Menuju konten utama

Bea Cukai Tunggu PP untuk Kenakan Tarif Cukai Makanan Olahan

Pengenaan tarif cukai pada makanan olahan masih sebatas usulan dari Kemenkes, belum ada pembahasan resmi dengan Kementerian Keuangan.

Bea Cukai Tunggu PP untuk Kenakan Tarif Cukai Makanan Olahan
Ilustrasi makanan olahan beku. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) dan instruksi dari Kementerian Kesehatan untuk dapat menerapkan tarif cukai makanan olahan.

Selain itu, proses pengenaan tarif cukai juga masih sebatas usulan dari Kemenkes, belum ada pembahasan resmi dengan Kementerian Keuangan.

“Kalau untuk itu kita belum. Tentunya nanti kan regulasi baru dibuat dan nanti pada waktunya mekanismenya Kemenkes akan koordinasi dengan Kemenkeu,” jelas Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani, di Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Setelah koordinasi antara Kemenkes dan Kemenkeu dilakukan, proses berlanjut ke kajian lengkap tentang penerapan tarif cukai makanan olahan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu.

“Dan kami support dari Bea Cukai jadi ada proses yang harus kita laluin,” imbuh dia.

Lebih lanjut, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan sebelum bisa menerapkan tarif cukai makanan olahan, pengusul dalam hal ini Kementerian Kesehatan harus membuat izin prakarsa terlebih dulu yang ditujukan kepada Sekretariat Negara (Setneg).

Selanjutnya, proses akan berlanjut dengan pembentukan Panitia Antar Kementerian (PAK) yang terdiri dari kementerian/lembaga terkait.

Selain menunggu PP untuk penetapan tarif cukai terhadap makanan olahan, DJBC juga belum menerapkan tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan serta plastik dengan alasan yang sama.

Di samping itu, penetapan suatu barang sebagai Barang Kena Cukai (BKC) pun perlu mempertimbangkan kondisi perekonomian nasional hingga ekosistem industri.

Karena itu, dalam pembahasan PAK, seluruh kementerian terkait perlu dilibatkan untuk mempertimbangkan untung rugi penetapan tarif cukai makanan olahan, MBDK dan plastik.

Usai pembahasan cukai di tingkat kementerian selesai dan kesepakatan didapat, rencana penetapan cukai makanan olahan harus dibawa ke Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang membidangi keuangan.

“Setelah memenuhi kriteria itu harus dilakukan penelitian, kajian segala macam. Terus proses hukumnya berarti harus dikonsultasikan dengan Komisi XI dan ditetapkan di Undang-Undang APBN. Andai kata ditetapkan tahun ini pun baru bisa diterapkan tahun depan,” jelas Nirwala.

Meski sudah masuk dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah harus memperhatikan terlebih dulu kondisi perekonomian nasional. Menurut Nirwala, saat kondisi perekonomian Indonesia sulit, ruang penerapan cukai pun akan semakin sempit.

“Tapi dalam penerapan cukai itu mesti ada PP-nya, ada di UU APBN butuh PP. Memang UU APBN itu bisa langsung dijalankan? Misal MBDK kemarin. Kita sudah siapin, tapi kan perekonomian nggak mendukung. Jadi ruang cukai kayak rokok itu ruangnya sangat sempit. Harus mempertimbangkan kesehatan, harus ada di RPJMN, di sisi lain harus mempertimbangkan industri,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait MAKANAN OLAHAN atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi