tirto.id - Sosok Bukhori Yusuf saat ini sedang ramai dibicarakan di media sosial. Pasalnya, mantan anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini terlibat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Begitu kasus KDRT ini mencuat, rekam jejak Bukhori Yusuf di DPR mulai ditelusuri. Belakangan, ramai pembicaraan soal Bukhori termasuk anggota parlemen yang tolak RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual).
Kasus dugaan tindak KDRT Bukhori Yusuf ramai sejak istri sirinya, MY (30) melaporkan Bukhori ke Polrestabes Bandung dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Menurut kuasa hukum MY, Srimiguna, kliennya sudah mengalami KDRT sejak 2022 lalu. Adapun tindakan yang dialami berupa kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
Bukhori Yusuf diduga kerap berkata kasar kepada istrinya. Lalu, Bukhori Yusuf juga kerap memaksa MY melakukan hubungan badan tidak wajar, dia mendapatkan kenikmatan seksual saat istrinya mengalami pendarahan.
Akibat tuduhan tersebut, Bukhori Yusuf resmi mundur dari jabatannya sebagai anggota DPR RI dan keluar dari PKS. Saat ini ia dalam proses melaporkan balik sang istri dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Rekam Jejak Bukhori Yusuf di DPR RI
Bukhori Yusuf resmi bergabung sebagai anggota DPR RI sejak tahun 2009. Dikutip dari laman DPR RI, Bukhori merupakan wakil dari Fraksi PKS yang terpilih di daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah.
Pria kelahiran Jepara pada 1965 itu bergabung dengan Komisi VIII DPR RI yang fokus pada bidang sosial dan agama. Salah satu rekam jejak Bukhori Yusuf di DPR yang banyak dibicarakan saat ini adalah terkait penolakan RUU TPKS.
RUU TPKS merupakan RUU yang melalui perjalanan panjang dengan total 10 tahun pembahasan. RUU TPKS ini telah resmi disahkan sebagai UU oleh DPR RI pada 12 April 2022.
Namun, selama pembahasan RUU TPKS banyak memperoleh penolakan dari sejumlah anggota DPR, termasuk Bukhori Yusuf. Masih dikutip dari laman resmi DPR, Bukhori menolak RUU TPKS karena dianggap mengusung paradigma sexual consent (persetujuan seksual).
Akibat mengadopsi paradigma sexual consent, RUU TPKS dianggap Bukhori tidak komprehensif untuk menjangkau tindak pidana perzinaan dan penyimpangan seksual.
"Perbuatan seksual yang dilakukan di luar perkawinan yang sah, termasuk penyimpangan seksual, yang dilakukan tanpa kekerasan maupun ancaman kekerasan, atau dengan kata lain atas dasar persetujuan (consent), maka tidak dapat dipidana oleh RUU TPKS karena pengaturannya tidak menjangkau hal tersebut," katanya dalam rilis DPR RI.
Ia mendesak agar sejumlah pasal di RUU TPKS memuat soal aturan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, norma agama, dan budaya bangsa.
Selain itu, alasan lain ia menolah rancangan RUU TPKS adalah karena sejumlah pasal dinilai multitafsir dan kontroversi. Beberapa pasal dalam RUU TPKS yang menurutnya bermasalah adalah Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10.
Bukhori juga menolak RUU TPKS lantaran belum ada pengesahan soal larangan perzinaan dan LGBT.
Editor: Iswara N Raditya