tirto.id - Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, menuding dugaan manipulasi hasil pemilu Venezuela yang digelar pada Minggu, (28/7/2024) waktu setempat. Petinggi pemerintahan Biden menyoroti polemik hasil pemilu yang disebut memenangkan Presiden Venezuela, Nicolas Maduro.
Dalam keterangan yang dikutip dari Reuters, petinggi pemerintahan AS meragukan hasil pemilu Venezuela. Mereka ikut meyakini kemenangan kandidat oposisi, Edmundo Gonzalez dalam pemilu tersebut. Salah satu petinggi pemerintahan AS menyatakan tidak menutup kemungkinan akan memberikan sanksi pada negara Venezuela imbas polemik hasil pemilu.
"Kami akan mempertimbangkan hal ini saat kami melangkah ke depan sehubungan dengan sanksi terhadap Venezuela," kata petinggi tersebut sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa (30/7/2024).
Pemerintah AS sebelumnya menghapus sanksi industri minyak pada Oktober tahun lalu sebagai respons negosiasi antara Maduro dengan pihak oposisi. Akan tetapi, pemerintah AS menetapkan kembali sanksi tersebut dengan menuduh Maduro mengatur ulang komitmen pelaksanaan pemilu.
“Dengan terlibat dalam penindasan dan manipulasi pemilu, dan dengan mendeklarasikan pemenang tanpa mengetahui hasil pemilu daerah secara rinci […] Perwakilan Maduro telah menghilangkan kredibilitas hasil pemilu yang mereka umumkan,” kata seorang pejabat AS.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengatakan bahwa AS menaruh atensi pada hasil pemilu Venezuela.
"Kami memiliki perhatian serius bahwa hasil yang diumumkan tidak mencerminkan keinginan sekaligus pemilih warga Venezuela," kata Blinken.
Juru Bicara White House mengatakan pemerintah AS masih menunggu informasi lebih jauh dan akan memberikan respon sesuai ketentuan. Saat ini, pejabat tinggi AS menyatakan bahwa Biden akan berkomunikasi dengan Presiden Brazil, Luiz Inácio Lula da Silva, pada Selasa (30/7/2024) siang.
Pemerintah Brazil dikabarkan akan mendukung kebijakan Biden untuk mendorong sanksi kepada Madro sebagai tindak lanjut kebijakan kampanye tekanan serius pada Venezuela di era kepemimpinan Trump di masa lalu.