Menuju konten utama

Amnesty Desak Pencabutan Larangan Ibadah Ahmadiyah di Garut

Amnesty Internasional Indonesia mendesak agar ruang beribadah bagi jamaah Ahmadiyah di Garut, Jawa Barat dibuka kembali.

Amnesty Desak Pencabutan Larangan Ibadah Ahmadiyah di Garut
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan keterangan terkait tindakan tim terpadu inisiasi Kemenko Polhukam atas deklarasi damai terhadap kasus pelanggaran HAM berat Talangsari 1989 di gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (4/3/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama.

tirto.id - Amnesty Internasional Indonesia mendesak agar ruang beribadah bagi jamaah Ahmadiyah di Garut, Jawa Barat dibuka kembali. Desakan itu dikeluarkan usai adanya diskriminasi kepada jamaah Ahmadiyah di Kampung Nyalindung, Garut.

“Kami mendesak pihak berwenang di Garut untuk segera mencabut penyegelan tempat ibadah tersebut dan menghentikan segala bentuk tindakan diskriminatif terhadap Jamaah Ahmadiyah,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/7/2024).

Dia mengatakan, pemerintah Kabupaten Garut melakukan penyegelan tempat ibadah jamaah Ahmadiyah. Penyegelan dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pada 2 Juli 2024.

Menurut dia, penyegelan itu menunjukkan diskriminasi yang nyata. Bahkan, merupakan pelanggaran serius oleh negara terhadap kelompok minoritas dalam menjalankan kebebasan beragama dan berkeyakinan yang dijamin konstitusi.

”Kebebasan beragama adalah hak fundamental yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara tanpa kecuali,” ujar Usman.

Dalam undang-undang pun, kata Usman, disebutkan bahwa setiap warga negara berhak untuk menjalankan ibadah agamanya tanpa takut diskriminasi, intimidasi, atau ancaman.

“Negara harus memastikan bahwa hak-hak konstitusional Jamaah Ahmadiyah dilindungi dan dihormati,” ungkap dia.

Disebutkan Usman, pada Selasa sore (2/7/2024) di Ruangan Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut dilaksanakan rapat koordinasi terkait Ahmadiyah di Nyalindung. Rapat itu dihadiri oleh perwakilan dari Satpol PP, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), Kejari, dan Polres Garut.

Usai rapat tersebut, puluhan aparat gabungan yang dipimpin oleh Kasatpol PP Kabupaten Garut menutup paksa Masjid Ahmadiyah di Nyalindung. Satpol PP menutup paksa masjid tersebut karena sebelumnya menerima audiensi dari ormas yang mengatasnamakan Gerakan Anti Ahmadiyah (GERAM) yang menolak keberadaan masjid itu, padahal tidak dipermasalahkan warga sekitar.

“Jamaah Ahmadiyah di Kampung Nyalindung sudah ada sejak tahun 1970-an dan hidup berdampingan secara damai dengan warga lainnya,” ucap Usman.

Masjid yang disegel itupun, kata Usman, digunakan jamaah Ahmadiyah di Nyalindung sebagai sarana ibadah, seperti salat lima waktu, mengaji Al-Quran, dan sarana pendidikan anak-anak belajar tentang keislaman.

Sebelum insiden di Garut tersebut, tutur Usman, data Amnesty International Indonesia mencatat selama Januari 2021 hingga Mei 2024 tercatat 121 kasus intoleransi atas umat beragama di Indonesia. Dia merinci, di antaranya berupa penolakan, pelarangan, penutupan, atau perusakan rumah ibadah maupun penyerangan atau intimidasi atas umat. Pelaku intoleransi berasal dari aparat negara, warga, maupun organisasi masyarakat.

Baca juga artikel terkait AHMADIYAH atau tulisan lainnya dari Ayu Mumpuni

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Ayu Mumpuni
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang