tirto.id - Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp7.040,32 triliun pada April 2022. Posisi ini setara dengan 39,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Utang pemerintah pada April ini, tercatat turun sekitar Rp12 triliun. Di mana pada bulan sebelumnya atau Maret 2022 sempat menyentuh Rp7.052 triliun.
“Posisi utang terjaga dalam batas aman dan wajar, serta terkendali," demikian dikutip dari Buku APBN Kita edisi Mei 2022, Rabu (8/6/2022).
Utang pemerintah pada April, didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp6.228 triliun atau sekitar 88,47 persen. Sementara untuk pinjaman tercatat senilai Rp811 triliun atau 11,53 persen.
Besaran utang SBN terdiri dari domestik senilai Rp4.993 triliun. Utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp4.121 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp872 triliun.
Kemudian untuk valas mencapai Rp1.260 triliun, terdiri dari SUN Rp963 triliun dan SBSN Rp271 triliun.
Selanjutnya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp14,10 triliun dan pinjaman luar negeri Rp797,3 triliun. Pinjaman luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp270,3 triliun, multilateral Rp484,5 triliun, dan commercial banks Rp42,25 triliun.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengatakan, posisi utang Indonesia saat ini masih dalam batas aman. Batas atas rasio utang terhadap PDB ditetapkan pemerintah dan DPR yakni 60 persen.
“Dengan nominal tersebut, rasio utang Indonesia hanya 40 persen dari GDP," kata Iskandar saat dihubungi Tirto beberapa waktu lalu.
Iskandar juga mengklaim rasio utang Indonesia jauh lebih sehat dibandingkan negara-negara lain. Dia mencontohkan rasio utang Singapura pada 2021 sudah mencapai 145 persen terhadap GDP-nya. Kemudian Filipina tembus 60,5 persen dan Thailand 52,8 persen dari GDP-nya.
"Indonesia yang paling konservatif dalam pengelolaan utang," ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz