Menuju konten utama

YLKI Tuntut BPJT Berani Terapkan Sistem Penutupan Gerbang Tol

BPJT diminta untuk berani memberlakukan sistem penutupan gerbang tol guna membatasi volume kendaraan sehingga mengurangi kemacetan.

YLKI Tuntut BPJT Berani Terapkan Sistem Penutupan Gerbang Tol
Antrean kendaraan menuju jalur wisata Puncak di tol Jagorawi, Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/12). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Saat ini khususnya di Jakarta standar kecepatan melintas di jalan tol sudah tidak relevan karena banyaknya volume kendaraan yang masuk. Kondisi ini juga kerap menyebabkan kemacetan di jalan tol.

Karenanya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, sistem penutupan gerbang tol perlu untuk membatasi volume kendaraan harus berani diberlakukan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Ini dapat dilakukan memberi informasi tentang volume kendaraan yang sudah tertampung dan kapasitas maksimalnya di gerbang masuk tol.

“BPJT harus berani untuk mengalihkan kendaraan karena gate sudah penuh. Sudah tidak memenuhi target dari kecepatan rata-rata, ya dialihkan ke arteri, jalan biasa. Itu diinformasikan di awal gate-nya," ujar pengamat YLKI Agus Suyatnopada di Jakarta, Kamis (7/12/2017).

Menurutnya, kebijakan itu akan lebih adil bagi pengguna jalan sehingga mengetahui kondisi jalan tol dan konsekuensinya secara terang-terangan. Pengguna jalan yang mengeluarkan uang harus mengetahui betul konsekuensi yang diterimanya.

“Jalan tol itu kan jalan berbayar, sedangkan jalan arteri itu enggak berbayar, jadi ketika ada informasi tersebut konsumen [pengguna jalan] jadi punya pilihan. Apakah mau masuk jalan tol tapi tetap macet, atau di jalan arteri padat atau macet, tapi tidak berbayar. Informasi inilah yang dibutuhkan konsumen jadi konsumen ada pilihan,” jelas Agus.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.16 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol standar kecepatan laju di jalan tol untuk di dalam kota 40 kilometer (km)/jam, untuk di luar kota 60 km/jam.

BPJT mengakui, standar kecepatan itu khususnya untuk di Jakarta sudah tidak relevan karena banyaknya volume kendaraan sehingga mengakibatkan kemacetan di jalan tol. Namun, ia juga menyangsikan sistem pembatasan volume kendaraan di jalan tol dapat menjaga standar kecepatan berkendara. Menurutnya, keputusan itu sulit diambil ketika menyadari kondisi jalan raya umum, seperti di Jakarta.

“Badan usaha diberi pilihan apa atas kondisi itu. Saya sepakat bahwa standar kecepatan itu harus kita jaga tapi dengan kondisi hari ini pertanyaannya: kalau kita tutup jalan tolnya ketika volume lebih besar apakah kita siap?” ujar Kepala BPJT Hery Trisaputra Zuna.

Ia menjelaskan, kemacetan di Jakarta terjadi baik di jalan tol dan di jalan raya umum. Jika diberlakukan sistem pembatasan kendaraaan di jalan tol, volume kendaraan di jalan umum akan meledak. Diakui Hery, pertumbuhan volume kendaraan memang lebih cepat, sementara pembangunan cenderung lambat.

Namun, YLKI juga menyayangkan soal kenaikan tarif di sejumlah ruas jalan tol per 8 Desember hari ini. Sebab, pengguna jalan dirasa belum mendapatkan fasilitas fisik dan informasi lebih optimal ketika tarif itu lebih tinggi.

“Konsumen membayar untuk sesuatu yang belum ada. Itu jadi tidak adil bagi konsumen. Idealnya kan ada fasilitas terlebih dahulu, baru ada kenaikan [tarif],” ujarnya.

Terkait hal itu, Hery menjelaskan bahwa alokasi tarif tidak bisa serta merta diperbandingkan dengan capaian pembangunan, meski dapat diukur. Pasalnya, ada beberapa tempat yang pendapatan jalan tolnya yang rendah.

“Dari situ bisa dievaluasi, kita kan berikan kenaikan setelah dua tahun. Bisa aja kita enggak buat jeda dua tahun penyesuaian tarif, tapi itu akan besar sekali di awal, kemudian flat sampai akhir masa konsesi,” ungkapnya.

Baca juga artikel terkait KENAIKAN TARIF TOL atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari