Menuju konten utama

Venezuela yang Semakin Tak Kondusif

Seiring dengan situasi di Venezuela yang masih tidak kondusif, puluhan ribu orang Venezuela eksodus ke negara tetangga, Amerika Serikat hingga Spanyol.

Venezuela yang Semakin Tak Kondusif
Pengunjuk rasa membuat barikade saat berunjuk rasa terhadap pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro di Caracas, Venezuela, Jumat (4/8). ANTARA FOTO/REUTERS/Ueslei Marcelino/

tirto.id - Jembatan Boliviar Simon yang menghubungkan antara Venezuela dan Kolombia tiap hari ramai padat sejak dibuka pukul 8 pagi. Di kota perbatasan bernama Cucuta itu, ada sekitar 25.000 orang Venezuela datang menjejali menerabas teriknya matahari.

Mereka membawa koper kosong untuk membeli bahan makanan pokok seperti nasi, tepung dan pasta yang kini sudah tak dapat ditemukan di kampung asalnya, seperti dilaporkan The Guardian pada awal Agustus lalu.

"Tidak ada negara yang sempurna tapi di Venezuela orang tidak bisa memimpikan masa depan untuk diri mereka sendiri," kata Ramón Araújo. "Saya ingin sekali tinggal di sana, tapi tidak mungkin."

Setelah empat bulan dalam kondisi kekacauan politik, manuver di tubuh pemerintahan Venzuela berlanjut dengan peresmian majelis nasional baru yang akan memiliki kekuatan untuk menulis ulang konstitusi dan membubarkan institusi negara.

Dampak paling terasa dari kekacauan dan kekerasan di Venezuela adalah hiperinflasi. Diperkirakan pada akhir tahun 2017 nanti angka inflasi mencapai 1600%. Kini kurangnya pasokan makanan dan obat-obatan, malnutrisi dan kematian akibat konflik jadi pemandangan sehari-hari.

Baca juga: Venezuela Krisis, Oposisi Makin Agresif terhadap Maduro

Gelombang eksodus besar-besaran warga Venezuela ke Kolombia tak ditampik oleh Christian Kruger, Direktur Badan Kontrol Perbatasan Kolombia. "Sampai sekarang kami belum bisa berkomentar lebih banyak tentang eksodus besar-besaran warga Venezuela, tapi iya, jumlah masuk (orang Venezuela) tinggi," ujarnya.

Arus deras pengungsi juga memaksa para pejabat Kolombia untuk mempelajari masalah penanganan pengungsi. Mereka pergi terbang ke Turki guna mengetahui lebih jauh tentang tanggapan ketika krisis pengungsi Suriah terjadi.

Menlu Kolombia, Maria Angela Holguin juga telah menyiapkan sebuah tempat penampungan baru di Cucata untuk menawarkan makanan dan tempat tinggal bagi migran Venezuela.

Sementara merujuk laporan terbaru UNHCR, hampir 50.000 warga Venezuela meminta statusnya menjadi pencari suaka di negara lain. Jumlah ini meningkat dari tahun 2016 yang hanya sebesar 27.000 orang.

Baca juga: Venezuela: Kegagalan Sosialisme atau Sabotase Elit?

Negara yang menjadi tujuan utama para pencari suaka dari Venezuela tahun ini adalah Amerika Serikat dengan 18.300 orang. Disusul Brasil 12.960, Peru 4.453, Spanyol 4.300 dan Meksiko 1.044. Negara lainnya seperti Aruba, Kanada, Cile, Kolombia, Kosta Rika, Curacao, Ekuador dan Trinidad dan Tobago, juga telah menerima permohonan suaka oleh Venezuela pada 2017 ini.

Angka di atas tentu hanya sebagian dari mereka yang mengajukan mencari suaka dari total orang Venezuela yang tengah melarikan diri dari negaranya guna mencari negara baru yang dirasa aman. Sebagai penjelasan singkat, ada perbedaan mendasar dari definisi antara status pengungsi, pencari suaka dan migran.

Baca juga: Nasib Tanpa Negara Para Pencari Suaka di Indonesia

Sedangkan pengungsi adalah mereka yang terpaksa meninggalkan negaranya dan tidak dapat kembali kecuali situasi negara mereka telah membaik. Mereka tak mendapat perlindungan dari pemerintahnya sendiri.

Migran sendiri adalah mereka yang dengan sadar memilih untuk meninggalkan negaranya guna mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka menentukan sendiri kemana akan bermigrasi dan dapat pulang kampung ke negaranya sewaktu-waktu. Oleh pemerintah baik dari negara asal maupun di negara tujuannya, migran memperoleh perlindungan.

Di tanah Amerika Latin, tradisi solidaritas antar bangsa bisa menjadi keuntungan dalam situasi kekacauan di suatu negara seperti ini. Namun meski bisa mendapatkan rumah tinggal berbagi bersama warga negara tetangga, hambatan birokrasi, lamanya menunggu dan biaya pengurusan yang tinggi menyebabkan banyak orang Venezuela memilih untuk bertahan dalam kondisi yang krisis dan tak menentu seperti sekarang.

Sejauh ini diperkirakan ada sekitar 300.000 orang Venezuela di Kolombia, 40.000 lainnya di Trinidad dan Tobago sementara di Brasil ada 30.000 orang. UNHCR dan Badan Pengungsi PBB yang bekerja sama dengan otoritas negara-negara tetangga Venezuela tengah disibukkan dengan pekerjaan peningkatan pendaftaran dan pembuatan profil para pencari suaka termasuk memasok kebutuhan dasar mereka.

Baca juga: Venezuela, Krisis, dan Obsesi Kecantikan

Otoritas Kolombia dan Brasil sekali lagi menunjukkan keramahan dengan melakukan pendekatan harmonis kepada para pencari suaka Venezuela. Bagi Kolombia sendiri, gelombang arus warga Venezuela ini mirip seperti situasi dasawarsa 1970an dan 1980an.

Ketika itu jutaan orang Kolombia berbondong-bondong menuju Venezuela. Kolombia hancur akibat perang sipil dan konflik antar kartel narkoba. Sementara Venezuela sangat gemerlap dengan kekayaan minyak.

Tapi tetap saja beberapa tantangan utama yang ditimbulkan dari masuknya orang-orang Venezuela adalah soal keamanan fisik, administrasi yang kacau, pelecehan, eksploitasi dan kekerasan seksual, serta dan kurangnya akses terhadap hak dan layanan-layanan sosial dasar.

Di sejumlah daerah, kelompok bersenjata dan kriminal lokal melakukan pemerasan terhadap orang-orang Venezuela yang baru tiba. Para pengungsi ini bernasib sama dengan para penduduk lokal yang sebelumnya telah mendapat teror.

infografik pengungsi venezuela

Situasi di Venezuela

Beberapa hari sebelum dilaksanakan pemungutan suara untuk memulai amandemen konstitusi negara, gejolak Venezuela di makin hebat dengan suasana protes pada siang hari dan dan bentrok pada malamnya.

Menurut laporan Associated Press yang dikutip The Star, korban tewas akibat kerusuhan selama rentang bulan Juni hingga Juli 2017 ini mencapai 100 orang. Sebagian besar mereka yang tewas adalah para pemuda yang ditembaki. Korban lainnya termasuk para pelaku penjarahan sementara warga sipil terbunuh saat turut menghalangi jalan selama demonstrasi berlangsung. Gelombang massa makin meningkat seiring para pendemo menuntut keadilan atas rekan-rekan mereka yang mati ditembak.

Ribut-ribut ini dimulai dari ketegangan antara Presiden Nicolas Maduro yang berkuasa sejak 2013 dengan para kubu oposisi yang menguasa Majelis Nasional. Sejak pemilihan umum yang diselenggarakan pada Desember 2015 silam, kubu oposisi menguasai parlemen. Jumlah oposisi yang mendominasi parlemen membuat pihak oposisi leluasa melancarkan kritik kepada pemerintah.

Baca juga: Horor Serangan di Parlemen Venezuela

Sudah lama Venezuela juga diterpa masalah ekonomi yang menampakkan tanda-tanda krisis. Jatuhnya harga minyak dan kegagalan pemerintah untuk menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi dari sektor lain seakan meruntuhkan era kejayaan Venezuela di bawah kepemimpinan Hugo Chavez.

Baca juga artikel terkait KRISIS VENEZUELA atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Politik
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf