tirto.id - Kasus investasi bodong atau ilegal di Tanah Air menyeret beberapa influencer dan juga beberapa artis ternama. Mereka sebagian bahkan ada dibayar untuk mempromosikan produk investasi ilegal tersebut.
Ketua Kelompok Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M Natsir Kongah mengatakan, fenomena tersebut kerap dilakukan pelaku kejahatan dalam melakukan tindak pencucian uang.
Mereka, kata Natsir, berupaya menyamarkan uang hasil kejahatan sehingga seolah-olah tampak sah. Dalam kesempatan lain, uang hasil kejahatan tersebut dilakukan untuk biaya promosi kepada para influencer atau artis.
"Itu sebagai salah satu cara untuk meraup lebih banyak lagi orang/pihak yang ingin melakukan investasi ilegal atau kejahatan lainnya yang dilakukan," katanya saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (13/4/2022).
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena tersebut timbul karena lemahnya pengawasan dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab dalam praktiknya, yang berhak mempromosikan atau menjadi penasehat investasi adalah mereka yang berizin di OJK.
"Sebagian besar influencer mempromosikan bukan penasehat investasi yang berizin di OJK. Pertama itu. Jadi kalaupun berikan edukasi harusnya edukasi secara umum tidak menjurus kepada satu produk tertentu. Ini kesalahan pertama," kata Bhima dihubungi terpisah.
Kondisi tersebut, kata Bhima seolah dilakukan pembiaran, dan pada akhirnya memunculkan masalah baru. Apalagi influencer atau artis bersangkutan tersebut memiliki pengikut banyak, sehingga memanfaatkan kelemahan dari korban yang percaya tanpa melakukan kroscek produk dan risiko terjadi.
"Selama ini terjadi pembiaran di sosial media artis atau influencer ini menawarkan investasi-investasi yang bodong tapi dibiarkan tidak ada pembinaan juga dari OJK," kata Bhima.
Ia mencontohkan, seperti terjadi di Australia kasus semacam ini dihukum lima tahun penjara dan denda finansial besar. Bahkan ini sudah menjadi salah satu perhatian banyak negara mengatur ulang siapa influencer yang boleh merekomendasikan produk keuangan.
"Karena kedoknya gini dia ngomong literasi keuangan, tapi ujungnya ketika semua orang tertarik ke literasi keuangan dia tawarkan produk investasi tertentu ini enggak boleh," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Restu Diantina Putri