tirto.id - Sebagian pasangan suami istri memutuskan untuk melakukan childfree dalam hidupnya. Beragam alasan dikemukakan untuk melegitimasi pilihan itu. Bagaimana pandangan Islam terhadap sikap yang disebut childfree ini?
Childfreeadalah keputusan dalam hidup seseorang untuk tidak memiliki anak apa pun statusnya, baik anak kandung, anak tiri, atau anak angkat.
Konsep childfree menganut pendapat tidak mengurus atau membesarkan anak. Hal itu dianggap sebagai pilihan pribadi untuk tetap bertahan hidup mengikuti keinginan tanpa merasa ada beban membesarkan hingga bertanggung jawab pada anak.
Sikap hidup tanpa anak mulanya dilazimi banyak perempuan di pedesaan Eropa pada awal tahun 1500-an. Saat itu mereka lebih fokus berkarir ketimbang menikah muda. Selanjutnya, sikap ini dianut perempuan lajang dan mereka yang telah menikah untuk tidak membesarkan anak.
Budaya tersebut bertahan sampai sekarang menggunakan istilah childfree dan mulai diperbincangkan belakangan ini di Indonesia. Orang-orang Indonesia yang agamis cenderung menentang sikap tersebut. Fenomena childfree dalam Islam dinilai tidak selaras dengan ajaran agama.
Sejarah Childfree
Childfree dicetuskan Santa Augustine yang merupakan penganut kepercayaan maniisme. Ia menyebarkan pemikiran bahwa hamil dan memiliki anak termasuk sikap tidak bermoral. Alasannya, jiwa-jiwa anak yang dikandung akan terjebak dalam rahim ibunya.
Childfree sebagai sebuah istilah telah marak digunakan sebelum awal abad 19. Kata ini sudah masuk dalam kamus Merriam-webster.
Selanjutnya, pada 1970-an, istilah ini dikenal di Amerika Serikat setelah banyak wanita memutuskan untuk childfree dan melakukan beragam upaya agar tidak punya anak seperti menggunakan alat kontrasepsi untuk berhubungan intim.
Profesor sejarah di Universitas Xavier, Rachel Chrastil, menyatakan praktik childfree sudah ada sejak dulu karena beberapa alasan seperti kesehatan akibat mandul, nilai filosofi, dan pilihan hidup. Childfree lantas dianggap sebagai sikap hidup di Amerika Serikat sekitar tahun 1972.
Di sana bahkan muncul Aliansi Nasional untuk Orang Tua Opsional (National Alliance of Optional Parenthood) yang mempunyai misi menjadi kelompok orang yang memilih tidak mempunyai anak dan kelompok advokasi memerangi pronatalisme.
Hadits Anjuran Pernikahan dan Berketurunan
Menikah adalah sunnah di dalam Islam. Setiap manusia diciptakan Allah berpasangan dan memiliki kecenderungan rasa cinta di antara lawan jenis. Cinta tersebut lantas dihalalkan melalui pernikahan yang sesuai syariat.
Salah satu tujuan menikah dalam Islam yaitu mendapatkan keturunan. Memiliki anak juga merupakan fitrah bagi manusia. Di sisi lain, Allah telah menghalalkan hubungan intim di antara pasangan yang telah menikah, lalu meraih ketetapan dari-Nya berupa kehadiran ini.
Allah SWT telah berfirman mengenai halalnya hubungan intim, termasuk di malam hari saat Ramadan:
فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
Artinya: “Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” (QS. Al Baqarah: 187).
Pada kalimat "maa kataballahu lakum (apa yang ditetapkan Allah untukmu)" di ayat tersebut, banyak ulama yang menyatakan tafsirannya yaitu kehadiran anak.
Hubungan intim saat malam hari di bulan Ramadan memiliki tujuan yaitu untuk mendapatkan anak atau keturunan. Dengan demikian, pernikahan tidak bisa dilepaskan dari kehadiran anak dalam kehidupan pasangan suami istri.
Selain itu, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sangat bangga jika umatnya banyak. Beliau bahkan menganjurkan untuk menikahi pasangan yang tidak mandul. Hal ini menekankan tentang pentingnya memiliki anak.
Dalam sebuah hadis dari Ma’qil bin Yasar, ia berkata, “Ada seseorang yang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, 'Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, 'Tidak.' Lalu ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.
Akhirnya ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketiga kalinya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
'Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.' (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan hadits ini berstatus hasan)
Kenapa Pasangan Memilih untuk Childfree?
Pasangan memilih childfree didasari dengan berbagai alasan. Umumnya alasan tersebut berkaitan dengan urusan duniawi.
Disebutkan dalam Jurnal Wanita dan keluarga Vol.4 (1) (Juli 2023), setidaknya ada enam faktor yang dapat mempengaruhi pasangan memutuskan melakukan childfree. Faktor tersebut meliputi ekonomi, mentalitas (psikologis), personal dan pengalaman, lingkungan, medis, serta pendidikan.
Dari sisi ekonomi, pasangan childfree berkilah jika kehadiran anak di tengah kehidupan mereka akan memberatkan rumah tangga. Biaya hidup yang sangat banyak membuat mereka khawatir tidak mampu mencukupi kebutuhan. Kekhawatiran itu sudah muncul dari ketakutan terhadap biaya saat mengandung, melahirkan, membesarkan, hingga anak sudah dewasa.
Selain itu, pasangan yang tidak siap mental menjadi orang tua turut menimbulkan sikap tidak ingin memiliki anak. Mereka tidak siap untuk mendidik anak dan rata-rata diawali dengan rasa takut berlebihan. Pasangan childfree juga tidak merasa nyaman saat ada anak kecil di sekitar mereka.
Alasan lain lagi yaitu pasangan childfree merasa tidak senang dengan lingkungan mengenai cara orang tua dalam memperlakukan anak.
Sebagai misal, orang tua mendidik hanya untuk tujuan investasi sehingga mereka menganggap hal itu tidak adil bagi anak. Mereka juga tidak siap kalau saja mendapatkan anak kandung dengan kondisi kesehatan yang tidak baik.
Berbagai alasan untuk childfree ini jika dikerucutkan tidak lepas dari kekhawatiran pelakunya terhadap urusan rezeki Allah yang jauh lebih luas dari sekadar materi.
Pendapat tentang childfree dalam Islam jika hanya takut urusan rezeki materi, nasib, kesehatan, dan sebagainya, hal itu menunjukkan belum yakinnya pasangan terhadap ketetapan Allah. Allah telah menegaskan dalam urusan rezeki yaitu:
ۚإِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗوَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32)
Lalu, pada ayat lainnya disebutkan:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al-An’am: 151).
Apa Hukum Childfree dalam Islam?
Hukum childfree dalam Islam tidak dijelaskan secara tersurat mengenai keharamannya. Disebutkan laman Kemenag Bali, hukum childfree tidak disebutkan dalam Al Quran dan hadis mengenai kewajiban suami-istri untuk memiliki anak.
Hanya saja, keputusan childfree menyelisihi sunnatullah dan tuntunan dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Islam memberikan anjuran bagi umat agar memiliki keturunan setelah menikah. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga lebih suka jika umatnya memiliki jumlah yang banyak. Anjuran memiliki generasi penerus ini disebutkan dalam Al Quran:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
Artinya: "Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan: 74)
Pada ayat lain disebutkan:
اَلْمَالُ وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا
Artinya: "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amal kebajikan yang abadi (pahalanya) 448) adalah lebih baik balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (QS. Al Kahfi: 46)
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dhita Koesno