tirto.id - Berbagai platform media sosial saat ini tengah dibanjiri dengan frasa "All Eyes on Rafah" yang merupakan bentuk dukungan dan solidaritas masyarakat dunia kepada warga Palestina.
Hal itu utamanya setelah pengeboman brutal yang dilakukan oleh Israel di kamp pengungsian di Rafah sejak Senin (27/5/2024) malam yang berisikan ribuan pengungsi dengan kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.
Selain frasa tersebut, muncul istilah baru yakni Rafah Holocaust. Istilah tersebut ramai di X (Twitter) di mana para pengguna menuliskan ‘Rafah Holocaust’ disertai dengan media berupa video rekaman dan foto sesaat setelah pengeboman terjadi.
Dalam konten yang dibagikan, tampak langit Kota Rafah yang gelap diterangi dengan kobaran api yang menyala di mana-mana. Reruntuhan bangunan dan tenda sudah jelas tampak di mata.Para pengungsi yang meski hanya terlihat dalam bentuk bayangan, panik dengan serangan tersebut.
Konten lainnya menunjukkan bagaimana korban terluka serta tergeletak dan tak sedikit di antaranya merupakan anak-anak.
Apa yang Terjadi dengan Rafah di Palestina?
Aljazeera melaporkan bahwa terdapat tujuh bom yang dijatuhkan oleh Israel di atas langit Rafah dengan berat mencapai 900 kg. Dikatakan pula bahwa Israel menargetkan Rafah dengan “amunisi presisi” yang disertai tangki bahan bakar.
Serangan udara itu memicu terjadinya kebakaran, yang menjelaskan mengapa banyak nyala api mengamuk hingga korban terbakar hidup-hidup. Akibatnya, 45 orang dilaporkan tewas per Senin, (27/5/2024), demikian dikutip dari Reuters.
Abdel-Rahman Abu Ismail, seorang warga Palestina, menggambarkan malam itu sebagai malam yang penuh teror.
Ia menceritakan bahwa dirinya mendengar suara ledakan bertubi-tubi, termasuk suara jet tempur dan drone yang melintas sepanjang malam. Diberitakan dari sudut pandang lain oleh Al Mayadeen, gerakan perlawanan Palestina, Hamas, dalam pernyataannya meminta Joe Biden selaku Presiden Amerika bertanggung jawab penuh atas serangan yang dilakukan Israel.
Hamas meyakini bahwa Israel tidak akan melakukan pembantaian ini tanpa dukungan dan lampu hijau dari Amerika Serikat.Penyerangan di Rafah merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolerir.
Apalagi Joe Biden dalam sebuah wawancara menyebutkan bahwa apabila Israel menyerang Rafah, itu merupakan sebuah garis merah dan Amerika tidak akan mengirim pasokan senjata lagi.
“Saya tegaskan bahwa jika mereka masuk ke Rafah–mereka belum masuk ke Rafah–jika mereka masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok senjata yang secara historis digunakan untuk menghadapi Rafah, untuk menangani kota-kota–yang menangani masalah itu,” kata Biden dikutip dari artikel CNN yang tayang pada 9 Mei 2024 lalu.
Apa yang Dimaksud dengan Rafah Holocaust?
Holocaust secara harfiah berarti pembantaian massal. Jadi, Rafah Holocaust merujuk pada pembantaian massal yang terjadi di Rafah. Namun, asal-usul istilah ini tidak hanya berdasarkan arti kata tersebut dan memiliki sejarah yang lebih panjang.
Menurut laman Britannica, Holocaust adalah pembunuhan massal sistematis terhadap sekitar enam juta orang Yahudi oleh Nazi Jerman dan sekutunya selama Perang Dunia II.
Secara etimologi, Holocaust berasal dari kata Yunani holokauston, terjemahan dari kata Ibrani ʿolah, yang berarti korban bakaran. Kata Holocaust dipilih karena dalam kamp pemusnahan Nazi, mayat para korban dibakar seluruhnya.
Tindakan tersebut jelas tidak manusiawi dan sulit dimaafkan. Ironisnya, tentara Israel kini melakukan hal yang serupa kepada orang Palestina melalui serangan di Rafah, meskipun mereka mengetahui bagaimana leluhur mereka diperlakukan.
Tak ayal jika istilah Rafah Holocaust ini kemudian mencuat. Bahkan, Stephen Kapos, seorang penyintas Holocaust berusia 87 tahun bahwa Israel memanipulasi memori tersebut sebagai kedok untuk melakukan kekejaman yang sama di Palestina.
“Saya di sini karena saya memprotes penggunaan memori Holocaust sebagai kedok dan pembenaran untuk melakukan hal yang sama di Gaza sebagai genosida terhadap rakyat Palestina,” ujar Kapos, yang kehilangan sebagian besar keluarganya dalam Holocaust dikutip dari AA.com.
Kapos juga mengutuk keras kehancuran infrastruktur yang terjadi di Palestina dan tanpa keraguan meyakini bahwa Israel tengah melakukan genosida.
Penulis: Nisa Hayyu Rahmia
Editor: Dipna Videlia Putsanra