tirto.id - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PPP Achmad Baidowi menegaskan draf Omnibus Law UU Cipta Kerja yang tersebar di masyarakat saat ini bukan merupakan versi final. Kata dia, draf yang tersebar di masyarakat memiliki banyak versi.
"Bukan, apalagi versinya beda-beda," kata Awiek--sapaan akrabnya--saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (8/10/2020) siang.
Hingga saat ini publik kebingungan mana draf resmi yang sudah disahkan oleh DPR RI dan pemerintah pada Senin (5/10/2020). Beberapa anggota DPR dari Fraksi PKS dan Partai Demokrat pun buka suara bahwa mereka belum mendapat draf resminya hingga sekarang.
Namun Awiek menegaskan bahwa pihaknya tak memiliki kewajiban membagikan draf UU Cipta Kerja Omnibus Law ke publik, kendati sudah disahkan pada Senin lalu.
"Kan tidak harus dibagikan sesuai tata tertib DPR. Yang wajib dibagikan sesuai tata tertib adalah pidato Pimpinan DPR saat pembukaan dan penutupan masa sidang, Pasal 253 Ayat 5. Dan Bahan rapat kerja dengan pemerintah dan pakar, Pasal 286," kata Awiek.
Ia melempar ke Pimpinan DPR RI mengenai keberadaan draf UU Cipta Kerja Omnibus Law yang versi final.
"Cek ke pimpinan," katanya.
Dinilai Cacat Prosedural
Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengatakan dari awal semestinya draf UU Cipta Kerja sudah dibagikan sebagai bentuk partisipasi publik dalam pembuatan UU.
“Coba bayangkan ada keharusan atau kewajiban pembuat UU untuk melibatkan partisipasi publik, kan, di [atur] Pasal 96. Bagaimana mau berpartisipasi kalau NA-nya [naskah akademik] disembunyikan atau mana draf yang tidak jelas, mana yang asli, mana yang setengah asli, mana yang palsu. Mana draf yang aktual, mana yang tengah dan mana yang akhir,” kata Feri kepada reporter Tirto.
Karena itu, Feri menilai dari awal sudah cacat prosedural. “Mekanisme revisi UU sekaligus itu tidak dikenal dalam UU 12 dan UU 15. Jadi merevisi 79 UU dalam satu batang tubuh UU yang sama tidak dikenal, artinya memang sudah sejak awal banyak sekali cacat procedural,” kata Feri.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz