tirto.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) beraudiensi dengan Komisi Yudisial pada 1 November 2021 guna membahas kasus penganiayaan yang menimpa jurnalis Tempo, Nurhadi. Perkara ini masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.
“Kami meminta Komisi Yudisial melakukan pengawasan selama proses persidangan agar transparan dan berkeadilan,” ujar Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito, Senin (1/11/2021).
AJI pun mempertanyakan keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang tidak menahan kedua terdakwa. Tanpa penahanan, kedua terdakwa, yakni Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi, menjadi ancaman bagi korban.
Kini korban mengalami trauma atas penganiayaan tersebut dan masih dalam pengawasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kedua pelaku tidak pernah ditahan. Mereka juga tidak pernah diberi sanksi di internal kepolisian. Begitu pula saat perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, sampai saat ini Purwanto dan Firman bebas berkeliaran sebagai seorang terdakwa.
Sasmito berharap proses peradilan memberikan rasa keadilan bagi korban, karena kasus tersebut telah mencederai demokrasi dan kebebasan pers di tanah air.
Merespons persoalan itu, Komisioner Komisi Yudisial Sukma Violetta menerima pengaduan AJI dan akan terus melakukan pemantauan proses persidangan perkara Nurhadi.
“KY sesuai dengan kewenangannya menerima pengaduan dari masyarakat untuk melakukan pemantauan proses peradilan. Terutama perkara-perkara yang mempunyai dampak besar terhadap masyarakat. Kalau wartawan saja diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan warga biasa,” ucap Sukma.
Komisi Yudisial akan memantau proses persidangan tersebut guna menjaga independensi hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Bila dalam proses persidangan dinilai diskriminatif terhadap korban dan ditemukan pelanggaran selama proses persidangan, KY berwenang untuk memeriksa hakim.
“Misalnya, korban dikecilkan perannya, tidak dihargai kesaksiannya, dibentak-bentak, dan sebagainya, itu juga bisa dilaporkan ke kami. Kami akan memeriksa hakimnya sesuai mekanisme yang ada,” terang Sukma.
Nurhadi menjadi korban penganiayaan saat melakukan reportase di Gedung Samudra Bumimoro, Sabtu (27/3/2021) malam. Di sana, Nurhadi berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK.
Saat itu, di lokasi sedang berlangsung pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan putri Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jawa Timur. Nurhadi tak hanya dianiaya oleh para pelaku yang berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang, namun pelaku juga merusak kartu telepon di ponsel milik si jurnalis, serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel.
Dua anggota polisi tersangka kasus tersebut telah menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Surabaya pada 22 September 2021. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Winarko mendakwa kedua polisi dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dua polisi juga didakwa dengan tiga alternatif pasal lainnya, yakni Pasal 170 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, Pasal 351 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1), dan Pasal 335 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan