tirto.id - Posisi utang pemerintah tembus Rp7.014,58 triliun hingga akhir Februari 2022. Posisi utang tersebut, setara dengan 40,17 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dalam satu bulan, kenaikan utang pemerintah mencapai Rp95,43 triliun. Pada Januari 2022 sebelumnya, utang baru tercatat sebesar Rp6.919,15 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengklaim posisi utang pemerintah masih aman. Bahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara lain, posisi utang Indonesia termasuk terendah.
"Rasio utang kita termasuk yang relatif rendah baik diukur dari negara-negara ASEAN, G20 atau bahkan seluruh dunia," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022, Rabu (13/4/2022).
Sri Mulyani mengatakan, meski relatif rendah, pemerintah tetap menjaga tingkatan utang secara hati-hati. Langkah yang diambil dengan mengoptimalkan belanja negara sesuai kebutuhan.
Pemerintah juga akan meningkatkan pendapatan negara yang saat ini mengalami dampak positif dari harga komoditas meningkat, hingga kerja sama dengan Bank Indonesia terkait bagi beban (burden sharing) dalam penanganan COVID-19 yang tahun ini masih berjalan.
"Ini tetap kami jaga secara sangat hati-hati dan prudent karena kami juga melihat tekanan seluruh dunia terhadap negara-negara akan meningkat seperti salah satu negara yaitu Sri Lanka," tuturnya.
Mengutip APBN Kita edisi Maret, utang Februari 2022 didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp6.164,20 triliun atau sekitar 87,88 persen. Sementara untuk pinjaman senilai Rp850,38 triliun atau 12,12 persen.
Jika dirinci, besaran utang SBN terdiri dari domestik Rp4.901,66 persen. Di mana utang tersebut berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp4.054,18 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp847,48 triliun.
Kemudian untuk valas mencapai Rp1.262,53 triliun. Utang itu terdiri dari SBN Rp283,79 triliun dan SBSN Rp283,79 triliun.
Selanjutnya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri Rp13,27 triliun dan luar negeri Rp837,11 triliun. Adapun pinjaman berasal dari luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp294,36 triliun, multilateral Rp499,09 triliun, dan commercial banks Rp43,66 triliun.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto