tirto.id - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) disahkan menjadi undang-undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (12/4/2022).
Di hadapan para Anggota Dewan, perwakilan pemerintah dan masyarakat sipil yang hadir, Ketua DPR RI Puan Maharani menanyakan persetujuan seluruh Anggota Dewan terhadap RUU TPKS menjadi UU.
“Selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh peserta sidang yang terhormat, apakah Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang?” tanya Puan.
Pertanyaan tersebut disambut jawaban ‘setuju’ oleh seluruh Anggota Dewan. Puan kemudian mengetuk palu pimpinan dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta.
Sebelum disetujui, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya menyampaikan laporan pembahasan RUU TPKS.
Setelah RUU TPKS disahkan, tampak dalam video di YouTube Parlemen, beberapa Anggota Dewan perempuan berdiri untuk memberikan apresiasi pada persetujuan RUU tersebut.
Puan mengungkapkan, persetujuan RUU ini juga merupakan hadiah bagi perempuan Indonesia, terutama menjelang peringatan hari Kartini.
Persetujuan RUU TPKS juga menjadi hadiah bagi seluruh rakyat Indonesia dan kemajuan bangsa karena merupakan hasil kerja sama dan komitmen bersama.
Puan berharap nantinya implementasi UU TPKS dapat menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia.
“Kami berharap bahwa implementasi dari undang-undang ini nantinya akan dapat menghadapi dan menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual, perlindungan perempuan dan anak yang ada di Indonesia. Karenanya perempuan Indonesia tetap dan harus selalu semangat!” tandas Puan, dikutip laman Parlemen.
Puan juga mengungkapkan apresiasi kepada berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan RUU TPKS hingga disahkan menjadi UU.
Ada delapan fraksi yang menyetujui RUU TPKS, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, F-Golkar, F-Gerindra, F-NasDem, F-PKB, F-PAN, F-Demokrat, dan F-PPP.
Sementara itu, satu fraksi tidak menyetujui pengesahan, yaitu F-PKS dengan alasan menunggu pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Apa Itu RUU TPKS?
RUU TPKS yang disahkan hari ini terdiri dari 93 pasal yang telah dibahas oleh DPR sejak 24 Maret 2022.
Menurut Menteri PPPA Bintang Puspayoga, terobosan UU TPKS yaitu kualifikasi tindak pidana kekerasan seksual dan pengaturan hukum acara yang komprehensif.
Pengakuan dan jaminan hak korban jadi kewajiban negara dan dilakukan sesuai kebutuhan korban.
"Jika harta kekayaan terpidana yang disita tidak mencukupi biaya restitusi, negara memberikan kompensasi kepada korban sesuai dengan putusan pengadilan," ujar Bintang.
Selain itu, perkara tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan kecuali terhadap pelaku anak.
Selain itu RUU TPKS juga mengatur pemidanaan (sanksi dan tindakan); hukum acara khusus yang menghadirkan terobosan hukum acara yang mengatasi hambatan keadilan bagi korban, mulai dari restitusi, dana bantuan korban, pelaporan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.
RUU TPKS juga membahas penjabaran dan kepastian pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan melalui kerangka layanan terpadu.
RUU TPKS juga mengatur tindak kekerasan seksual yang sebelumnya bukan tindak pidana yaitu pelecehan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Draf RUU TPKS PDF bisa diunduh melalui link berikut ini: Download RUU TPKS PDF.
Catatan: Dokumen yang diunduh masih dalam bentuk RUU (Rancangan Undang-Undang) berdasarkan update terbaru dari DPR. Sementara, UU TPKS masih dalam proses di DPR, yaitu menunggu ditandatangani oleh Presiden dan diberi Nomor oleh Sekretariat Negara.
Editor: Addi M Idhom