tirto.id - Fredrich Yunadi sudah menjadi tersangka sekaligus tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perkara merintangi penyidikan mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (E-KTP). Penyidikan atas Fredrich Yunadi menandakan ada kesalahan yang dilakukan seorang advokat terhadap kliennya.
Selama menjadi penasihat hukum Novanto, Fredrich Yunadi menyarankan mantan Ketua DPR itu untuk tidak kooperatif dalam proses hukum. Tirto mencatat, Fredrich beberapa kali membuat kontroversi dalam membela Novanto seperti saat melarang Novanto memenuhi panggilan KPK atau saat membuat keterangan bias fakta soal kecelakaan Novanto.
Tindakan-tindakan Fredrich ini kemudian dikualifikasi KPK sebagai tindakan menghalangi penyidikan dan menyematkan status tersangka buat advokat lulusan Universitas Jakarta tahun 2005 dan mengaku sudah berkiprah di dunia advokat selama puluhan tahun ini.
Lantas, apakah tindakan dan status tersangka buat Fredrich akan memengaruhi ancaman hukuman bagi Novanto yang kini sudah berstatus terdakwa dan merupakan mantan kliennya?
Menurut Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Fauzie Yusuf Hasibuan, sikap Fredrich tidak akan berdampak kepada putusan hukum buat Novanto. Ia beralasan kasus yang menjerat Fredrich berbeda dengan kasus yang menjerat Novanto. Dua perkara itu, disebut Fauzie, tidak saling berpengaruh meski akar masalahnya sama yakni penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP.
Fauzie menyebut hukuman bagi seorang yang melakukan tindak pidana hanya bisa diberikan jika orang tersebut tidak dapat mempertanggungjawabkan tindakannya. Dalam konteks kasus Novanto dan Fredrich Yunadi, hal itu pun berlaku.
“Pada dasarnya, kejahatan orang kan bukan dinilai karena action-nya, tapi karena faktanya,” kata Fauzie.
Dalam kasus ini, Fauzie mengatakan bahwa Peradi bukan sedang membela tindakan Fredrich Yunadi yang menghalangi penyidikan, melainkan sedang berusaha menjaga marwah advokat karena sangkaan terhadap Fredrich Yunadi akan mempengaruhi nasib sekitar 45 ribu advokat di Indonesia.
“[Hukuman] enggak bisa sewenang-wenang. Orang tidak boleh dihukum di luar tanggung jawab perbuatannya. Karena advokat [membela dengan] ribut-ribut, lalu dihukum berat,” ucap Fauzie.
Novanto yang Mempengaruhi Hukuman
Pendapat Fauzie dikuatkan Gandjar Laksmana Bonapatra, pakar pidana dari Universitas Indonesia. Menurut Gandjar, perilaku Fredrich Yunadi selama membela Novanto tidak akan mempengaruhi putusan hukum buat Novanto lantaran vonis hakim berdasarkan proses pengadilan.
“Hakim tidak akan melihat proses yang terjadi saat penyidikan,” ucap Gandjar kepada Tirto.
Dengan kata lain, menurut Gandjar, segala manuver Novanto berdasarkan instruksi Fredrich di masa penyidikan tidak akan berdampak untuk persidangan. Hukuman Novanto justru akan berkurang jika mantan Ketua Fraksi Partai Golkar itu mengaku secara jujur tentang segala kejadian dalam persidangan.
"Kalau SN kooperatif selama pemeriksaan pengadilan, hakim akan pertimbangkan sebagai hal-hal yang meringankan," kata Gandjar.
Gandjar juga menilai Novanto-lah yang sebaliknya akan memberi pengaruh bagi putusan hukum Fredrich, mengingat Novanto menjadi pihak yang menyaksikan segala upaya Fredrich saat menangani perkaranya di penyidikan.
“Keterangannya [Novanto] yang akan memberatkan Fredrich Yunadi [di persidangan]," kata Gandjar kepada Tirto.
Fauzie dan Gandjar bisa saja berpendapat demikian, tapi perumusan tuntutan tetap ada di tangan Komisi. Juru bicara KPK Febri Diansyah sejauh ini mengaku belum bisa memastikan apakah ulah Fredrich akan menjadi dasar buat Jaksa KPK merumuskan tuntutan hukum yang berat buat Novanto atau sebaliknya.
Yang pasti, menurut Febri, jaksa akan mempertimbangkan sikap kooperatif sebagai salah satu pertimbangannya dalam meringankan tuntutan hukum. “Tentu alasan memberatkan dan meringankan akan dipertimbangkan saat tuntutan,” kata Febri kepada Tirto.
Febri enggan memberi penjelasan lebih jauh soal potensi tindakan Fredrich yang bisa berdampak buat Novanto atau sebaliknya, lantaran sidang terhadap mantan Ketua Umum Partai Golkar itu masih terus berjalan dan proses penyidikan Yunadi pun baru berjalan.
Kontroversi Fredrich Yunadi
Fredrich Yunadi ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 10 Januari 2018. Ia diduga merintangi penyidikan perkara yang menjerat Setya Novanto saat proses penyidikan. Informasi yang berhasil dihimpun Tirto, Novanto mengakui kepada penyidik jika tindakan-tindakan yang dilakukannya untuk menghindari penyidikan lantaran mengikuti ide dan saran dari Fredrich Yunadi.
Keterangan ini didalami KPK dalam proses penyelidikan dugaan menghalangi kasus dengan memeriksa sejumlah saksi termasuk Hilman Mattauch, sopir mobil Toyota Fortuner yang mengalami kecelakaan bersama Novanto sekaligus mantan kontributor Metro TV. Hasil penyelidikan ini kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan lalu disusul dengan penetapan Fredrich Yunadi sebagai tersangka bersama dokter Bimanesh Sutardjo.
Fredrich dan Bimanesh dijerat melanggar pasal 21 UU Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke-1. KPK pun sudah mengirimkan Sprindik kepada para tersangka pada 9 januari 2018. Selain itu, KPK mencegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan mulai per 8 desember 2017.
Pasca-kejadian itu, KPK mengimbau kepada pihak-pihak yang menjalankan profesi advokat atau dokter agar bekerja sesuai etika profesi dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela seperti tidak menghambat atau menghalang-halangi proses hukum yang berlaku khususnya upaya di dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Atas penetapan tersangka ini, Fredrich melawan. Ia berdalih segala ucapan dan tindakannya sebagai pengacara Novanto tidak dapat dijerat hukum. Ia mendasarkan ucapannya itu pada Undang-Undang Advokat No.18/2000 tentang Advokat Pasal 16, yang menurutnya memberikan hak imunitas kepada pengacara dalam membela klien.
"Saya difitnah, katanya melakukan pelanggaran, sedangkan pasal 16 Undang-undang 18 tahun 2003 tentang advokat, sangat jelas menyatakan advokat tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana," kata Fredrich.
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih & Maulida Sri Handayani