Menuju konten utama

Antam Tak Wajib Mengganti 1,1 Ton Emas yang Digugat Budi Said

Hakim menyatakan tidak ditemukan pembelian yang dilakukan oleh Budi Said atas emas 1,1 ton, sehingga PT Antam Tbk tidak wajib menggantinya kepada Budi Said.

Antam Tak Wajib Mengganti 1,1 Ton Emas yang Digugat Budi Said
Terdakwa kasus korupsi rekayasa transaksi emas Antam, Budi Said (kiri) mendengarkan keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/11/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.

tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor tidak sependapat dengan tuntutan uang pengganti kepada pengusaha asal Surabaya, Budi Said, dalam kasus dugaan rekayasa jual beli emas di PT Antam Tbk.

Saat membacakan putusan terhadap Budi Said, Ketua Majelis Hakim Tipikor, Toni Irfan, hanya memberikan hukuman tambahan kepada Budi Said berupa uang pengganti sejumlah 58.841 kg emas atau senilai Rp35,5 miliar, yang merupakan kelebihan emas yang diterima Budi Said atas transaksinya dengan PT Antam Tbk.

Padahal, jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung, selain menuntut Budi Said dengan uang pengganti berdasarkan kelebihan emas yang diterima oleh Budi Said, juga menuntutnya untuk membayar uang pengganti sejumlah 1,1 ton emas atau setara Rp1,07 triliun.

Total emas 1,1 ton atau setara Rp1,07 triliun tersebut merupakan nilai yang digugat oleh Budi Said secara perdata atas kekurangan serah emas yang diterima Budi Said dari transaksinya dengan PT Antam Tbk dan kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01.

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor:1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022, menyatakan bahwa PT Antam Tbk wajib menyerahkan emas sebanyak 1,1 ton atau setara dengan Rp1,07 triliun.

Namun, pada sidang putusan terhadap Budi Said, Jumat (27/12/2024), hakim hanya memberikan hukuman uang pengganti senilai Rp35,5 miliar, alasannya hakim menimbang bahwa jumlah uang pengganti adalah jumlah harta benda yang diterima oleh terdakwa dan bukan semata-mata kerugian negara.

"Bahwa dalam menentukan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi adalah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, bukan semata-mata jumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan," kata hakim dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).

Hakim menyatakan pertimbangan tersebut berdasarkan rumusan Pasal 18 Ayat 1 b UU Tipikor dan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (MA) tentang pidana tambahan uang pengganti. Oleh karena itu, hakim menyatakan tidak membebankan emas sebanyak 1,1 ton kepada Budi Said.

Kemudian, berdasarkan dengan fakta dari data dan dokumen keuangan, hakim menyatakan tidak ditemukan pembelian yang dilakukan oleh Budi Said atas emas 1,1 ton tersebut, sehingga PT Antam Tbk juga dinyatakan tidak wajib membayar emas 1,1 ton kepada Budi Said.

Selain itu, hakim menyebut putusan hakim terkait kasus korupsi emas pada tingkat pertama ini tidak dapat dipengaruhi oleh putusan sidang perdata.

"Akan tetapi walaupun demikian, perlu majelis hakim tegaskan bahwa kewajiban penyerahan emas Antam sebanyak 1.136 kilogram atau setara dengan nilai Rp 1.073.786.839.584 (Rp1 triliun) didasarkan atas perbuatan yang secara melawan hukum dilakukan oleh Terdakwa, maka PT Antam secara hukum tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan emas Antam sebanyak 1.136 kilogram atau setara dengan nilai Rp 1.073.786.839.584 kepada Terdakwa," tuturnya.

Diketahui, Budi Said divonis dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan penjara, serta uang pengganti senilai 58,841 kg emas atau senilai Rp35,5 miliar subsider 8 tahun kurungan penjara.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung. Sebelumnya, Budi dituntut dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara. Dia juga dituntut untuk membayar uang pengganti senilai Rp1,108 triliun.

Baca juga artikel terkait KASUS BUDI SAID atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Irfan Teguh Pribadi