Menuju konten utama

Apa yang Harus Dilakukan saat Mengalami KDRT?

Korban KDRT harus melakukan langkah-langkah yang tepat untuk menyelamatkan diri sebelum mengalami cedera dan trauma yang lebih serius.

Apa yang Harus Dilakukan saat Mengalami KDRT?
Ilustrasi Kekerasan. foto/istockphoto

tirto.id - Penyanyi Lesti Kejora melaporkan sang suami Rizky Billar ke polisi atas tuduhan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebagai barang bukti, Lesti menyampaikan hasil visum yang saat ini masih dalam proses.

KDRT yang dialami Lesti Kejora bisa terjadi pada siapa saja, baik wanita, pria, maupun anak-anak. Seseorang yang mengalami KDRT harus melakukan langkah-langkah yang tepat untuk menyelamatkan diri sebelum mengalami cedera dan trauma yang lebih serius.

KDRT merupakan tindak kekerasan yang melanggar undang-undang (UU) dan pelakunya dapat dikenai sanksi. Setiap orang atau korban berhak melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada polisi.

Namun, prioritas korban KDRT bukan hanya menghukum pelaku, melainkan juga menyelamatkan diri dan orang terkasih, misalnya anak. Oleh karena itu, sebagai korban dibutuhkan cara yang tepat untuk mengatasi dan keluar dari masalah KDRT tersebut.

Apa yang Harus Dilakukan Saat Mengalami KDRT?

Kasus KDRT cukup tinggi di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) per 1 Januari 2022 ada lebih dari 18.000 kasus KDRT yang dilaporkan di Indonesia.

Jumlah tersebut adalah kasus yang dilaporkan. Tentu ada banyak kasus KDRT yang tidak dilaporkan, bisa jadi karena terbatasnya komunikasi, pengetahuan, atau karena korban takut untuk berbicara.

Tidak mudah memang bagi seseorang yang terkena KDRT untuk keluar dari situasinya tersebut. Namun, rencana yang matang bisa menjadi kunci bagi korban untuk menyelamatkan diri.

Melansir Psychcentral ada beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan untuk menghadapi KDRT, sebagai berikut:

1. Sadari bahwa kekerasan bukan terjadi karena kesalahan korban

Banyak kasus KDRT dimana korban masih menyalahkan diri sendiri dan merasa pantas menerima pelaku kasar dari pasangannya. Padahal kekerasan tidak seharusnya dilakukan oleh siapapun, bahkan oleh pasangan sendiri.

"Anda tidak bertanggung jawab atas pasangan Anda yang menyebabkan Anda terluka. Anda tidak menempatkan diri Anda dalam situasi ini," terang psikolog berlisensi yang berbasis di Pennsylvania, Sabina Mauro seperti yang dikutip dari Psychcentral.

Lebih lanjut, menurut Mauro anggapan menyalahkan korban hanya akan membuat hubungan rumah tangga semakin toxic dan korban akan terus terjebak dalam situasi yang sama.

2. Pelajari jenis kekerasan dari pasangan

Jika sudah menyadari bahwa yang dilakukan pasangan salah, selanjutnya adalah pelajari jenis kekerasan yang kerap terjadi. Perlu diketahui bahwa KDRT bukan melulu soal penyerangan secara fisik, tetapi juga kekerasan verbal hingga seksual.

Pelajari perlakuan-perlakuan tersebut dan tetapkan dampaknya secara fisik maupun psikis. Ini dapat menjadi pertimbangan bagi korban untuk memutuskan langkah selanjutnya.

3. Antisipasi jika terjadi pertengkaran

KDRT umumnya tidak hanya terjadi sekali, namun berulang-ulang. Kekerasan bisa terjadi saat pasangan dalam keadaan tidak stabil dan emosi. Antisipasi hal-hal yang bisa memicu KDRT seperti pertengkaran.

Cobalah untuk menerapkan sistem perlindungan, seperti kata sandi untuk memperingatkan anak-anak, anggota keluarga lain, atau teman tentang apa yang terjadi.

Jangan ragu untuk meminta bantuan orang terdekat seperti tetangga, teman, atau kerabat yang tinggalnya tidak jauh dari rumah. Jika memungkinkan, minta tetangga yang paling dipercaya untuk mengenali situasi darurat tersebut, misalnya dengan menggantungkan handuk di pagar.

4. Rekam, foto, dan kumpulkan barang bukti

Ambil kesempatan untuk merekam tindakan kekerasan pasangan secara diam-diam. Cara ini bisa dilakukan dengan dengan meletakkan kamera ponsel tersembunyi atau mengaktifkan alat perekam suara.

Setelah terjadi tindak kekerasan, pastikan selalu mengambil foto dari setiap cedera dan catat tanggalnya. Screenshoot pesan-pesan bernada kekerasan dari pasangan sebagai barang bukti jika nantinya akan melanjutkan ke tahap pelaporan.

5. Hubungi polisi atau hotline KDRT

Laporkan tindakan KDRT dengan menghubungi kepolisian setempat atau hotline KDRT Kemen PPPA, yaitu Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA). Hotline ini bisa langsung dihubungi melalui call center 129 dan WhatsApp 08111-129-129.

Melansir Kemen PPPA hotline SAPA dilengkapi sejumlah layanan yang dapat digunakan oleh korban KDRT, termasuk:

  1. pelayanan pengaduan;
  2. pelayanan penjangkauan;
  3. pelayanan pengelolaan kasus;
  4. pelayanan akses penampungan sementara;
  5. pelayanan mediasi;
  6. pelayanan pendampingan korban.

Hotline tersebut tidak hanya dapat dihubungi oleh korban, melainkan saksi yang melihat tindak KDRT di dekatnya.

6. Temui terapis

KDRT tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga trauma. Menurut Good Therapy, korban KDRT bisa mengembangkan masalah emosional seperti ketakutan, kecemasan, depresi, amarah, hingga gangguan stres pascatrauma (PTSD).

Bahkan, kondisi tersebut tidak hanya berefek pada korban orang dewasa saja, tetapi juga anak-anak yang terlibat. Oleh karena itu, korban dan anak-anak yang terlibat KDRT sangat direkomendasikan untuk mendapatkan terapi psikologi untuk menyembuhkan traumanya.

Baca juga artikel terkait KDRT atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora