tirto.id - Kelanjutan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang dilakukan terdakwa Buni Yani menemui babak baru. Tim pengacara memanggil Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra untuk menjadi saksi ahli dalam sidang yang digelar di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa (12/9/2017).
Yusril diminta untuk memberikan keterangan ahli terhadap dua dakwaan alternatif yang ditujukan kepada Buni Yani.
“Hari ini saya datang ke persidangan dalam perkara Buni Yani, diminta untuk memberikan keterangan ahli terhadap dua dakwaan alternatif yang ditujukan kepada terdakwa,” ujar Yusril di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa (12/9) sebagaimana dikutip Antara.
Tim pengacara sengaja mendatangkan Yusril sebagai saksi ahli yang meringankan Buni Yani. Ia datang bersamaan dengan Buni Yani sekitar pukul 09.30 WIB.
Perihal kedatangannya sebagai saksi ahli, Yusril berjanji akan bersikap netral dengan menjawab seluruh pertanyaan dari majelis hakim maupun jaksa. Saat itu, ia belum bisa memberikan komentar apapun terkait perkara yang menimpa Buni Yani.
“Saya hadir kini sebagai saksi ahli dalam posisi netral, objektif dan memberikan keterangan di bawah sumpah,” katanya.
Selain itu, politisi berusia 61 tahun ini juga menjelaskan jika kedatangannya bukan berarti mendukung salah satu pihak, melainkan hanya memberikan keterangan yang dibutuhkan dalam persidangan. Yusril menambahkan, hasil keterangannya nanti dapat digunakan sebagai pertimbangan majelis hakim.
Usai sidang
Seusai sidang perkara kasus Buni Yani, Yusril menilai bahwa kasus yang terkait pasal 32 ayat 1 UU ITE ini tidak bisa dipidanakan. Alasannya, karena terdakwa bukan mengunggah video yang bersifat rahasia.
“Jadi kalau orang kemudian meng-upload atau menyebarluaskan sesuatu yang kemudian diubah isinya itu bisa dipidana. Tapi itu terkait dengan ayat 3, yaitu kalau sesuatu itu memang bersifat rahasia,” ucap Yusril saat memberikan kesaksiannya dalam sidang di Gedung Perpustakaan dan Arsip Kota Bandung, Selasa (12/9/2017).
Yusril menambahkan, seseorang bisa dipidana apabila publik tidak menemukan sumber asli video. Namun dalam kasus yang menimpa Buni Yani, video yang telah diunggah adalah video yang berasal dari pemerintah DKI Jakarta lewat platform Youtube.
“Sudah ada di Youtube, jadi dia bukan sebuah dokumen yang sifatnya rahasia, tapi dokumen yang menjadi milik publik,” jelas Yusril.
Menurutnya, kasus Buni Yani ini masuk ke dalam delik materiil yang diatur dalam pasal 36 UU ITE. Ini berarti, dakwaan jaksa mengenai pasal 27 dan 32 ayat 1 harus menimbulkan akibat, atau kerugian bagi masyarakat. Hal ini pula yang membuatnya yakin jika Buni Yani tidak bisa dipidanakan.
“Jadi apa yang dilakukan Buni Yani ini kalau kita pahami sebagai delik materiil, akibatnya itu tidak terjadi. Jadi dia nggak bisa dipidana,” beber Yusril.
Terkait pasal 28 yang disangkakan pada Buni, Yusril berpendapat bahwa Buni hanya mengutip pernyataan Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ketika berada di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Tambahnya, tidak ada unsur berita bohong atau fitnah yang diperbuat Buni Yani, jadi pasal 28 seharusnya tidak bisa disangkakan kepadanya.
“Ini kan bukan Buni Yani, Buni Yani mengutip pernyataan Ahok. Omongan Ahoknya begini, Buni Yani bertanya ini bakal heboh nih, ini bakal begini begini,” jelas Yusril.
Seusai memberikan keterangan, Yusril tetap berharap jika pendapatnya tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memutuskan kelanjutan hukum perkara Buni Yani. Sebab, semua pasal-pasal yang disangkakan membutuhkan penafsiran dari majelis hakim.
“Saya kira nanti majelis hakimlah yang harus menafsirkan norma-norma itu seadil-adilnya bagi yang bersangkutan,” tutupnya.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo