tirto.id - Pemilihan Umum (Pemilu) pertama kali diselenggarakan di Indonesia pada 29 September 1955. Peserta Pemilu 1955 diikuti lebih 30 partai politik, organisasi maupun perorangan, dengan sebanyak 257 kursi DPR dan 514 kursi konstituante.
Kala itu, Pemilu menggunakan sistem proporsional yang menerapkan pembagian kursi sesuai dengan jumlah perolehan suara.
Pemilu 1955 selain diselenggarakan berdasar UU 7/1953, Pemilu 1955 juga dilaksanakan berdasar peraturan turunan lainnya, seperti Peraturan Presiden (PP) Nomor 9/1954 tentang Menyelenggarakan undang-undang Pemilu. Lalu PP Nomor 47/1954 Jumlah Partai Politik dan Pemenang Pemilu 1955.
Pemilu 1955 dilakukan 2 kali, yang pertama pada 29 September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante.
4 Partai Pemenang Pemilu 1955
Dalam Pemilu 1955 terdapat 4 Partai Politik yang menempati posisi teratas, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahadlatul ulama (NU) dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Penyelenggaraan Pemilu 1955 dilakukan sebanyak 2 kali yaitu untuk Pemilu DPR dan Pemilu Dewan Konstituate.
Pemilu 1955 untuk anggota DPR
Pada Pemilu 1955 untuk anggota DPR total perolehan suara adalah 37,7 juta.
- Posisi pertama berhasil dimenangkan oleh PNI dengan meraup 8,4 juta suara atau 22,32 persen dari total suara, sehingga PNI berhak mendapatkan 57 kursi.
- Posisi kedua ditempati oleh Masyumi dengan perolehan 7,9 juta suara atau 20,92 persen total suara, Masyumi juga berhak mendapatkan 57 kursi.
- Posisi ketiga, diduduki Nahdatul Ulama (NU) dengan perolehan 6,9 suara sekitar 18,41 persen suara dengan 45 kursi.
- Posisi keempat disusul oleh PKI yang berhasil mengumpulkan 6,1 juta suara atau sekitar 39 persen suara, PKI berhak atas 39 kursi.
Pemilu 1955 untuk anggota Konstituante
Kemudian, Pemilu 1955 untuk anggota Konstituante total perolehan suara adalah 37,8 juta. Posisi empat partai teratas masih sama seperti Pemilu DPR.
- Pada posisi pertama ditempati oleh PNI yang berhasil mengumpulkan 9,07 juta suara atau sekitar 23,97 persen, berhak atas 119 kursi.
- Posisi kedua adalah Masyumi yang mendapatkan 7,7 juta suara atau sekitar 20,59 persen dari total suara, berhak atas 112 kursi.
- Posisi ketiga diduduki oleh Nahdatul Ulama (NU) yang meraup 6,9 juta suara atau sekitar 18,47 persen dari total suara, berhak atas 91 kursi.
- Posisi keempat diambil oleh PKI yang berhasil mengantongi 6,2 juta suara atau sekitar 16,47 persen dari total suara, PKI berhak atas 80 kursi.
Sejarah Pemilu 1955
Sebagaimana dikutip dari sumber kpu.go.id, penyelenggaraan Pemilu 1955 dilakukan dengan sistem proporsional atau yang kemudian disebut sistem berimbang. Sistem ini merupakan penggabungan dari sistem distrik dan sistem perwakilan berimbang. Yang sederhananya, sistem distrik membagi wilayah negara atas distrik-distrik pemilihan yang didasari oleh jumlah penduduk.
Selanjutnya, sistem perwakilan berimbang merupakan wilayah negara ditetapkan sebagai satu daerah. Pada prakteknya, satu daerah dapat dipecah menjadi beberapa daerah pemilihan yang bersifat administratif.
Lewat sistem kombinasi atau proporsinal ini, jumlah anggota badan perwakilan rakyat ditetapkan berdasarkan imbangan jumlah penduduk, kemudian sebagian besar dari anggota ditetapkan sebagai wakil distrik melalui pemilihan dengan sistem distrik.
Sebagian kecil ditetapkan mewakili Organisasi Pemilih Pemilu (OPP), yang perhitungannya menggunakan OPP yang tidak memperolah wakil pada pemilihan dengan sistem distrik.
Pemilu 1955 diselenggarakan oleh badan-badan penyelenggara yang dibentuk berdasar Surat Edaran (SE) Menteri Kehakiman Nomor 2/9/4 Tanggal 23 April 1953 dan 5/11/37/KDN tanggal 30 Juli 1953.
Lalu badan-badan yang dibentuk di antaranya Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), Panitia Pemilihan (PP), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan Panitia Pemunggutan Suara (PPS).
Sementara itu, Pemilu 1955 menjadi yang pertama diselenggarakan Indonesia, atau sejak 10 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Sebelumnya, gagasan dan wacana Pemilu telah hadir sekitar 3 bulan pasca Kemerdekaan lewat Maklumat X atau Maklumat Wakil Presiden RI Mohammad Hatta.
Hanya saja, sedikit yang membedakan, Maklumat tersebut menyebutkan Pemilu dilakukan untuk memilih anggota DPR dan Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) yang rencananya diselenggarakan bulan Januari 1946. Kemudian ternyata Pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, terdapat kendala yang berasal dari internal negara maupun faktor eksternal. Di antaranya ketidakstabilan pemerintah, termasuk belum tersedianya perangkat perundang-undangan.
Penyebab lain faktor eksternal dari luar negeri lantaran pada masa itu negara diharuskan menghadapi peperangan-peperangan.
Namun di masa-masa itu pula, negara sebenarnya gencar melakukan pembahasan Pemilu. Misalnya dengan hadirnya UU 27/1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU 12/1949 tentang Pemilu.
Diamanatkan bahwa pemilihan umum dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung). Sifat pemilihan tidak langsung ini didasarkan pada alasan mayoritas masyarakat Indonesia pada waktu itu masih buta huruf. Sehingga pemilihannya langsung dikhawatirkan akan banyak kendala.
Pembahasan Pemilu terus gencar, termasuk saat masa kepemimpinan Mohammad Natsir dan Sukiman Wirdjosandjojo sebagai Perdana Menteri.
Pembahasan ini pada waktunya paripurna di masa kepemimpinan Perdana Menteri Wilopo dengan turunnya UU 7/1953 yang menjadi payung hukum Pemilu 1955. Pada akhirnya, Pemilu 1955 dapat terlaksana sesuai dengan asas-asas pemilihan yang aman, lancar, jujur,serta adil dan demokratis.
Editor: Yulaika Ramadhani