Menuju konten utama

Anggaran BNN Meningkat, Tersangka Narkoba pun Meningkat

Lebih dari separuh anggaran Badan Narkotika Nasional untuk operasional birokrasi.

Anggaran BNN Meningkat, Tersangka Narkoba pun Meningkat
Header Periksa Data BNN. tirto.id/Rangga

tirto.id - Badan Narkotika Nasional (BNN) mengatakan setiap tahun para pengguna narkoba di Indonesia menghabiskan uang Rp72 triliun untuk membeli narkotika. Selain itu, sejak 2010, jumlah pengguna dan kasus tindak pidana narkoba terus meningkat. Berdasarkan data tersebut, Kepala BNN Inspektur Jenderal Budi Waseso menyatakan Indonesia kini dalam "kondisi darurat narkoba."

Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) Badan Narkotika Nasional (BNN), penyalahgunaan narkoba pada pelajar dan mahasiswa selama 10 tahun terakhir (2006-2016) menunjukkan tren menurun. Pada 2006, prevalensi penyalahgunaan narkoba pernah pakai sebesar 8,10 persen. Artinya, 8 dari 100 orang pelajar/mahasiswa pernah memakai narkoba seumur hidupnya walau hanya satu kali (ever used). Angka ini menurun menjadi 3,8 persen pada 2016.

Infografik Periksa Data BNN

Begitu pula angka prevalensi status pakai setahun terakhir (current user). Pada 2006, angkanya 5,2 persen, artinya 5 dari 100 orang pelajar/mahasiswa pernah pakai narkoba dalam setahun terakhir pada saat survei. Pada 2016, angka ini menurun menjadi 1,9 persen.

Perlu digarisbawahi, angka prevalensi ini hasil survei dengan menggunakan metode pengisian kuesioner kepada pelajar dan mahasiswa.

Meski nilai prevalensi menunjukkan tren menurun, tetapi tren kasus maupun tersangka narkoba meningkat. Data Polri dan BNN menyebut ada 26.678 kasus narkoba pada 2010 dan meningkat menjadi 40.897 kasus pada 2016.

Kasus terbanyak terkait jenis narkotika. Angka tertingginya pada 2015 (28.588 kasus) atau naik 23,58 persen dibanding tahun sebelumnya.

Kecenderungan tren peningkatan jumlah kasus terdapat pula pada kasus bahan adiktif lain: dari 10.885 kasus pada 2014 2015 naik menjadi 11.418 kasus pada 2015 atau meningkat 4,90 persen. Sementara tren kasus terkait narkoba jenis psikotropika menurun: dari 1.181 kasus pada 2010 menjadi 891 kasus pada 2015.

Infografik Periksa Data BNN

Sejalan jumlah kasus itu, tersangka narkoba menunjukkan tren peningkatan.

Sejak 2011 hingga 2105, rata-rata tersangka narkoba tumbuh 9,35 persen per tahun. Pada 2011, jumlahnya tercatat 35.640 orang, dan meningkat menjadi 51.332 orang pada 2015.

Infografik Periksa Data BNN

Narkotika paling banyak menjerat tersangka. Pada 2010, jumlah tersangka narkoba berjumlah 23.975 orang dan meningkat menjadi 38.152 orang pada 2015.

Pada kasus bahan adiktif lain, jumlah tersangka tertinggi terjadi pada 2013, sebanyak 13.356 orang, atau naik 61,52 persen dari tahun sebelumnya (8.269 orang).

Berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah tersangka penyalahgunaan narkoba terbesar adalah pelajar tingkat SLTA, disusul pelajar SLTP.

Pada 2010, jumlah tersangka narkoba pada tingkat SMP sebanyak 8.262 orang dan meningkat menjadi 12.765 orang pada 2015.

Untuk tersangka dengan tingkat SMA, jumlahnya 20.280 orang pada 2010 dan meningkat menjadi 30.055 orang pada 2015.

Sementara tersangka dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 943 pada 2010 dan meningkat menjadi 1.367 orang pada 2015.

Infografik Periksa Data BNN

Berdasarkan kelompok umur, jumlah tersangka narkoba pada kelompok usia lebih dari 29 tahun sebesar 26.620 orang pada pada 2015, naik 30,97 persen dari 20.325 orang pada 2014.

Ada tren penurunan jumlah tersangka pada kelompok umur kurang dari 16 tahun dan 16-19 tahun.

Persentase terbesar penurunan jumlah tersangka berusia kurang dari 16 tahun terjadi pada 2015 sebesar 23,85 persen dari tahun sebelumnya. Sementara penurunan terbesar pada kelompok umur 16-19 tahun pada 2014 sebesar 5,37 persen dari 2013.

Jumlah pengguna narkoba yang terus bertambah jadi indikasi bahwa ada penanganan yang kurang tepat dari BNN. Salah satunya distribusi anggaran BNN yang tidak menitikberatkan pada kegiatan pencegahan.

Dari data Kementerian Keuangan, rata-rata proporsi terbesar pengeluaran BNN pada operasional birokrasi. Selama 2010 hingga 2016, operasional birokrasi di BNN menyedot pengeluaran terbesar. Sementara pada 2009 dan 2015, realisasi anggaran terbesar pada kategori rehabilitasi terapi, masing-masing 54,48 persen dan 50,07 persen.

Infografik Periksa Data BNN

Sedangkan untuk realisasi anggaran terkait tindak pencegahan, seperti Penyelenggaraan Desiminasi Informasi Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba dan Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat, sejak 2009 hingga 2016, proporsinya tak pernah lebih 35 persen dari total anggaran.

Pada 2009, proporsi biaya untuk kegiatan pencegahan hanya 27,52 persen. Pada 2016, hanya 12,67 persen. Padahal, untuk memberantas narkoba sebagaimana jadi retorika pemerintahan Joko Widodo, pencegahan ialah langkah yang harus didahulukan demi melindungi masyarakat.

Minimnya realisasi anggaran pada kegiatan pencegahan berdampak pada peningkatan jumlah pengguna narkoba. Bahaya pengguna maupun pengedar narkoba yang tak tersampaikan pada masyarakat bisa jadi salah satu pemantik munculnya kasus dan tersangka baru.

Selain itu, selama ini banyak penanganan terhadap pengguna narkoba diarahkan pada hukuman pidana. Padahal, dibanding penanganan tindak pidana, kegiatan rehabilitasi dapat menjadi solusi. Kedua kegiatan, baik pencegahan maupun rehabilitasi, merupakan langkah utama dan penting demi mengurangi jumlah pemakai narkoba.

Namun, sayangnya, jumlah pengguna narkoba yang direhabilitasi baru 18 ribu orang dari 4,2 juta pengguna di Indonesia. BNN, yang memiliki empat rumah sakit, hanya mampu merehabilitasi 2 ribu orang; sedangkan swasta merehabilitasi 16 ribu orang.

Permasalahan dari sana tak hanya bikin kerugian negara kian besar, tetapi berujung kematian terhadap pengguna narkoba. Kini ada 5 juta penyalahgunaan narkoba dengan korban meninggal per hari mencapai 40-50 orang.

Bila tidak ditangani dengan tepat, persoalan ini akan menjadi bom waktu dan lingkaran setan yang tak kunjung terputus.

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Scholastica Gerintya

tirto.id - Hukum
Reporter: Scholastica Gerintya
Penulis: Scholastica Gerintya
Editor: Fahri Salam