Menuju konten utama

Arti dari KDRT di Kasus Billar-Lesti dan Sanksi Menurut UU KDRT

KDRT adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga dan apa sanksi menurut UU KDRT.

Arti dari KDRT di Kasus Billar-Lesti dan Sanksi Menurut UU KDRT
Ilustrasi Kekerasan. foto/istockphoto

tirto.id - Arti KDRT adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga. KDRT sedang viral karena kasus ini menimpa pasangan fenomenal Rizky Billar dan Lesti Kejora.

Lesti Kejora melaporkan suaminya, Rizky Billar ke polisi atas dugaan KDRT. Atas laporan tersebut, Rizky Billar bisa dijerat pasal dengan tuntutan penjara paling lama 15 tahun.

Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi mengatakan, Rizky Billar disangkakan dengan pasal UU KDRT No 23 tahun 2004 dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Arti KDRT dan Pasalnya

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dijelaskan, definisi dari kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT adalah"

"Setiap tindakan pada seseorang terutama perempuan, yang berakibat munculnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, seksual dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan tindakan pemaksaan, perbuatan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga."

UU Nomor 23 Tahun 2004 juga memuat sanksi pidana bagi pelaku KDRT yang terbagi dalam kategori kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga.

Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan fisik dalam rumah tangga adalah:

  • pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15 juta bagi setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga.
  • pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp30 juta jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan korban jatuh sakit atau luka berat.
  • pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45 juta jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan korban meninggal.
  • pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp5 juta jika kekerasan fisik tersebut dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari.
Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan psikis dalam rumah tangga adalah:

  • pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp9 juta bagi setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam rumah tangga.
  • pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp3 juta jika kekerasan psikis tersebut dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari.
Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dalam rumah tangga meliputi:

  • pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp36 juta bagi setiap orang yang melakukan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga.
  • pidana penjara selama empat tahun hingga 15 tahun atau denda sebanyak Rp12 juta hingga Rp300 juta bagi setiap orang yang memaksa orang dalam lingkup rumah tangganya melakukan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.
  • pidana penjara selama lima tahun hingga 20 tahun atau denda mulai dari Rp25 juta hingga Rp500 juta jika kekerasan seksual tersebut menyebabkan korban menderita luka yang tidak dapat sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama sebulan atau satu tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi.
Ancaman hukuman bagi pelaku penelantaran rumah tangga meliputi:

  • pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp15 juta bagi setiap orang yang menelantarkan orang lain dalam rumah tangganya atau yang membatasi keluarganya untuk bekerja sehingga menimbulkan ketergantungan ekonomi.
Selain sanksi pidana, UU KDRT juga mencantumkan pidana tambahan yang dapat dijatuhkan oleh hakim kepada pelaku KDRT, yakni berupa:

  • pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku; dan
  • penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu.

Baca juga artikel terkait KDRT atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra