tirto.id - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai redominasi atau penyederhanaan nominal rupiah belum urgensi untuk dilakukan lantaran nilai tukar terhadap dolar AS masih cukup baik.
"Enggak terlalu urgensi jadi diendapkan dulu. Mungkin nanti kan cuma tinggal kurangi 3 nolnya," ucap JK dalam acara "Dialog 100 Ekonom bersama Wakil Presiden RI" di Hotel Westin Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Apalagi, kata JK, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini masih cukup stabil di angka 5 persen. Di Asia Tenggara, angka pertumbuhan itu tergolong tinggi jika diukur dari besaran nilai produk domestik bruto (PDB), sehingga wacana redenominasi dianggap belum perlu.
Isu terkait redeominasi rupiah ini awalnya dilontarkan oleh salah seorang ekonom yang hadir dalam forum itu. Keputusan untuk redenominasi dinilai perlu karena Indonesia termasuk dalam 10 mata uang terburuk terhadap dolar AS.
"Rupiah bukan terburuk. Terburuk itu Venezuela, Brasil, Turki, Afrika Selatan. Jadi enggak benar Indonesia. Enggak terburuk rupiahnya. Venezuela bawa sendok sendiri untuk minum kopi. Kita enggak seperti itu. Kita masih tumbuh 5 persen," ucap JK.
Rencana redominasi rupiah sendiri muncul sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi. Namun sampai dengan akhir periode pertama Presiden Jokowi tak kunjung terealisasi. Bank Indonesia juga sempat menyinggung redominasi rupiah pada 2017.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Ringkang Gumiwang