisial T mengakui pernyataan R. Menurutnya, minuman KW dicampur dengan bahan lain agar tidak ketahuan. “Inilah siasat yang dipakai agar pelanggan tak kecewa dan mafia tidak marah,” katanya.
Peredaran minol KW ada pengendalinya. Misalnya saja di kawasan Jakarta Selatan, seorang pengendali biasanya membawahi 6 orang pengedar. R menuturkan, pengendali minol ini dulunya seorang pelayan di sebuah kafe. Dari sana, pengendali itu belajar memasarkan minol KW. Setelah kafenya bangkrut, si pengendali naik tingkat untuk belajar jadi pemasok.
Pengendali minol KW ini ternyata berhasil melebarkan sayap usahanya hingga ke wilayah lain. Salah satu langganannya adalah sebuah hotel terkenal di kawasan Jakarta Utara.
Bagi kalangan pemasok, pemilik kafe, atau bartender, minol KW punya dua sebutan, yakni “barang bandara” dan “barang empang”. Disebut “barang bandara” karena minol KW memang didatangkan ke Jakarta dari pabrik pembuatnya di Medan dengan pesawat pengangkut logistik melalui bandara.
“Melalui permainan 'orang' service air, 'barang bandara' bisa diselundupkan,” kata R.
Sedangkan “barang empang”, sebenarnya juga minol KW dari bandara. Namun, dalam proses pengiriman selanjutnya, ada “barang bandara” yang dijarah oleh orang dari kelompok mereka sendiri. Otomatis “barang empang” harga jualnya lebih murah lagi.
Bisnis Menggiurkan
Bisnis minol KW memang menggoda. Keuntungannya besar. R biasa membeli sebotol minol KW dari pemasok di kawasan Jakarta Barat dengan harga Rp90 ribu per botol. Kemudian R menjualnya ke kafe-kafe di Jakarta Selatan seharga Rp150 ribu.
“Itu sudah dihitung cost pembelian dan ongkos koordinasi dengan oknum aparat keamanan, termasuk transportasi,” jelasnya.
Di luar itu, R biasanya menyiapkan dana tunai Rp15 juta dari kantongnya. “Buat jaga-jaga kalau tertangkap,” jelasnya.
Dengan selisih Rp60 ribu per botol, R bisa menikmati keuntungan yang cukup besar dari penjualan minol KW ini.
Pemilik kafe juga tergiur dengan untung yang besar. Harga minuman KW dan yang asli memang beda jauh. Contohnya adalah Smirnoff, merek vodka yang dimiliki oleh perusahaan asal Inggris, Diageo. Merek Smirnoff yang merupakan vodka hasil penyulingan, ditemukan oleh Pyotr Arsenievich Smirnov di Moskow. Saat ini, Smirnoff sudah tersebar ke 130 negara di dunia.
Pada tahun 2006, Diageo Amerika Utara mengklaim bahwa Smirnoff merupakan vodka yang paling laris di dunia. Maka wajar jika pabrik pembuatannya pun tersebar di berbagai negara seperti India, Irlandia, Mongolia, Italia, bahkan Indonesia.
Di Indonesia, Smirnoff yang mengandung 40 persen alkohol dalam kemasan botol 750 mililiter, diproduksi oleh PT Langgeng Kreasi Jayaprima, di Tabanan Bali. Smirnoff made in Tabanan ini sudah mengantongi izin Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bernomor 169622004056.
Sebagai merek besar di Indonesia, bukan hal yang aneh kalau tiruannya pun ada banyak dan berharga jauh lebih murah ketimbang yang asli. Sebotol Smirnoff KW ukuran 750 ml dibanderol Rp100 ribu. Sedangkan yang asli harganya mencapai Rp430 ribu, yang ketika dijual di kafe bisa melonjak jadi Rp800 ribu hingga Rp1 juta.
Tak hanya minol KW yang beredar di kafe-kafe. Minol asli pun banyak, hanya statusnya ilegal karena barang selundupan dan tanpa cukai. Menurut R, Batam adalah pintu masuk minol asli tapi ilegal itu. “Dari negara asalnya memang resmi. Tapi begitu masuk Indonesia jadi ilegal karena tak ada cukai. Sebotol harganya sekitar Rp500 ribuan,” jelasnya.
Saat masuk ke Batam, biaya koordinasi yang harus dikeluarkan buat petugas, senilai Rp2 juta. Nominal yang sama juga harus dikeluarkan ketika barang diselundupkan masuk Sumatera. “Sesampainya di Lampung untuk diseberangkan ke Pulau Jawa, biaya koordinasinya juga Rp2 juta. Ditotal bisa Rp6 juta sampai Rp10 juta deh ongkos koordinasinya,” katanya.
Pemerintah sebenarnya sudah berupaya menghambat peredaran minol KW. Kawasan kemang merupakan salah satu target razia petugas Bea Cukai. “Sekali razia bisa ratusan botol miras KW disita,” kata R.
Tapi persoalannya ternyata ternyata tak sekedar soal razia. Meski R sudah pensiun karena capek, tetap ada saja orang-orang baru yang tergiur menggantikan posisinya. Hukum ekonomi agaknya berlaku di bisnis minol KW. Selagi permintaan pasar masih ada, maka mafia penyuplai dan pengedar juga selalu siap memasok.
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho