tirto.id - Kementerian Hukum dan HAM membatasi wartawan meliput pemilihan umum di Lembaga Pemasyarakatan, Rabu 17 April 2019. Mereka membatasi wartawan hanya mengambil gambar proses pemilihan tanpa wawancara dengan petugas TPS. Aturan itu dipajang dalam surat yang keluarkan Kepala Divisi Pemasyarakatan DKI Jakarta, R. Andika Prasetyo.
"Awak media hanya diizinkan mengambil gambar suasana di dalam TPS, tidak boleh melakukan wawancara kepada pegawai, WBP, dan petugas KPPS," kata Andika dalam keterangan tertulis yang tertempel di pintu masuk Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta.
Tak hanya itu, media pun hanya diberi waktu 3 menit untuk meliput setiap TPS pada UPT dengan jumlah TPS lebih dari 2 TPS. Sedangkan UPT dengan jumlah 2 TPS, memiliki waktu maksimal 3 menit untuk masing-masing TPS. Para wartawan juga tidak diperbolehkan menunggu hasil penghitungan suara di dalam.
Saat melakukan peliputan di dalam, reporter Tirto ditegur oleh petugas lapas ketika meminta kontak dari saksi. Sebelum meliput, pada Jumat, 12 April 2019, reporter Tirto telah mengajukan surat izin kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM, Sri Puguh Budi Utani untuk peliputan di Lapas saat Pemilihan Umum 2019.
Setelah itu, kami terus menanyakan kejelasan perihal surat izin kami, baik melalui Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, hingga menghubungi Dirjen PAS, tapi hingga Selasa, 16 April 2019 malam pukul 22.00, kami masih belum mendapat kejelasan terkait perizinan, dan kepastian ikhwal mekanisme liputan di Lapas baru kami dapatkan pada hari pencoblosan.
Menanggapi masalah itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Mahardhika mengatakan seharusnya wartawan bisa tetap mendapatkan akses untuk melakukan liputan di Lembaga Permasyarakatan atau lapas.
“Jika wartawan sudah ada akses ke lapas untuk meliput, seharusnya bisa difasilitasi untuk mendapat informasi tentang proses pemungutan suara tanpa mengganngu jalannya pelayanan terhadap pemilih,” kata Mahardhika kepada reporter Tirto pada Rabu (17/4/2019).
Mahardhika mengatakan bahwa pengaturan akses ke lapas memang ketat. Wartawan harus tetap mendapat akses.
“Jadi ada dua akses ya mbak. Pertama akses untuk masuk ke area lapas yang memang agak ketat. Kedua akses mendapat informasi tentang proses pemungutan suara,” ujar Mahardhika.
Terkait larangan mewawancarai pegawai, warga binaan pemasyarakatan (WBP), dan petugas KKPS, Mahardhika mengatakan seharusnya wartawan diberi akses mewawancarai Kepala Lapas.
“Untuk akses informasi, seharusnya bisa difasilitasi Kalapas. Wawancara KPPS dikhawatirkan mengganggu layanan kan lagi bertugas,” kata Mahardhika.
Editor: Mawa Kresna