Menuju konten utama

Ada Pengurus MUI di Balik Aksi Penolakan Ahok di Ciracas

Kampanye Ahok di Ciracas menghadapi penolakan. Diduga ada mobilisasi massa dari daerah non-Ciracas. Pengurus MUI Ciracas aktif menyiapkan aksi penolakan.

Ada Pengurus MUI di Balik Aksi Penolakan Ahok di Ciracas
Ahok melakukan kampanye dengan blusukan di kawasan Jatinegara. FOTO/ahok.org

tirto.id - “Istighfar. Istighfar. Bapak-bapak kenal saya, kan? Yuk, sudah, yuk. Tenang," ujar Kepala Kepolisian Sektor Ciracas, Komisaris Tuti Aini, berusaha meredam kemarahan para demonstran yang menolak kedatangan Ahok di Ciracas.

Kampanye gubernur non aktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali dihadang massa yang menolak. Kali ini terjadi di Jalan Raya Centex, Gang Mandiri, Ciracas, Jakarta Timur, Selasa pekan lalu (15/11). Awalnya kampanye Ahok berjalan lancar. Tiba di Gang Mandiri RT 03/ RW 10, Ahok sudah dinanti kerumunan warga. Beberapa warga menunggu sambil mengenggam ponsel berkamera.

Ahok memasuki gang dengan kawalan kepolisian. Seorang ibu menyambut kedatangan Ahok dengan pelukan. Bahkan mantan Bupati Belitung Timur itu sempat menggendong anak kecil. Dia pun berpesan. “Ibu-ibu jangan lupa ya anaknya divaksin,” kata Ahok.

Suasana cair kampanye Ahok hanya berlangsung beberapa menit. Ketika Ahok menuju lapangan yang berada di ujung Gang Mandiri, puluhan orang datang untuk mencegat. Mereka menyerukan penolakan. Pendemo semakin mendekat ketika juru bicara tim pemenangan Ahok-Djarot, Ruhut Sitompul, mempromosikan calon pasangan yang diusung koalisi empat partai itu melalui pengeras suara.

Kepolisian dari Polsek Ciracas yang dipimpin Komisaris Tuti buru-buru mendekati massa yang mencoba mendekati Ahok. Namun, pendemo tetap menyerukan penolakannya. Pendemo semakin tersulut saat ada seorang pendukung Ahok berteriak: “Ayo maju, kita pakai baju partai, jangan takut.”

Aksi penolakan terus berlanjut. Di tengah guyuran hujan, massa pendemo tak juga mundur. Kepolisian siaga mengamankan kampanye Ahok. Di tengah seruan pendemo dan derasnya hujan, mereka tetap bertahan. Sementara Ahok asyik melakukan safari dengan warga sambil berselfi, 30 menit kemudian dia meninggalkan lokasi.

Mobilisasi Massa dari Berbagai Wilayah

Sehari sebelum kampanye, Ketua RT 03/ RW 10 Kelurahan Ciracas, Suyadi, disambangi Hambali, Ketua Ranting PDI Perjuangan Kecamatan Ciracas. Hambali datang pada Senin pagi (14/11) meminta izin untuk Ahok melakukan kampanye di RT 03.

Kepada Suyadi, Hambali yang datang bersama anggota kepolisian, mengutarakan Ahok akan melakukan kampanye dengan mengunjungi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang berada di wilayahnya. Selain menemui warga dan menyambangi RPTRA, Ahok juga direncanakan menjenguk salah seorang warga RT 03, seorang nenek bernama Icih.

Karena datang baik-baik dan memberitahukan secara lisan, Suyadi pun tidak keberatan Ahok melakukan kampanye di RT 03. “Saya tidak bisa menghalangi siapapun yang datang,” ujar Suyadi kepada Tirto.

Ia pun kemudian berdiskusi dengan Ketua RW 10. Tadinya, Suyadi ingin mengajak Hambali ke rumah Ketua RW untuk menjelaskan situasi dan kondisi kehadiran Ahok di lingkungan mereka. Akan tetapi, kesibukan Hambali membuat rencana Suyadi gagal. Tirto pun kesulitan menemui Hambali. Berkali-kali berkunjung ke sekretariat PDIP ranting Ciracas, yang sekaligus kediaman pribadi Hambali, ia selalu tak ada di lokasi.

Sore hari, Suyadi kedatangan tamu lagi. Kali ini yang datang adalah Wiliam Yani dan Manuara Siahaan. Keduanya Anggota DPRD DKI dari PDI Perjuangan. Kepada Suyadi, keduanya pun memastikan rencana kampanye Ahok tetap berjalan. Suyadi pun mengatakan jika sebetulnya, rencana kampanye Ahok juga sudah didiskusikan pada Ketua RW 10.

Kabar rencana Ahok bakal melakukan kampanye didengar tokoh masyarakat Ciracas, Ahmad Bunmai. Habib Bunmai, begitu ia biasa dipanggil, mencari kebenaran kabar soal rencana kampanye Ahok. "Dia (warga) lapor akan ada blusukan Ahok yang diterima RT 03 RW 10," ujar Ahmad Bunmai saat ditemui Tirto di kediamannya, Rabu lalu.

Malam hari, empat orang mendatangi Suyadi. Salah seorang di antara mereka adalah Sekretaris MUI Ciracas, Haji Anwar Islam. Kepada Suyadi, Anwar mencoba mengkonfirmasi kedatangan Ahok berkampenye di RT 03. Dalam kesempatan itu, H. Anwar menegaskan jika rencana kampanye itu akan ditolak kelompok massa.

"Saya berpesan ya sama pak RT, bilamana nanti ada orang menolak Pak Ahok, maka Pak RT jangan melarang," ujar Suyadi menirukan perkataan Anwar.

Anwar Islam tidak mengelak saat dikonfirmasi mengenai kedatangannya menemui Suyadi. Ia mengaku datang ke rumah Suyadi pada pukul 19.30 malam menjelang kedatangan Ahok. "Saya mencoba mencari kejelasan ke pengurus setempat, pengurus yang ada di sana. Dia menyampaikan dia (Ahok) memang akan hadir namun jamnya tidak tahu," kata Anwar melalui sambungan telepon.

Dia menegaskan, tokoh masyarakat dan ormas memang tak mau tempatnya didatangi Ahok. Mereka beralasan, Ahok telah melakukan penistaan agama dan menghina para ulama.

Berasal dari Berbagai Wilayah dan Ormas

Sebelum Ahok tiba di RT 03/ RW 10, Anwar memerintahkan anak buahnya untuk mengawasi situasi di lapangan. Sementara massa mulai berdatangan dan dikumpulkan di kediaman Ahmad Bunmai.

Dari pengamatan anak buah Anwar, ia menyimpulkan rencana Ahok berkampanye di Jalan Raya Centex, Gang Mandiri, RT 03/RW 10, hanyalah pencitraan saja.

"Pagi hari saya suruh orang pantau keadaan nenek tua yang mau ditemui Pak Ahok tadi. Ternyata sehat wal afiat. Berjalan lancar. Lalu kemudian, foto-foto video keadaan nenek itu kita sebar ke masyarakat bahwa rencana Ahok untuk membawa nenek itu cuma akal bulus saja," kata Anwar.

Ahok memang direncanakan mengunjungi seorang nenek bernama Icih. Bahkan rencana kunjungan ini juga didengar Kapolsek Ciracas, Komisaris Tuti Aini.

Pagi hari sebelum kedatangan Ahok, Tuti sudah lebih dulu menemui Suyadi pada jam delapan pagi. Suyadi pun menemani Tuti untuk mengelilingi gang untuk mengetahui jalur kampanye Ahok. Selama melakukan pengecekan jalan yang bakal dilintasi Ahok, Suyudi pun menjelaskan kepada warga soal rencana kampanye Ahok di sekitar tempat mereka.

Sementara itu, di tempat terpisah, Ahmad Bunmai kedatangan petugas Panwaslu sekitar Pukul 08.30 WIB. Petugas ini memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangannya. Mereka menjelaskan rencana Ahok berkampanye di wilayah RT 03 RW 10. Tidak lama berselang, saat masih menerima Panwas, Ketua RW 10 Agus Yulianto menghubungi Bunmai dan mengatakan bahwa acara yang digelar RT 03 RW 10 tidak ada izin.

Ahok direncanakan bakal memulai kampanye dari Gang Sopan yang bersebelahan dengan Gang Mandiri. Kemudian, mantan Bupati Belitung Timur ini akan menemui warga dan mengunjugi RPTRA. Setelah itu, Ahok berniat mengunjungi Icih, salah seorang warga RT 03 yang dikabarkan menderita sakit. Setelah itu Ahok direncanakan juga bakal mengunjungi RT 01 dan kemudian dijemput di Masjid Nurul Iman untuk melanjutkan acara di tempat lain.

