Menuju konten utama

Apakah Polisi Tak Netral Menangani Deklarasi #2019GantiPresiden?

Sejumlah pihak menganggap polisi tidak netral dalam menangani kampanye #2019GantiPresiden.

Apakah Polisi Tak Netral Menangani Deklarasi #2019GantiPresiden?
Anak-anak ikut serta saat deklarasi akbar gerakan #2019GantiPresideni di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (6/5/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Rangkaian kampanye #2019GantiPresiden berbanding lurus dengan penolakannya. Di Pekanbaru, Riau, anggota PKS Neno Warisman terpaksa kembali ke Jakarta demi alasan keamanan. Ia sempat tertahan di Bandara Sultan Syarif Kasim II dan tak bisa keluar karena dijegat pendemo.

Sementara itu, di Surabaya, Jawa Timur, bukan massa yang harus dihadapi para Relawan Ganti Presiden 2019 (RGP 2019), melainkan Kepolisian Daerah Jawa Timur. Polisi beralasan kampanye atau deklarasi tidak disertai surat pemberitahuan.

Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera mengklaim penyelenggara tidak mengurus surat pemberitahuan. Namun, polisi tetap bakal menolaknya dengan alasan hari libur bila pun memberikan surat pemberitahuan acara. Alasannya penyampain pendapat di muka umum tak diperbolehkan di luar hari dan jam kerja.

"Kami pasti tidak mengeluarkan STTP (Surat Tanda Terima Pemberitahuan) untuk rencana aksi itu," katanya.

Di tempat yang berbeda, polisi juga menolak memberi izin acara diskusi "Gerakan Selamatkan Indonesia" di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, lantaran menghadirkan aktivis oposisi Ranta Sarumpaet dan akademisi Rocky Gerung.

Kabid Humas Polda Bangka APBP Abdul Munim mengatakan izin tak keluar karena kedua orang ini ditolak oleh sejumlah ormas dan organisasi kepemudaan.

Polisi Tidak Netral?

Ratna Sarumpaet menuding macam-macam atas pembatalan diskusi ini, dan ia langsung mengarahkan telunjuk ke hidung Presiden Joko Widodo. Menurutnya Jokowi memang menggunakan "tangan-tangan aparat" untuk mengamankan posisinya.

"Saya pikir ini [pelarangan diskusi] biasa saja. Apalagi presidennya seperti itu. Mereka akan selalu buat alasan. Kalau saya lebih suka memaklumi sekarang," katanya kepada Tirto, Minggu (26/8/2018).

Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra Andre Rosiade juga punya pendapat yang sama dengan Ratna. Selain itu ia juga menuduh polisi sudah bersikap tidak netral. Idealnya, kata Andre, polisi bertindak sebagai penengak hukum, fasilitator, bukan malah berpihak pada salah satu kelompok kepentingan saja. Ia menilai, sikap polisi yang tidak memberi izin adalah bagian dari ketidaknetralan.

"Ada banyak indikasi ketidaknetralan, di mana aparat terkesan membela yang menolak gerakan #2019GantiPresiden baik kasus Surabaya maupun di Riau," katanya saat dihubungi Tirto, Minggu (26/8/2019).

Pada dua kesempatan itu polisi mengatakan kampanye #2019GantiPresiden tidak boleh terselenggara karena belum masuk masa kampanye. Mengenai ini, kata Andre, polisi telah salah, ia mengklaim KPU dan Bawaslu menyikapi aksi yang dilakukan kelompok oposisi ini tidak dikategorikan sebagai kampanye.

"Jadi apa yang perlu dipermasalahkan? Kalau dianggap colong start, kan sudah ada wasitnya," kata pengusaha asal kota Padang tersebut.

Bawaslu memang sempat menyampaikan bahwa mereka tidak keberatan dengan gerakan #2019GantiPresiden selama masih dalam koridor hukum dan diselenggarakan bukan atas atas inisiatif atau mencantumkan logo partai tertentu.

Ketua KPU Arief Budiman bahkan sempat menyebut bahwa perang tagar antara #2019GantiPresiden dan #TetapJokowi sebagai hal yang positif dan dapat menggairahkan penyelenggaraan Pemilu 2019.

Kritik kepada polisi juga disampaikan Slamet Maarif, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212. Menurutnya aparat dan penegak hukum adalah wasit. "Hati-hati jika wasit ikut-ikut bermain di lapangan," katanya.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menanggapi kritikan ini. Ia mengatakan apa yang dilakukan polisi telah tepat menurut hukum yang ada, yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Ia tidak menyangkal tindakan polisi juga berdasarkan masukan dari masyarakat. Namun Setyo menegaskan kalau pertimbangan terakhir tetap di tangan mereka dengan lagi-lagi bersandar pada aturan yang ada.

"Banyak gelombang penolakan deklarasi tersebut yang dapat mengakibatkan konflik yang merupakan gangguan terhadap ketertiban umum dan memecah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Setyo dalam keterangan tertulisnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino