Menuju konten utama

Waskita Karya dalam Pusaran Kecelakaan Kerja Hingga Kasus Korupsi

BUMN konstruksi Waskita Karya sedang berhadapan dengan berbagai persoalan, mulai dari rentetan kecelakaan kerja hingga kasus korupsi.

Waskita Karya dalam Pusaran Kecelakaan Kerja Hingga Kasus Korupsi
Warga melintasi pintu gerbang yang rtutup di proyek pembangunan Pasar Rumput, Jakarta, Selasa (20/3/2018). tirto.id/ANdrey Gromico

tirto.id - Nama BUMN konstruksi PT Waskita Karya Tbk kembali jadi buah bibir. Perusahaan dengan kode emiten WSKT di bursa itu justru harus menghadapi berbagai persoalan. Waskita Karya tersandung persoalan hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua karyawan Waskita sebagai tersangka dugaan korupsi terkait pekerjaan fiktif.

“Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp186 miliar,” jelas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan seperti dilaporkan Tirto.

KPK juga menemukan indikasi korupsi pada 14 proyek yang pernah digarap Waskita. Proyek itu di antaranya seperti Proyek Jakarta Outer Ring Road (ORR) seksi W 1, Bendungan Jati Gede (Jabar), dan Banjir Kanal Timur Paket 22 (Jakarta). Waskita juga tengah menghadapi kasus korupsi yang melibatkan Kepala Divisi I Waskita Karya yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi dari pembangunan Gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Sulsel.

Selain persoalan korupsi, Waskita juga tersandung persoalan kecelakaan kerja. Sejak Agustus 2017 sampai dengan Maret 2018, sedikitnya sudah terjadi tujuh kecelakaan konstruksi, dan menimbulkan korban jiwa yang terjadi pada proyek Waskita Karya. Akademisi menilai banyaknya proyek yang dikerjakan BUMN menjadi penyebab terjadinya rentetan kecelakaan kerja. Pasalnya, proyek yang bejibun membuat tingkat ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan menjadi menurun.

Value proyek infrastruktur kita ini meningkat 3-4 kali. Namun, labor konstruksi kita hanya naik 2 persen. Artinya kerja BUMN kita itu overload,” tutur Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar Rosmariani Arifuddin kepada Tirto.

Sekretaris Perusahaan PT Waskita Karya Tbk. Shastia Hadiarti memilih untuk tidak banyak berkomentar terkait kasus-kasus korupsi dan kecelakaan kerja yang pernah menimpa perseroan. “Dengan jajaran manajemen yang baru, Waskita Karya bertekad untuk menerapkan standar tata kelola perusahaan atau Good Corporate Governance setinggi-tingginya,” katanya kepada Tirto.

Korupsi di proyek infrastruktur bukan hal baru, tak hanya melibatkan BUMN Waskita Karya saja. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sebanyak 241 kasus korupsi terkait pengadaan sektor infrastruktur sepanjang 2017.

Jumlah perkara korupsi pengadaan infrastruktur pada 2017 tersebut lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya. Pada 2016, ICW mencatat nilai kerugian negara akibat korupsi pengadaan infrastruktur hanya Rp680 miliar. Korupsi di sektor infrastruktur juga lumrah terjadi di luar negeri. Menurut American Society of Civil Engineers, nilai korupsi yang ditimbulkan sektor konstruksi di seluruh dunia ditaksir mencapai US$340 miliar per tahun.

Penelitian Loughborough University berjudul ‘Corruption in Construction Projects’ (2006) yang ditulis M.Sohail and S.Cavill menyebutkan praktik korup memang bisa terjadi di setiap fase proyek konstruksi. “Mulai dari ketika perencanaan, inspeksi, desain, penawaran dan penandatanganan kontrak, konstruksi, layanan dan operasi, hingga perawatan. Fase konstruksi menjadi fase yang paling rentan menimbulkan korupsi,” tulis M.Sohail and S.Cavill.

Infografik PT waskita karya tbk

Infografik PT waskita karya tbk

Keuangan Waskita Tetap Melesat

Walau tersandung banyak persoalan, kinerja bisnis Waskita tetap kinclong. Sejak Jokowi menjabat sebagai presiden pada 2014, kinerja pendapatan dan laba bersih Waskita melesat tinggi. Pada 2015, pendapatan Waskita tercatat Rp14,15 triliun, naik 38 persen dari 2014 sebesar Rp10,28 triliun. Moncernya pendapatan membuat laba bersih Waskita naik dua kali lipat dari Rp512 miliar menjadi Rp1,04 triliun.

Tren keuangan yang melesat berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2017, pendapatan Waskita tercatat Rp45,21 triliun naik 90 persen dari tahun sebelumnya. Sementara laba bersih tercatat Rp4,2 triliun naik 131 persen.

Kinerja yang kinclong juga bukan tanpa sebab. Proyek yang digarap Waskita memiliki nilai kontrak yang sangat besar, terutama dari jalan tol. Misal, pada 2014, Waskita menggarap proyek Jalan Tol Pejagan-Pemalang Seksi I senilai Rp1,12 triliun. Proyek Jalan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu Seksi I senilai Rp1,16 triliun. Pada 2015, Waskita juga mulai menggarap proyek Jalan Tol Solo-Ngawi dengan nilai kontrak senilai Rp3,7 triliun.

Pada 2017, Waskita mendapatkan kontrak pembangunan Jalan Tol Cibitung-Cilincing senilai Rp5,08 triliun. Proyek itu menjadi proyek dengan kontrak terbesar yang digarap Waskita dari total proyek yang didapat pada 2017 sebesar Rp45,76 triliun.

Alhasil, pendapatan dan laba Waskita masing-masing naik 4 kali lipat dan 8 kali lipat dalam kurun waktu hanya tiga tahun. Jelas ini merupakan pertumbuhan yang sangat luar biasa bagi sebuah emiten. Fundamental yang bagus itu juga berdampak terhadap kinerja saham Waskita. Pada 1 Januari 2014, harga saham Waskita senilai Rp526 per saham. Per 18 Desember 2018, saham Waskita sudah melonjak 241 persen menjadi Rp1795 per saham.

Kinerja kinclong ini jadi antiklimaks dari persoalan kasus hukum dan kecelakaan kerja yang menimpa Waskita Karya sebagai BUMN konstruksi yang kenyang makan asam garam.

Baca juga artikel terkait WASKITA KARYA atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Bisnis
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra