tirto.id - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali mengecam PT Bali Turtle Island Development (BTID) usai memagari perairan Pulau Serangan, Bali dengan pagar pelampung berkawat. Menurut Walhi, perairan tersebut selalu dimanfaatkan oleh para nelayan untuk mencari ikan sehingga pemasangan pagar hanya mempersempit akses perairan Serangan.
“Upaya pemasangan pagar pelampung yang dilakukan kita duga sebagai upaya memblokir perairan maupun membatasi akses nelayan yang masuk ke wilayah Serangan,” tegas Direktur Eksekutif Walhi Bali, Made Krisna Dinata, dalam konferensi pers di Kubu Kopi, Bali, Selasa (04/02/2025).
Mengacu pada hasil citra satelit resolusi tinggi yang Walhi Bali miliki, pagar pelampung tersebut terlihat sudah berada di perairan Pulau Serangan sejak 20 Juli 2018. Krisna menduga panjang pagar pelampung tersebut adalah sekitar 143 meter yang terbentang dari barat laut ke arah tenggara. Hal tersebut, menurut dia, mengindikasikan adanya privatisasi perairan oleh PT BTID seluas 46,83 hektar.
Selain itu, Walhi juga menanggapi alasan yang dilontarkan oleh Komisaris Utama PT BTID, Tantowi Yahya, yang memasang pelampung dengan alasan pengamanan agar tidak terjadi tindakan penyeludupan BBM atau peredaran narkoba di Pulau Serangan. Menurut Krisna, alasan tersebut tidak masuk akal dan terkesan dibuat-buat.
“Apa dasar PT BTID memasang pelampung di sana (perairan Pulau Serangan)? Kalau memang ada pengalaman penimbunan BBM liar, seharusnya BTID bisa berinisiatif melapor ke pihak yang berwajib. Bukannya berinisiatif untuk memasang pelampung, yang impact-nya ke masyarakat nelayan jadi enggak bisa akses pantai,” jelasnya.
Oleh karena itu, Walhi mendorong pemangku kepentingan, dalam hal ini Presiden, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan, beserta gubernur dan wali kota terpilih, untuk segera melakukan evaluasi terhadap kegiatan PT BTID.
Bahkan, dalam jangka waktu yang panjang, Krisna tidak menutup kemungkinan budaya dari masyarakat Pulau Serangan dapat terkikis di masa mendatang, khususnya budaya para nelayan yang selama ini melaut di kawasan tersebut.
“Kami berharap segala upaya okupasi yang dilakukan oleh investasi pariwisata, utamanya oleh BTID, itu dihentikan. Pelampungnya cepat dibuka karena tidak ada dasar investor memasang pelampung di sana,” kata Krisna.
Sebelumnya, Tantowi Yahya merespons keluhan nelayan Serangan mengenai pagar pelampung di KEK Kura-Kura Bali. Menurutnya, pembatasan itu dilakukan untuk alasan pengamanan karena pernah terjadi penimbunan BBM ilegal di wilayah tersebut.
“Kalau dari aspek kita, investor perusahaan, itu (pelampung) kan pengamanan karena kita punya pengalaman sebelumnya, bahwa di laguna itu pernah ada penumpukan BBM liar. Ditaruh di sana karena tersembunyi,” ungkap Tantowi ketika ditemui wartawan di UID Campus, Serangan, Kamis (30/01/2025).
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Andrian Pratama Taher