Menuju konten utama

Apa Saja Syarat Hibah, Rukun, dan Ketentuannya?

Apa pengertian hibah dan bagaimana hukumnya dalam Islam? Berikut penjelasan lengkap tentang hibah dalam Islam.

Apa Saja Syarat Hibah, Rukun, dan Ketentuannya?
Ilustrasi saling memberi. foto/IStockphoto

tirto.id - Hibah adalah pemberian sesuatu yang dilakukan oleh seseorang saat masih hidup kepada orang lain secara cuma-cuma tanpa imbal balik apa pun dengan harapan semata-mata mencari ridha Allah SWT. Pengertian hibah secara istilah dalam Islam itu selaras dengan arti hibah dari segi bahasa bahasa yakni memberi/pemberian (dari kata Arab: wahaba).

Hibah berbeda dengan warisan. Warisan adalah pemberian harta yang diterima setelah orang yang mewariskan meninggal dunia. Pemberi dan penerima warisan terikat dengan hubungan keluarga, seperti pernikahan atau hubungan darah. Sementara itu, hibah dapat diberikan kepada siapa saja, baik memiliki hubungan keluarga ataupun tidak.

Hibah mirip dengan sedekah dan hadiah karena ketiganya sama-sama berupa pemberian tanpa imbalan balik apa pun, kecuali ridha Allah SWT. Ketiganya menjadi berbeda apabila dilihat ciri khususnya. Hibah memiliki ciri khas disertai akad ijab kabul, sedangkan hadiah identik dengan penghargaan kepada seseorang. Adapun sedekah diberikan kepada orang yang membutuhkan dan pemberiannya berorientasi pahala.

Hukum Hibah dalam Islam dan Dalilnya

Hibah dalam islam hukumnya yaitu mubah atau boleh pada asalnya. Namun, sebagian ulama berpendapat hukum hibah adalah sunnah. Meskipun demikian, hukum hibah bisa menjadi makruh jika untuk riya' (agar diketahui/dipuji orang lain) dan membanggakan diri.

Landasan hukum hibah dalam Islam dapat ditemukan dalam beberapa dalil hadis berikut:

1. Hadits tentang menerima hibah:

عَنْ خَالِدٍ ابْن عَدِي له أنَّ النبي ﷺ قَالَ: مَنْ جَاءَهُ مِنْ اَخِيْهِ مَعْرُوفٌ مِنْ غَيْرِ إِسْرَافِ وَلَا مَسْأَلَةِ فَلْيَقْبَلْهُ وَلا يَرُدُّهُ فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ سَاقَهُ اللهُ إِلَيْهِ (رواه احمد)

Artinya: "Khalid bin Adi r.a berkata : ”Sesungguhnya Nabi SAW bersabda : ”Barang siapa yang diberi oleh saudaranya kebaikan dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak dia minta hendaklah diterima (jangan ditolak). Sesungguhnya yang demikian itu pemberian yang diberikan Allah kepadanya." (HR. Ahmad).

2. Hadits tentang larangan mengambil kembali hibah

لاَيَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُعْطِى عَطِيَّةًأَوْيَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعُ فِيْهَا إِلاَّالْوَالِدِفِيْمَايُعْطِى لِوَلَدِهِ

Artinya: "Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang kemudian ia tarik kembali, kecuali seorang bapak kepada anaknya." (HR. Abu Dawud).

اَلْعَائِدُ فِى هِبَتِهِ كَااْلكَلْبِ يُقِئُ ثُمَّ يَعُوْدُفِى قَيْئِهِ

Artinya: "Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu." (Muttafaq 'Alaih).

Dua hadits di atas menjelaskan larangan menarik kembali hibah, kecuali yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Orang tua bisa menarik kembali hibah kepada anaknya dengan alasan-alasan berikut:

  • Orang tua mencabut hibah demi menjaga kemaslahatan anaknya.
  • Orang tua mencabut hibah jika melihat ada unsur ketidakadilan di antara anak-anaknya.
  • Orang tua mencabut hibah karena pemberian itu bisa menimbulkan iri hati dan fitnah.

Rukun Hibah dalam Islam

Dalam Islam, hibah adalah amalan yang dianjurkan untuk mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Agar hibah yang dilakukan sah dan berkah, perlu memenuhi rukun-rukunnya. Berikut adalah 4 rukun hibah yang wajib dipenuhi:

  • Ada pemberi (Wahib)
  • Ada penerima (Mauhub Lah)
  • Ada Barang yang Dihibahkan (Mauhub)
  • Ada Bukti Serah Terima (Shighat).

Syarat Hibah dalam Islam

Sebelum memberikan hibah, penting untuk memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi agar hibah tersebut sah dan berkah. Berikut ini beberapa syarat hibah dalam Islam yang perlu diperhatikan:

1. Pemberi hibah (Wahib)

a. Dewasa dan Berakal Sehat

Pemberi hibah (penghibah) harus orang yang sudah aqil baligh. Artinya ia telah dewasa dan memiliki kemampuan berpikir yang jernih. Hibah yang dilakukan oleh orang yang tidak memenuhi syarat ini, seperti anak kecil, orang gila, atau orang yang tidak mampu berpikir jernih, dianggap tidak sah.

b. Mampu Bertransaksi

Pemberi hibah (penghibah) harus memiliki kapasitas hukum untuk melakukan transaksi, termasuk hibah. Artinya, penghibah tidak boleh berada di bawah pengampuan atau dalam kondisi yang membatasi kemampuannya untuk membuat keputusan.

c. Memiliki Hak Kepemilikan Sah

Penghibah harus memiliki hak kepemilikan yang sah atas benda yang dihibahkan. Hibah atas benda yang bukan milik penghibah, seperti benda curian atau hasil penipuan, tidak sah.

d. Merdeka dan Tanpa Paksaan

Penghibah harus memberikan hibah dengan kerelaan dan tanpa paksaan dari pihak lain. Hibah yang dilakukan karena tekanan atau paksaan dianggap tidak sah.

2. Penerima Hibah (Mauhub)

a. Mampu Menerima Hibah

Penerima hibah haruslah orang yang mampu menerima dan mengelola hibah tersebut. Hal ini berarti bahwa penerima hibah haruslah orang yang cakap hukum dan tidak berada di bawah pengampuan.

b. Menerima dengan Ikhlas

Penerima hibah harus menerima hibah dengan kerelaan dan tanpa paksaan. Penerimaan hibah yang dilakukan karena tekanan atau paksaan dianggap tidak sah.

3. Benda yang Dihibahkan (Mahjub)

a. Benda milik penghibah

Benda yang dihibahkan haruslah milik penghibah secara sah.

b. Benda memiliki nilai manfaat dan Halal

Benda yang dihibahkan haruslah bermanfaat dan halal penggunaannya. Hibah atas benda yang haram, seperti minuman keras, tidak sah.

c. Benda Bernilai

Benda yang dihibahkan haruslah memiliki nilai, baik secara ekonomis maupun non-ekonomis. Hibah atas benda yang tidak memiliki nilai, seperti benda yang sudah rusak atau tidak dapat digunakan, tidak sah.

d. Benda Dapat Dikuasai dan Dipindahkan

Benda yang dihibahkan haruslah dapat dikuasai dan dipindahkan oleh penerima hibah. Hibah atas benda yang tidak dapat dikuasai atau dipindahkan, seperti hak cipta, tidak sah.

4. Akad Ijab dan Kabul Hibah

a. Ada Ijab

Pernyataan dari penghibah untuk memberikan hibah. Ijab harus diucapkan dengan jelas dan tegas, serta menunjukkan kerelaan penghibah untuk memberikan hibah.

b. ada Kabul

Pernyataan dari penerima hibah untuk menerima hibah. Kabul harus diucapkan dengan jelas dan tegas, serta menunjukkan kerelaan penerima hibah untuk menerima hibah.

5. Serah Terima Benda Hibah

Benda hibah diserahkan secara nyata kepada penerima hibah. Serah terima ini dapat dilakukan secara fisik untuk benda berwujud, atau secara simbolis untuk benda yang tidak berwujud.

Apa Contoh Hibah Barang?

Hibah bisa dibedakan menjadi dua macam berdasarkan jenis pemberiannya. Keduanya adalah hibah barang dan hibah manfaat.

Hibah barang merupakan pemberian sesuatu yang berupa harta benda kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaatnya sekaligus. Sementara itu, hibah manfaat adalah pemberian sesuatu yang berupa harta benda kepada orang lain tetapi hanya untuk diambil manfaatnya saja, sementara materinya tetap menjadi milik pemberi hibah.

Hibah barang merupakan jenis hibah yang paling umum dilakukan. Dalam hibah barang, pemberi secara sukarela memberikan harta benda yang bermanfaat kepada penerima tanpa mengharapkan imbalan apa pun.

Hibah ini mencerminkan kemurahan hati dan kepedulian pemberi terhadap penerima. Di bawah ini sejumlah contoh benda untuk hibah barang:

  • Tanah, sawah, dan sejenisnya
  • Rumah, bangunan, dan sejenisnya
  • Kendaraan: Mobil, sepeda motor, sepeda
  • Elektronik: Handphone, laptop, televisi
  • Peralatan rumah tangga: Kulkas, mesin cuci, AC
  • Perhiasan: Emas, perak, berlian
  • Baju dan sepatu
  • Buku dan alat tulis
  • Perlengkapan ibadah
  • Benda seni dan dekorasi
  • Perlengkapan usaha.

Baca juga artikel terkait HUKUM ISLAM atau tulisan lainnya dari Ruhma Syifwatul Jinan

tirto.id - Edusains
Kontributor: Ruhma Syifwatul Jinan
Penulis: Ruhma Syifwatul Jinan
Editor: Addi M Idhom