Anwar mengatakan, karena rencana mengunjungi Icih dianggap hanya pencitraan, maka terjadilah terjadi gerakan massa. Menurut Anwar, kedatangan Ahok memang sejak awal tak dikehendaki karena, apalagi jika bukan, isu penistaan agama. Tudingan melakukan pencitraan dengan mengunjungi Nenek Icih, menurut Anwar, menjadi alasan tambahan.

Dari Manis Menjadi Insiden

Namun massa yang sudah memadati pelataran Masjid Al Taubah terkecoh. Ahok yang awalnya diyakini bakal memulai kampanye dari Gang Sopan, ternyata masuk melalui Gang Mandiri. Massa yang tadinya berkumpul dan menunggu di depan Gang Sopan, kemudian bergerak ke Gang Mandiri. Di sana mereka melakukan orasi menolak Kampanye Ahok.

Di sisi lain, perjalanan Ahok dari Gang Mandiri ke RPTRA Ciracas yang sedang dibangun memang terasa manis bagi petahana yang sedang dihajar kanan kiri ini. Tidak sedikit warga meminta berfoto hingga berbicara intens dengan warga RT 03 RW 10. Tidak sedikit warga mengucapkan terima kasih atas program pemerintah.

"Warga menyambut baik, sangat baik," tutur Suyadi.

Meskipun sudah dilindungi oleh kepolisian, sejumlah simpatisan dan Satuan Tugas pengamanan PDIP pun ikut turun. Mereka menjaga Ahok agar kampanye berjalan lancar.

Kedua pihak pun bertemu di kompleks pembangunan RPTRA. Kompleks yang juga lapangan itu mempertemukan warga yang menolak dan para simpatisan. Warga yang menolak meneriakkan selawat dan bacaan-bacaan Islami sementara satgas menjaga lingkungan kampanye Ahok. Kepolisian pun menjaga agar umat muslim yang menolak tidak mengganggu jalannya kampanye.

Sayang, ada yang bermain di air keruh. Massa penolak Ahok pun merespons. Menurut kelompok penolak, hal itu terjadi karena ada oknum PDIP yang bermain di air keruh.

Indografik HL Melibas PDIP di Ciracas

Bentrokan pun tidak terelakkan. Ahok pun langsung diamankan. Warga sekitar pun berusaha menenangkan kericuhan antara umat muslim dengan satgas PDIP. Ahmad Bunmai, yang juga menjadi salah satu peserta aksi berupaya untuk menenangkan umat muslim yang reaktif. Dalam kericuhan tersebut, satu orang dikabarkan mengalami luka saat melerai pertikaian. Korban terluka akibat dipukul satgas dengan menggunakan tongkat kayu dengan panjang sedang. Beruntung kericuhan tersebut tidak berjalan lama. Hujan yang mengguyur membuat massa membubarkan diri sementara Ahok langsung meninggalkan Ciracas.

Kabar munculnya korban sama sekali tidak diketahui Suyadi. Pasca acara kedatangan Ahok, masyarakat kembali seperti biasa. Kisah munculnya korban baru diketahui Suyadi dan Hambali setelah mereka dipanggil oleh Ketua RW selang dua hari kemudian.

Dalam pertemuan itu, ketua RW juga mengundang Ketua RT 04, Ahmad Bunmai Ahmad, serta sang korban. Dalam pertemuan yang dihadiri kapolsek, babinsa, dan petugas dari Polda Metro Jaya, ketua RW marah karena tidak memberi tahu adanya kegiatan tersebut. Wakil Ketua RW 10 Chairullah (68) membenarkan bahwa pihak RW 10 tidak mendapat informasi apapun saat Ahok blusukan ke RW 10.

"Ini sama sekali kita tidak diberitahu," jelas Chairullah kepada Tirto.

Bukan Baru Terjadi

Sejatinya tempat penolakan Kampanye Ahok memang merupakan basis para ulama. Setidaknya itu bisa dilihat dari para pendemo Camat Mason yang kebanyakan tokoh agama Ciracas. Dalam tuntutannya saat itu, massa menolak kehadiran Mason karena dianggap meresahkan warga. Bahkan dalam salah poin penegasan tuntutan mereka untuk mengganti Mason, mereka tak menjamin jika Ciracas dapat tetap kondusif.

Apalagi sebagian daerah ini memang bukan basis pemilih PDI Perjuangan. Kelurahan Ciracas, yang masuk Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, pada Pilpres lalu dimenangkan Prabowo-Hatta, meski hanya menang tipis.

Seperti terpacak pada kawalpemilu.org, di Kelurahan Ciracas, pasangan nomor urut 1 dalam pilpres mengantongi 19.299 suara atau 51,26 persen. Sementara PDI Perjuangan yang mengusung Jokowi-JK hanya beroleh 18.349 suara atau 48,74 persen. Di lima kelurahan berada di Kecamatan Ciracas, pasangan Jokowi-JK juga hanya unggul di kelurahan Kelapa Dua Wetan. Total perolehan suaranya 13.401 atau 50,71 persen.

Aksi penolakan semacam itu bukan baru terjadi sekarang di Ciracas. Aksi demonstrasi penolakan warga juga pernah terjadi terhadap Camat Ciracas yang berlatar belakang non-muslim. Sama seperti kehadiran Lurah Susan di Lenteng Agung, Mason Sinaga yang ditugaskan menjadi camat di Ciracas mendapat penolakan keras.

Kejadian penolakan itu terjadi pada Juli lalu. Saat itu, sekelompok orang yang terdiri dari para ulama, ormas-ormas Islam, MUI, Dewan Masjid serta Gabungan Majelis Ta’lim seluruh Ciracas melakukan demonstrasi menolak pengangkatan Mason Sinaga oleh Ahok sebagai Camat Ciracas. Manson dilantik sebagai Camat Ciracas pada 17 Juni 2016 lalu.

Alasannya, Mason bukan merupakan muslim. Aksi penolakan itu diejawantahkan dengan demonstrasi di depan Kantor Walikota Jakarta Timur.

Aksi penolakan Ahok di Ciracas terlihat tidak seorganik atau sespontan yang terjadi di Cipinang. Insiden yang menghalangi langkah Djarot di Jl. Al-Mujahidin, Cipinang, relatif lebih spontan dan organik. Kemarahan massa kepada Ahok terkait dugaan penistaan agama memang riil dan tidak bisa diremehkan melulu sebagai aksi bayaran atau aksi mobilisasi.

Walau tahu Djarot akan datang, dan penolakan sudah dinyatakan, namun insiden yang menghalangi gerak Djarot di Cipinang itu juga disebabkan oleh sebab-sebab "non-politis". Warga di sana kebetulan memang sedang banyak berkumpul usai acara pemakaman salah seorang warga. Kebanyakan juga warga setempat, sedangkan warga dari daerah lain relatif sedikit.

Di Ciracas, aksi penolakan tampak tidak seorganik di Cipinang. Tirto mencoba melacak dari mana saja massa yang hadir. Massa yang hadir sebagian memang warga Ciracas, namun ada juga anggota berbagai ormas, yaitu Forkabi, Forbeci dan FBR. Bahkan ada juga yang datang dari Cibubur dan Cipayung. Kepada Tirto, Ahmad Bunmai mengakui hal itu.

Namun Ahmad Bunmai, yang berperan sebagai pemimpin massa, menegaskan jika massa bukan orang bayaran. Mereka datang secara sukarela. Ia membantah anggapan bahwa yang terjadi adalah mobilisasi, juga menerangkan tidak ada saweran atau uang logistik. Secara retoris, ia mengungkapkan kalau dirinya malah merogoh koceknya sendiri.

"Kita keluar kopi segala macam. Siapa yang bayar?" katanya.

Di Cipinang, ulama dan ustad yang hadir dalam pertemuan warga yang memutuskan menolak Djarot berkampanye memang berasal dari daerah itu juga. Hampir tidak melibatkan tokoh ulama "struktural" seperti yang terjadi di Ciracas di mana H. Anwar Islam selaku Sekretaris MUI Ciracas aktif dalam aksi penolakan, termasuk mendatangi pengurus RT untuk menyampaikan penolakan.

Tirto (25/11) mengklarifikasi persoalan ini kepada MUI Pusat. Ditanyakan soal boleh tidaknya pengurus MUI berpolitik praktis, menolak kedatangan Ahok, sampai mendatangi RT/RW, K.H. Ma'ruf Amin selaku Ketua MUI Pusat mengatakan: "Secara MUI tidak boleh. Membawa nama MUI dalam kegiatan politik praktis itu tidak boleh, tetapi kalau pribadi-pribadi itu terserah mereka. Kalau (bawa) MUI enggak boleh."

Baca juga artikel terkait PENOLAKAN AHOK-DJAROT atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher & Arbi Sumandoyo
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zen RS