Menuju konten utama
Periksa Data

Bagaimana Pengaruh Approval Rating Jokowi terhadap Pemilu 2024?

Kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo menunjukkan peningkatan menjelang akhir masa kepemimpinannya. Ada apa?

Bagaimana Pengaruh Approval Rating Jokowi terhadap Pemilu 2024?
Header Periksa Data Peluang Pengaruh Approval Rating Terhadap Pemilu 2024. tirto.id/Fuad

tirto.id - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak hanya akan mengangkat sosok baru sebagai pemimpin negara Indonesia. Namun, di saat bersamaan akan menjadi momen berakhirnya rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode memimpin negara.

Selama hampir sepuluh tahun menjadi orang nomor satu di Indonesia, tentu menarik untuk melihat bagaimana penilaian publik terhadap kinerja Jokowi. Perkembangan karir politiknya mulai dari mengemban posisi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga kemudian didapuk menjadi Presiden RI menunjukkan kuatnya dukungan untuk sosok ini.

Di sisi lain penilaian publik terhadap kinerja presiden juga bisa berpengaruh terhadap Pemilu 2024 mendatang. Meski sebagai pertahana, Jokowi tidak bisa kembali maju, tiga nama terdepan terkait bakal calon presiden (bacapres) punya sikap masing-masing terhadap kinerja presiden sekarang.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beserta koalisinya, yang pertama kali mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2024, menekankan perubahan dan diskontinuitas dengan apa yang dilakukan Presiden Jokowi.

Sementara Prabowo Subianto, mendekatkan diri dengan presiden, bahkan menjadi bagian dari kabinet dengan menjabat sebagai Menteri Pertahanan.

Calon terakhir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, datang dari partai yang sama dengan Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sehingga dinilai cenderung memiliki pendekatan dan visi yang sama.

Apalagi Jokowi juga juga terlihat mulai memberikan sinyal dukungannya kepada bakal calon presiden di Pemilu 2024 dalam beberapa waktu terakhir.

Oleh karenanya, menarik untuk melihat bagaimana kepuasan publik terhadap presiden Jokowi selama masa pemerintahannya.

Hasil Survei

Selain meneliti potensi suara bacapres, partai politik, maupun hal lainnya terkait pemilu, sejumlah lembaga survei sosial politik juga kian aktif melakukan survei penilaian publik terhadap kinerja pemerintah atau kerap disebut juga sebagai approval rating.

Berdasar rangkuman Tirto, setidaknya ada empat lembaga survei yang secara berkala mengevaluasi kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi.

Secara umum, hasil survei keempat lembaga survei tersebut menunjukkan adanya tren kenaikan tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Jokowi pada tahun 2023, jika dibandingkan masa awal pemerintahannya. Peningkatan approval rating ini bisa dibilang drastis, meski tetap ada fluktuasi angka approval rating Jokowi selama 10 tahun periode kepemimpinannya.

SMRC

Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) misalnya, mencatat approval rating Presiden Jokowi pada Oktober 2015 (satu tahun setelah dilantik bersama wapres Jusuf Kalla) hanya sekitar 41 persen. Lompat ke tahun 2023 (satu tahun menjelang akhir masa jabatnnya), tepatnya di Mei 2023, kepuasan publik atas kinerja presiden naik hampir dua kali lipat.

"Ada 81,7 persen masyarakat yang merasa sangat/cukup puas dengan kerja Presiden Jokowi. Tingkat kepuasan ini relatif tinggi --bahkan sangat tinggi-- pada Presiden Jokowi dalam survei terakhir," papar Direktur Riset SMRC Deni Irvani dalam pemaparan hasil survei bertajuk Evaluasi Publik atas Kinerja Pemerintah, secara virtual di kanal SMRC TV, Mei 2023 lalu.

Dia menambahkan, belum pernah sebelumnya mereka mendapat angka approval rating 80 persen selama pemerintahan Presiden Jokowi. Berdasar catatan SMRC juga, selama periode pertama Jokowi sebagai presiden, angka terbaiknya adalah 74 persen pada Desember 2017 sampai Januari 2018.

Adapun fluktuasi naik-turun approval rating ini bukan kejadian acak. Terdapat beberapa momen yang memang berdampak langsung terhadap penilaian publik. Deni mengambil contoh, rendahnya approval rating Jokowi di awal masa pemerintahannya adalah karena kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada November 2014.

"Kebijakan menaikkan harga BBM itu kurang populer karenanya tingkat kepuasan kepada pemerintah di bawah Presiden Jokowi (dan Wakil Presiden) Jusuf Kalla (JK) sangat rendah, hanya 41 persen. Kemudian terjadi inflasi itu sekitar delapan persen, tapi kemudian inflasi itu bisa cukup terkendali dan kemudian terjadi peningkatan penilaian publik terhadap kinerja Jokowi-JK," paparnya.

Contoh lain, kondisi yang membuat approval rating Jokowi sempat merosot adalah ketika isu presiden tiga periode bergulir, sekitar Maret 2022.

Di sisi lain, menurut analisis Deni, salah satu faktor kenaikan tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi adalah program pemulihan ekonomi yang dilakukan pemerintahannya, terutama selama masa pandemi Covid-19.

Temuan SMRC juga menyoroti persepsi positif publik terhadap kinerja Jokowi juga didukung dengan angka kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan ekonomi (Gini Ratio) yang cenderung menurun, serta tingkat inflasi yang terkendali selama Jokowi menjadi presiden. Di sisi lain, kinerja pemerintahan Jokowi dalam menekan angka korupsi dianggap perlu jadi perhatian karena mendapat sentimen negatif dari responden yang disurvei.

Sebagai penutup, SMRC menyimpulkan bahwa berdasarkan survei persepsi publik, pemerintahan Jokowi dinilai lekat dengan program kesejahteraan rakyat dan pembangunan infrastruktur.

Indikator Politik

Hasil survei Indikator Politik periode 11-17 April 2023 juga mendapatkan temuan serupa. Bantuan terhadap rakyat kecil dalam rangka pemerataan kesejahteraan serta pembangunan infrastruktur menjadi dua program yang melekat pada Jokowi dan membantu memompa approval rating-nya hingga mencapai 78,5 persen (persentase masyarakat yang puas/sangat puas).

Dalam surveinya, Indikator menelusuri alasan mengapa masyarakat puas/tidak puas terhadap kinerja presiden. Terdapat 40,7 persen responden yang memilih, "memberi bantuan kepada rakyat kecil" sebagai alasan puas terhadap kinerja presiden, diikuti 21,8 persen responden yang memilih "membangun infrastruktur jalan" sebagai alasan.

"Mungkin bagi sebagian kelas menengah, Presiden Jokowi yang kerap tampil seperti sinterklas waktu kunjungan (ke daerah) terkesan kurang positif, tetapi buat masyarakat kebanyakan justru itu kelebihan Jokowi," tutur Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat Rilis Survei Nasional, 30 April 2023 lalu.

Namun, menurut Burhanuddin di lain sisi, bantuan kepada rakyat kecil ini juga menjadi pisau bermata dua. "Bagi yang menerima itu dianggap bagus, tapi yang tidak menerima, itu (menyumbang) 20 persen masyarakat yang tidak puas, yang menyebut bantuan pemerintah tidak merata," tambahnya.

Selain itu Indikator juga menyoroti pengendalian inflasi sebagai salah satu kunci tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah selama masa Presiden Jokowi.

"Di 2015, saat itu (approval rating) Pak Jokowi 40,7 persen saat itu inflasi 8,3 persen, carry over dari kebijakan presiden sebelumnya dan Jokowi waktu pertama jadi presiden yang dia lakukan itu memotong subsidi BBM dan itu punya impact terhadap kenaikan inflasi. Setelah itu dia jaga tingkat inflasi dan approval rating-nya overall tinggi di atas 65 persen, bahkan belakangan di atas 70 persen," terang Burhanuddin lagi.

LSI

Dampak dari pengendalian inflasi terhadap kepuasan publik ini juga menjadi sorotan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Dalam survei mereka terhadap kinerja presiden pada 12-17 April 2023, approval rating Presiden Jokowi mencapai 82 persen (responden memilih cukup puas/sangat puas). Serupa dengan dua survei sebelumnya angka ini menjadi yang tertinggi selama sepuluh tahun terakhir.

Dijelaskan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, tren penguatan nilai positif terhadap kinerja masyarakat sudah dirasakan sejak 6-7 bulan belakangan.

"Mengapa bisa tinggi? Jawabannya, pertama ada penilaian terhadap kondisi umum (ekonomi, politik, keamanan, hukum, dan demokrasi) yang juga tinggi. Kemudian yang bisa memperlihatkan hubungan antara tingkat kepuasan kepada presiden itu adalah tingkat inflasi," terang Djayadi saat penjabaran rilis LSI, 3 Mei 2023 lalu.

Dia menjabarkan selama 20 tahun terakhir, di era Presiden SBY maupun Jokowi, saat angka inflasi turun, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden akan cenderung tinggi dan terjadi sebaliknya. Hal ini terpampang jelas ketika dia membandingkan tingkat inflasi dengan tren kepuasan terhadap kinerja presiden.

Litbang Kompas

Dalam laporan Survei Litbang Kompas 29 April-10 Mei 2023, disebutkan kalau keberhasilan menjaga tren positif kepuasan publik diperkirakan akan berpengaruh terhadap posisi politik Presiden Jokowi.

Adapun hasil riset Litbang Kompas menunjukkan pada Mei 2023, approval rating Presiden Jokowi mencapai 70,1 persen, tidak setinggi hasil survei lain, tapi tetap masuk kategori mayoritas puas. Ini juga berarti ada kenaikan jika dibandingkan periode Oktober 2019 (58,8 persen), melansir data Litbang Kompas.

Dalam survei tersebut coba dipetakan pula hubungan antara kepuasan publik dan faktor Jokowi dalam merekomendasikan calon presiden. Hasilnya, terdapat cukup besar porsi mereka yang memilih sesuai rekomendasi Jokowi dari kelompok yang puas terhadap kinerja pemerintah (88,3 persen) berbanding mereka yang tidak puas dengan kinerja pemerintah (11,7 persen).

Sementara mereka yang mempertimbangkan rekomendasi capres Jokowi juga masih lebih besar dari mereka yang puas terhadap kinerja pemerintah (73,6 persen) berbanding mereka yang tidak puas (26,4 persen). Terdapat juga kelompok yang tidak akan memilih rekomendasi Jokowi, menariknya cukup merata antara mereka yang puas terhadap kinerja pemerintah (54,7 persen) dengan yang tidak puas (45,3 persen).

Approval Rating Jokowi Dibanding Pemimpin Dunia Lain

Lebih lanjut Djayadi dari LSI juga menyebut kalau tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi dalam memimpin negara lebih tinggi dibanding dengan pemimpin dunia lain. Dia menyebut approval rating pemimpin dunia tertinggi dipegang oleh Perdana Menteri India Narendra Modi yang pada Mei 2023 mencapai 78 persen.

"Kalau kita lihat di sini tingkat kepuasan kepada Presiden Jokowi lebih tinggi dibanding Narendra Modi, meski masih dalam margin of error (+/- 2,9 persen)," tuturnya.

Mengutip data teranyar Global Leader Approval Rating Tracker Morning Consult yang disebut Djayadi, Narendra Modi masih bertengger sebagai kepala negara dengan tingkat kepuasan publik tertinggi, mencapai 76 persen. Angka tersebut, sesuai dengan pernyataan Djayadi, mencapi 78 persen pada periode April-Mei 2023.

Morning Consult melakukan pengumpulan data approval rating sejumlah pemimpin dunia secara berkala. Data terakhir yang ditayangkan adalah per 14-20 Juni 2023. Survei yang dilakukan memonitor kepuasan publik terhadap 22 pemimpin negara dunia. Sayangnya, Indonesia tidak termasuk di antara negara yang disurvei.

Selain Narendra Modi, ada nama Presiden Swiss Alain Berset, Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, dan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva yang punya approval rate di atas 50 persen.

Sementara Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau hanya mengantongi kepuasan publik sekitar 40 persen.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak di bawahnya dengan 31 persen, sementara Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida memiliki approval rating yang lebih rendah, berturut-turut 26 persen dan 25 persen.

Sebagai catatan, terdapat sedikit perbedaan metodologi wawancara antara Morning Consult (secara daring) dan lembaga-lembaga yang ada di Indonesia (kebanyakan tatap muka langsung). Selain itu pembobotan dan margin of error juga sedikit berbeda. Namun, terlepas dari hal tersebut, jika dibandingkan dengan hasil survei LSI, misalnya, approval rating Jokowi masih masuk kategori tinggi jika dibanding pemimpin negara lain.

Bagaimana Dampak Approval Rating terhadap Pemilu 2024?

Indikator Politik melakukan analisis lebih spesifik soal tren dukungan tiga nama capres dengan kepuasan kinerja presiden.

"Kalau kita bikin analisis korelasi, yang relatif konsisten ketika approval rating Jokowi naik, kemudian elektabilitas dia naik itu adalah Ganjar Pranowo, kecuali di survei terakhir," terang Burhanuddin dari Indikator Politik.

Dia menjelaskan sekitar dua tahun terakhir, kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi linear dengan elektabilitas Ganjar. Anomali pada survei April 2023 diperkirakan adalah dampak dari pernyataan Ganjar Pranowo terhadap penyelenggaran Piala Dunia U-20 yang dianggap tidak sejalan dengan posisi pemerintah dan Presiden Jokowi.

Sementara korelasi negatif justru ditemukan antara approval rating Presiden Jokowi dengan elektabilitas Prabowo Subianto.

"Karena bagaimanapun dua kali kan (Prabowo) menjadi lawan Pak Jokowi. Baru belakangan tiba-tiba masuk ke dalam pemerintahan tetapi itu tidak membalik kesan di mata publik, bahwa Prabowo itu adalah lawan kuat Pak Jokowi. Makanya korelasinya negatif," ujar Burhanuddin menjabarkan.

Meski begitu, ada tren positif belakangan yang menunjukkan perubahan tren, yang menunjukkan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah berbanding lurus dengan kenaikan elektabilitas Prabowo.

Sementara untuk Anies, sebelum diajukan jadi capres dari Koalisi Perubahan, sebenarnya punya korelasi elektabilitas yang positif dengan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Menurut Burhanuddin, hal ini dikarenakan posisi Anies yang pada Pemilu 2014 bertindak sebagai juru kampanye Presiden Jokowi dan kemudian menjadi menteri di periode pertama.

Namun, memang semenjak dicalonkan menjadi capres dari kubu seberang, elektabilitas Anies menjadi bertolak belakang dengan approval rating Presiden Jokowi.

"Kapan potensi elektabilitas Anies Baswedan muncul? Ya, terutama ketika approval rate presiden turun. Masalahnya, Pak Jokowi meski periodenya mau selesai tahun depan, makin rajin turun ke bawah. Ketika approval rate presiden naik, yang diuntungkan Ganjar dan Prabowo," ujar Burhanuddin lagi menyimpulkan.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Alfons Yoshio Hartanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alfons Yoshio Hartanto
Editor: Farida Susanty