tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap tidak ada upaya untuk melemahkan kewenangan komisi antirasuah karena mengusut skandal korupsi pengadaan paket KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 yang diduga menyeret nama-nama besar di dalam dakwaan.
Hal tersebut diungkapkan juru bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2017). “Kami berharap kewenangan KPK jangan diganggu lagi oleh sejumlah pihak apalagi terkait dengan revisi Undang-Undang KPK dan ini bukan pertama kali berbagai pihak ingin bergerak, kalau kita baca rumusannya itu sebagian besar melemahkan KPK,” ujarnya, seperti dikutip Antara.
Terkait pelemahan tersebut, Febri mencontohkan soal penyadapan yang harus dilakukan setelah mendapat bukti permulaan yang cukup. Sementara di undang-undang saat ini, KPK menetapkan tersangka atau melakukan penyidikan berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
“Artinya sama saja ke depan kalau penyadapan diatur seperti itu tidak akan ada lagi operasi tangkap tangan. Apakah itu yang diinginkan oleh sejumlah pihak?" ujarnya.
Febri menambahkan, KPK merasa cukup dengan UU yang ada saat ini berlaku. Karena itu, ia berharap kerja yang dilakukan KPK dalam menangani berbagai kasus korupsi, termasuk e-KTP atau kasus-kasus lain itu kemudian tidak diganggu dengan upaya-upaya pelemahan dari berbagai pihak.
Sebelumnya, dakwaan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket e-KTP tahun anggaran 2011-2012 akan mengungkap peran nama-nama besar. “Ya nanti Anda baca saja, Anda dengarkan kemudian Anda akan melihat ya mudah-mudahan tidak ada goncangan politik yang besar karena namanya yang disebutkan banyak sekali,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo, di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Jumat (3/3/2017).
Dalam kasus ini, KPK sudah melimpahkan berkas kasus e-KTP ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang berlokasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Rabu (1/3/2017). Berkas itu termasuk berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka dan saksi setebal 24 ribu lembar. Hari ini, Kamis (9/3/2017) sidang perdana kasus ini digelar.
Dalam perkara e-KTP sudah ada dua tersangka yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto. Keduanya sudah mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang membantu penegak hukum untuk membongkar perbuatan pidana.
Terdapat tokoh-tokoh besar yang pernah diperiksa sebagai saksi perkara ini di KPK, antara lain adalah Ketua DPR Setya Novanto yang juga menjadi ketua fraksi Partai Golkar periode 2011-2012, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2004-2009 dan 2009-2013 Ganjar Pranowo, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR M Jafar Hafsah, mantan pimpinan Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa, Ketua Komisi II sejak 2009 hingga Januari 2012 Chairuman Harahap, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan sejumlah anggota DPR lainnya.
KPK juga menerima total pengembalian Rp250 miliar dari korporasi dan 14 orang individu. Pembagiannya Rp220 miliar dikembalikan oleh korporasi dan Rp30 miliar dikembalikan oleh individu, sebagian dari 14 orang yang mengembalikan itu adalah anggota DPR.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz