Menuju konten utama

Kampanye #2019GantiPresiden di Tanah Suci, Apa Kata Penggagasnya?

Mardani Ali Sera mengatakan kampanye #2019GantiPresiden bisa dilakukan di mana saja, meski tetap ada beberapa rambu yang sebaiknya diperhatikan.

Kampanye #2019GantiPresiden di Tanah Suci, Apa Kata Penggagasnya?
Massa pendukung tanda pagar #2019GantiPresiden menghadiri deklarasi akbar gerakan #2019GantiPresideni di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (6/5/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Penggagas gerakan #2019GantiPresiden Mardani Ali Sera meminta masyarakat "membaca" konteks di balik pembentangan spanduk bertuliskan slogan itu oleh jemaah haji. Ia berpendapat kampanye tersebut memang bersifat terbuka dan sudah dilakukan banyak orang di berbagai tempat.

Meski begitu, tetap ada rambu-rambu yang harus dipatuhi. Mardani mengatakan setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan.

"Imbauan kami, semua dilakukan dengan menjaga ketertiban, santun dan penuh unsur edukasi," kata Mardani, yang juga Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera kepada Tirto, Kamis (23/8/2018) malam.

Kabar pengibaran spanduk #2019GantiPresiden di Tanah Suci tersebar di Twitter dan Facebook setidaknya sejak pertengahan Agustus lalu. Sejumlah foto menunjukkan jemaah haji Indonesia berswafoto dengan kaos dan spanduk itu.

Aksi itu terjadi selang beberapa bulan setelah maraknya deklarasi #2019GantiPresiden di berbagai daerah. Deklarasi dan kampanye itu kerap diprotes, selain memang banyak pula yang simpati.

Penolakan terkini datang dari Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Awalnya, deklarasi gerakan #2019GantiPresiden direncanakan digelar di dua provinsi itu pada pekan kedua Agustus 2018.

Ketua MUI Jabar Rahmat Syafe’i mengaku khawatir deklarasi ini jadi ricuh karena ada isu politisasi agama menjelang pendaftaran calon presiden 2019. Ia menganggap deklarasi berpotensi memecah belah masyarakat.

Pendapat serupa disampaikan Ketua Pengurus Cabang PMII Makassar Azhari Bahar. Menurut Azhari, penolakan ditujukan untuk mencegah politik SARA yang dinilai dapat memicu ketegangan antarkelompok.

Mardani pun angkat bicara soal penolakan di dalam negeri ini. Ketua DPP PKS itu berkata, jika dilakukan secara benar, gerakan yang ia inisiasi sebenarnya bisa membuat publik aktif berpartisipasi di politik.

"Kita bisa saling menghargai walau berbeda. Kita harus dewasa dan saling menghargai," ujarnya, normatif.

Berlebihan

Partai koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin merespons kampanye ini. PKB misalnnya, menilai apa yang dilakukan jemaah berlebihan.

"Sebaiknya sih di Tanah Suci itu fokus ibadah saja agar ibadahnya mabrur," kata Sekjen PKB, Abdul Kadir Karding kepada Tirto.

Infografik CI Gerombolan #2019GantiPresiden

Sementara Ketua DPP PPP, Lena Maryana Mukti, juga pendukung Jokowi, menduga jemaah haji itu terlalu bersemangat mendukung idolanya, padahal masih banyak sekali ruang melakukan kampanye yang sama persis di dalam negeri.

"Dan tidak memaknai arti berhaji yang sesungguhnya, yakni berserah diri kepada Allah SWT dan meninggalkan segala urusan yang berpotensi menimbulkan kontroversi," kata Lena kepada Tirto.

Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun coba "meraba" alasan kenapa ada orang-orang bisa berkampanye di tengah ibadah. Menurutnya mereka bisa melakukan itu karena merasa ruang berekspresi saat ini sudah tidak terbatas, bahkan hingga melintasi batas negara.

"Publik menangkap ekspresi politik bisa dilakukan di mana pun selagi tidak melanggar UU. Jadi yang dilakukan kedua kubu adalah ekspresi bebas dari warga negara. Mereka tidak bisa disalahkan," ujar Ubedilah kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Rio Apinino