tirto.id - Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) meminta pemerintah untuk merevisi formula harga batu bara acuan (HBA). Hal ini perlu dilakukan agar mencerminkan harga jual di pasaran.
Direktur Eksekurif APBI, Hendra Sinadia menjelaskan, formula saat ini masih ditentukan berdasarkan indeks Globalcoal Newcastle Index (GCNC), Newcastle Export Index (NEX), Index Platts, dan Indonesia Coal Index (ICI) yang mana keempatnya dibagi menjadi 25 persen.
“Kami maunya formula HBA segera direvisi agar HBA kita paling tidak bisa mencerminkan harga jual di pasaran, jadi kita jual 100 ya kita bayar pajak 100, kalau sekarang kita bisa bayar pajak 150, 160," ujar Hendra saat dikonfirmasi, Rabu (25/1/2023).
Berdasarkan aturan yang ada, pengusaha membayar pajak berdasarkan yang tertinggi di antara HBA atau harga jual. Sehingga hal itu akan merugikan pengusaha.
"Sehingga kami bayar pajaknya yang kalau dia pemegang IUPK yang tarif pajaknya 28 persen yang tertinggi di mana dia jualnya 200 dolar, tapi dia bayar pajaknya yang berdasarkan HBA yang misalnya 305 dolar, nah ini kan enggak fair jadi kalau dihitung-hitung dia bayar pajak bukan 28 persen mungkin 40 persen atau lebih," ujarnya.
Menanggapi permintaan tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif berjanji akan mengevaluasi formula HBA.
“Kami lagi evaluasi, kenapa indeks ini naik dan kemudian pada saat yang itu naik ini turun, nah HBA kita kan di tengah sebetulnya dan kita lagi evaluasi apa yang terjadi sebetulnya di dunia perdagangan batu bara," katanya kepada wartawan.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz