Menuju konten utama

Apa Shalat Jumat Bisa Diganti dengan Sholat Dzuhur? Ini Fatwa MUI

Bagaimana ketentuan dan aturan dari MUI soal shalat Jumat selama pandemi Corona?

Apa Shalat Jumat Bisa Diganti dengan Sholat Dzuhur? Ini Fatwa MUI
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di kompleks Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/7/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan/aww.

tirto.id - Pandemi Covid-19 yang belum juga mereda telah memunculkan sejumlah kebiasaan baru di masyarakat untuk mencegah penyebaran corona, termasuk dalam hal beribadah bersama.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang sementara pelaksanaan ibadah yang membuat konsentrasi massa, seperti salat lima waktu berjamaah, Salat Tarawih, Salat Id atau pun kegiatan majelis taklim. Larangan berlaku bagi umat Islam di wilayah di mana kondisi penyebaran virus corona. Bagaimana dengan sholat Jumat?

Apakah shalat jumat bisa diganti dengan sholat dzuhur?

Tidak mengerjakan salat Jumat di wilayah yang terdampak pandemi virus corona COVID-19 seperti saat ini adalah tidak masalah, dengan catatan menggantinya dengan salat zuhur, demikian disampaikan berdasarkan fatwa MUI

Dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah COVID-19, terdapat ketentuan hukum untuk orang sehat dan orang yang belum diketahui terpapar COVID-19 atau tidak.

Pertama, jika orang tersebut ada dalam kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia boleh meninggalkan salat Jumat. Sebagai ganti, ia melakukan shalat zuhur di tempat kediaman.

Kedua, jika orang tersebut ada di kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa. Selain itu, ia wajib menjaga diri agar tidak terpapar COVID-19.

Dalam konteks penyelenggaraan salat Jumat, terdapat dua kriteria terkait pandemi virus corona COVID-19,

Pertama, jika penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat jumat di kawasan tersebut sampai keadaan menjadi normal kembali. Salat itu wajib digantikan dengan salat zuhur di tempat masing-masing.

Kedua, jika penyebaran COVID-19 terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan salat Jumat.

Apakah boleh tidak salat Jumat 3 kali berturut-turut saat pandemi Corona?

Kemudian muncul pertanyaan bagaimana hukumnya jika seseorang tidak melakukan salat Jumat 3 kali secara berturut-turut dengan asumsi orang itu ada di kawasan rawan terpapar COVID-19?

Pertanyaan ini merujuk hadis, bahwa Rasulullah yang pernah bersabda, "Siapa saja yang meninggalkan tiga kali ibadah salat Jumat tanpa uzur, niscaya ia ditulis sebagai orang kafir nifaq/munafik." (H.R. at-Thabarani).

Terdapat lima jenis uzur yang membuat seseorang diperkenankan meninggalkan salat Jumat. Uzur-uzur tersebut berupa hujan yang dapat membasahi pakaian, adanya salju, keadaan dingin, sakit berat, dan kekhawatiran atas gangguan keselamatan jiwa, kehormatan diri, atau harta benda, demikian dilansir dari Hukum Meninggalkan Tiga Kali Shalat Jumat oleh Alhafiz Kurniawan di laman resmi PBNU.

Berdasarkan hal ini, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menyampaikan pandangan tentang Pelaksanaan Shalat Jumat di Daerah Terjangkit Covid-19 pada 19 Maret 2020, bahwa orang yang tidak melaksanakan salat Jumat 3 kali karena uzur Covid-19 tidak termasuk ke dalam golongan orang yang dimaksud dalam hadis sebagai "orang kafir nifaq/munafik".

Selain itu, LBM PBNU menganjurkan umat Islam di zona kuning untuk mengambil dispensasi (rukhshah) dalam syariat Islam, yaitu melaksanakan salat Zuhur di rumah masing-masing pada hari Jumat.

Baca juga artikel terkait SHALAT JUMAT atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Fitra Firdaus