Menuju konten utama

Apa Itu BMAD, Berapa Biayanya, & Kenapa Viral Minta Dibatalkan?

Mengenal Bea Masuk Anti-Dumping atau BMAD yang sedang dikaji oleh Kemendag. Banyak pihak meminta BMAD dibatalkan. Lalu, berapa biayanya?

Apa Itu BMAD, Berapa Biayanya, & Kenapa Viral Minta Dibatalkan?
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kanan) memberikan keterangan pers usai melakukan kunjungan ke area pemeriksaan bea cukai di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (6/5/2024). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/Spt.

tirto.id - Bea Masuk Anti-Dumping atau BMAD belakangan menjadi perbincangan publik dan viral di sosial media. Banyak pihak meminta BMAD di batalkan. Lantas, apa itu BMAD? Berapa biayanya dan kenapa viral minta dibatalkan?

Tuntutan untuk membatalkan BMAD banyak disampaikan masyarakat melalui sosial media. Mereka menilai BMAD hanya akan menguntungkan sebagian pihak saja, sedangkan sebagian besar lainnya akan dirugikan oleh regulasi tersebut.

“Bea masuk anti dumping 200% ini sebenarnya kepentingan segelintir saja yg akan diuntung, sisanya jelas dirugikan, dukung untuk Batalkan BMAD segera,” tulis pengguna akun X @a_tharra.

“Sebelum membuat kebijakan kan seharusnya di kaji ulang secara detail, manfaatnya apa trus ada dampak buruknya gak? kalau belum valid ada baiknya kok Batalkan BMAD ini,” tulis pengguna akun X @sekarrlatI.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan kajian dan penetapan atas pungutan Bea Masuk Tindakan Pengawasan (BMTP) dan BMAD. Langkah tersebut diklaim sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan industri dalam negeri.

Terdapat 7 kategori barang impor yang rencananya akan dipungut BMTP dan BMAD antara lain tekstil dan produk tekstil, elektronik, kosmetik, alas kaki, pakaian jadi, produk tekstil jadi, dan keramik.

Asosiasi Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Edy Suyanto, menyambut baik kajian dan penetapan atas pungutan BMTP dan BMAD yang akan dilakukan oleh Kemendag tersebut.

"ASAKI sangat mengapresiasi langkah penyelamatan industri keramik nasional melalui instrumen Tarif Barrier BMAD yang mana sesuai dengan aturan dan koridor World Trade Organization," ungkap Edy saat dihubungi Tirto, Rabu (10/7/2024).

Apa Itu BMAD?

Sebelum mengetahui Bea Masuk Anti-Dumping atau BMAD, hal pertama yang perlu diketahui adalah mengenai pengertian dumping.

Mengutip laman Kemenkeu, dumping terjadi jika harga ekspor suatu barang yang diimpor ke negara lain kurang dari harga normal barang sejenis di pasar domestik negara pengekspor negara asal.

Dengan demikian, dapat disimpulkan dumping merupakan diskriminasi harga, di mana suatu perusahaan memberlakukan harga yang lebih tinggi di pasar domestiknya dibandingkan dengan pasar ekspor.

Kondisi seperti ini dampaknya bisa membuat industri dalam negeri suatu negara mengalami kerugian akibat barang import dijual dalam harga yang tidak wajar atau di bawah pasaran.

Pada tahun 1994, Indonesia menandatangani Agreement on Implementation of Article VI of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994, atau yang sering disebut dengan Anti-dumping Agreement (ADA).

Dalam regulasi tersebut, ADA memperbolehkan negara yang industri dalam negerinya dirugikan karena praktek unfair trade berupa dumping untuk mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) kepada produsen yang melakukan praktek unfair tersebut.

Pengenaan BMAD tersebut tentunya harus melalui proses penyelidikan yang membuktikan adanya dumping, adanya injury, dan adanya hubungan kausal antara dumping dan injury.

Guna mengatur lebih lanjut dan dalam rangka pelaksanaan UU 7 Tahun 1994, khususnya mengenai BMAD dan Bea Masuk Imbalan (BMI), pada tanggal 4 Juni 1996 Pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan.

Kemudian, pada bulan Juli 2011, PP tersebut dicabut dan diganti dengan PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.

Disamping kedua peraturan perundangan tersebut di atas (UU Nomor 7 Tahun 1994 dan PP No. 34 Tahun 2011), ketentuan perundangan domestik yang terkait dengan BMAD adalah UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No 17 Tahun 2006.

Pasal 19 ayat (1) UU regulasi tersebut mengatur bahwa BMAD dikenakan terhadap barang impor setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut.

Ketentuan UU ini juga mengadopsi dengan tegas ketentuan dalam anti dumping agreement sebagaimana tercantum pada pasal 18 yang berbunyi sebagai berikut:

BMAD dikenakan terhadap barang impor dalam hal:

a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan

b. impor barang tersebut:

  1. Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;
  2. Mengecam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan
  3. Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

Berapa Rencana Biaya BMAD Terbaru?

Besaran bea masuk saat ini sedang dihitung seiring beberapa barang masih dalam proses penyelidikan untuk menentukan pengenaan dari BMAD hingga BMTP. Meski begitu, Zulfikli Hasan mengusulkan bea masuk dalam rentang 50 persen hingga 200 persen.

"Kita tunggu dulu, [bea impor] bisa 50 persen, bisa 100 persen, bisa sampai 200 persen, jadi tergantung dari hasil KPPI," ujar Zulkifli.

Usulan atas pengenaan bea masuk tujuh kategori barang impor juga diketahui berdasarkan Rapat Terbatas (Ratas) bersama Presiden Joko Widodo dan Kementerian Perindustrian.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengungkapkan pemerintah akan mengkaji wacana bea masuk 200 persen terhadap barang-barang impor asal Cina. Dia menjelaskan, pihaknya membutuhkan waktu dua pekan untuk mengkaji wacana itu.

"Itu bagian dari pembahasan nanti dua minggu lagi kami laporkan," kata Agus Gumiwang usai mengikuti rapat terbatas di Istana, Selasa (2/7/2024).

Baca juga artikel terkait REGULASI atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra