Menuju konten utama

YLKI: Negara Tak Lindungi Hak Konsumen di Kasus Meikarta

Ketidakberdayaan negara dalam melindungi kepentingan konsumen tampak dari kenaikan tarif listrik, harga BBM dan impor bahan pangan untuk memenuhi pasokan dalam negeri.

YLKI: Negara Tak Lindungi Hak Konsumen di Kasus Meikarta
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi. FOTO/Istimewa.

tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merilis catatan akhir tahun (Catahu) 2017 tentang ketidakhadiran negara dalam perlindungan konsumen. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, pangkal masalah tersebut berasal dari kebijakan yang berorientasi pro pasar (market oriented) misalnya dalam konteks pre-market control kasus Meikarta.

Menurut YLKI, negara secara terang-terangan mendukung tindakan pelanggaran hak-hak konsumen oleh pengembang dalam hal penjualan produk properti yang belum jelas bentuknya serta masih bermasalah status perizinannya.

"Ini bisa kita lihat dari statemen yang dikeluarkan oleh Pak Luhut Binsar Pandjaitan (Menteri Koordinator Kemaritiman) yang beberapa kali mendukung Meikarta," ungkapnya di Kantor YLKI, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (19/1/2018).

Puncaknya ketidakberdayaan negara dalam melindungi kepentingan konsumen, kata Tulus, adalah kenaikan tarif listrik, harga bahan bakar minyak (BBM) dan impor bahan pangan untuk memenuhi pasokan dalam negeri.

"Padahal, dalam janji kampanye presiden dengan tegas menyatakan tidak akan melakukan impor untuk menunjukkan kedaulatan negara atas pangan," ujarnya.

Di luar kebijakan yang bersifat pro terhadap pasar itu, Negara juga tidak hadir dalam kasus kriminalisasi konsumen oleh pelaku usaha. Contoh kasus teraktual, menurut YLKI, adalah kriminalisasi komedian tunggal Muhadkly MT alias Acho.

Pada Agustus 2017, pengembang apartemen Green Pramuka melaporkan Acho ke polisi atas tuduhan pencemaran baik karena tulisan-tulisan Acho di blog dan media sosial yang merasa dirugikan pengembang Apartemen. Padahal, tulisan itu hanya merupakan kekecewaannya karena janji yang ditawarkan pengembang apartemen Green Pramuka tidak sesuai kenyataan.

Dalam kasus Acho, lemahnya peran negara juga semakin diperparah dengan keberpihakan penegakan kepolisan kepada pengembang. Hal itu ditunjukkan dari tindakan cepat dalam menanggapi laporan Green Pramuka, namun bertindak lamban dalam menanggapi aduan masyarakat.

Padahal, tindakan Acho sesuai dengan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam regulasi tersebut, ditegaskan bahwa konsumen memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan keluhan yang sesuai dengan fakta, termasuk melalui media sosial.

"Yang penting yang disampaikan konsumen fakta hukumnya sudah jelas, bukan hoax, yang berpotensi fitnah dan itu juga yang menjadi keluhan banyak konsumen Green Pramuka," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PERLINDUNGAN KONSUMEN atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Yantina Debora