tirto.id - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 16 Agustus 2022 telah meluncurkan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) Edisi V.
EYD Edisi V ini dikeluarkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud Nomor 0424/I/BS.00.01/2022 dan ditetapkan pada 16 Agustus 2022.
EYD edisi kelima ini diluncurkan bertepatan dengan 50 tahun penetapan EYD pada tanggal 16 Agustus 1972.
Perubahan yang terdapat dalam EYD Edisi V ini adalah penambahan kaidah baru dan kaidah yang telah ada. Selain itu, terdapat juga perubahan redaksi, contoh, dan tata cara penyajian.
Untuk mempermudah akses, EYD juga diterbitkan dalam bentuk aplikasi web yang dapat diakses melalui laman ejaan.kemdikbud.go.id.
Perubahan ini merupakan salah satu akibat dari pengguna bahasa pada konsep-konsep keilmuan dan kebudayaan dalam tatanan masyarakat yang baru serta konsekuensi logis dari cairnya batas-batas wilayah akibat perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi, yang memengaruhi komunikasi verbal yang terjadi antarpengguna bahasa.
Adapun pedoman ejaan edisi kelima itu kembali menggunakan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Pada edisi keempat, ejaan itu dikenal dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Jika dilihat sejarahnya, sejak pertama kali diresmikan pada 1972, ejaan ini telah menggunakan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Kemudian, pada edisi kedua (1987) dan edisi ketiga (2009), ejaan ini mendapatkan tambahan frasa pedoman umum sehingga diterbitkan dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD).
EYD Edisi V ditetapkan bertepatan dengan 50 tahun penetapan EYD. Secara umum, perubahan yang terdapat dalam edisi ini berupa penambahan kaidah baru dan perubahan pada kaidah yang telah ada.
Selain itu, terdapat perubahan redaksi, contoh, dan tata cara penyajian. Secara keseluruhan, perubahan yang ada lebih dari 50 persen.
Apa Perbedaan EYD dengan PUEBI?
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) merupakan pedoman ejaan bahasa Indonesia terbaru dari sepanjang sejarah ejaan bahasa Indonesia.
Sebelumnya, bangsa Indonesia mengenal Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Keduanya pun memiliki berbagai macam perbedaan.
Bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Penggunaannya pun semakin luas dalam beragam ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulis.
Hal tersebut menyebabkan adanya penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia yang telah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyempurnaan tersebut ditetapkan menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Sebelum PUEBI, bangsa Indonesia mengenal EYD.
Dilansir dari situs Kantor Bahasa Kemdikbud, sejarah ejaan bahasa Indonesia sudah beberapa kali berubah sejak Indonesia merdeka.
Ejaan pertama yang berlaku pertama kali adalah Ejaan van Ophuijsen (1901—1947). Setelah dua tahun merdeka, Pemerintah Indonesia saat itu mulai menetapkan kembali ejaan bahasa Indonesia yang kemudian dikenal dengan Ejaan Soewandi atau Republik (1947—1972).
Perbedaan antara kedua ejaan tersebut berkisar pada penulisan vokal, konsonan, dan tanda apostrof (‘).
Perlu kerja keras dan waktu yang panjang untuk menerapkan ejaan terbaru pada saat itu. Kendala luasnya wilayah dan komunikasi yang tidak semudah saat ini, peralihan dari Ejaan van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi menjadi hal yang tidak mudah. Saat Orde Baru, ejaan bahasa Indonesia yang baru pun juga ditetapkan.
Ejaan yang ditetapkan saat Orde Baru itu adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) melalui Kepres Nomor 57 Tahun 1972.
Sosialisasi adanya ejaan baru itu juga terus berjalan seiring dengan kajian-kajian para pakar bahasa Indonesia.
Hingga saat ini mengutip dari Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Pasal 2, “Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.”
Mengutip laman Kemdikbud.go.id, secara spesifik setidaknya terdapat lima hal yang menjadi perbedaan antara PUEBI dengan EYD.
Kelima perbedaan tersebut tersebar ke dalam dua subbab ejaan, yaitu pemakaian huruf dan pemakaian tanda baca.
- Perbedaan pertama terletak pada diakritik pelafalan vokal [e]. Pada PUEBI telah diatur diakritik vokal e mempunyai tiga contoh pelafalan yang berbeda. Namun, pada ejaan sebelumnya, yaitu di EYD hanya dicontohkan dua pelafalan [e].
Diakritik pertama yang disajikan pada EYD adalah [é] (taling tertutup) pada kata enak, petak, dan sore. Diakritik kedua, pelafalan vokal [ê] (pepet) pada kata emas, kena, dan tipe.
Diakritik pelafalan vokal [e] yang tidak disampaikan di EYD adalah diakritik ketiga, yaitu pelafalan vokal [è] (taling terbuka) pada kata militer, ember, dan pendek.
- Perbedaan kedua antara PUEBI dengan EYD adalah terdapat tambahan diftong [ei]. Jika sebelumnya di EYD telah disampaikan terdapat tiga diftong, PUEBI telah menyempunkan informasi terkait diftong di bahasa Indonesia sebanyak empat, yaitu ai, au, oi, dan ei. Tambahan diftong [ei] ini muncul karena adanya kata yang telah diserap seperti kata survei, eigendom, dan geiser.
Survei dalam KBBI bermakna ‘teknik riset dengan member batas yang jelas atas data; penyelidikan; peninjuan’, sedangkan eigendom dalam KBBI termasuk kata di bidang hukum yang bermakna ‘hak mutlak atas suatu barang; kepunyaam; milik’.
Selanjutnya, geiser dalam KBBI bermakna ‘mata air panas yang mengeluarkan uap air atau gas yang disemburkan ke udara’.
- Masih dalam subbab Pemakaian Huruf, perbedaan ketiga adalah adanya aturan penulisan huruf kapital. Pada aturan sebelumnya penulisan huruf kapital harus digunakan pada huruf awal sebuah nama orang, nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan.
Selanjutnya pada aturan terbaru di PUEBI ditambahkan satu ketentuan, yaitu selain nama-nama tersebut, kapital juga digunakan untuk huruf awal julukan. Contoh julukan yang dimaksud seperti Jenderal Kancil, Dewa Pedang, dan sebagainya. Aturan penulisan subbab Pemakaian Huruf yang tidak terdapat pada EYD adalah aturan penulisan huruf tebal.
Dalam PUEBI dijelaskan bahwa huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring. Selain itu, huruf tebal juga digunakan untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, dan subbab.
- Perbedaan antara PUEBI dan EYD selanjutnya adalah penggunaan tanda baca. Tanda baca merupakan hal yang wajib diperhatikan terutama dalam bahasa tulis.
Pada EYD yang diresmikan pada tahun 1972, tanda baca titik koma (;) tidak dijabarkan selengkap di PUEBI.
Pada aturan sebelumnya, titik koma (;) hanya digunakan untuk memisahkan bagaian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Selain itu, juga terdapat aturan, yaitu sebagai pengganti tanda hubung untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk. Selain dua aturan tersebut, aturan lain juga disampaikan di PUEBI.
Aturan lain tersebut adalah tanda titik koma (;) digunakan pada akhir princian yang berupa klausa dan digunakan untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.
Editor: Addi M Idhom