tirto.id - Pakar hukum tata negara Fery Amsari menganggap wajar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa Pilpres 2019.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Konstitusi (Pusako) ini beralasan, gugatan kubu Prabowo-Sandiaga memang kurang kuat sehingga hakim menolak permohonan Prabowo-Sandiaga meski hakim juga menolak eksepsi KPU dan kubu Jokowi-Maruf selaku pihak terkait.
"Itu merupakan konsekuensi dari lemahnya dalil-dalil permohonan dan alat bukti. Saya tidak terkejut jika hakim memutuskan demikian," kata Feri kepada reporter Tirto, Jumat (28/6/2019).
Setelah hakim konstitusi membacakan putusan permohonan sengketa Pilpres, perselisihan Pilpres pun dianggap selesai. Sebab, putusan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, tidak akan ada lagi upaya hukum untuk menggoyahkan hasil Pilpres 2019 karena langsung diikuti penetapan presiden dan wapres.
Feri pun beranggapan sikap Prabowo yang berkonsultasi dengan tim kuasa hukum untuk mencari upaya hukum lain sebagai cara tidak jelas.
Kemarin, Prabowo berencana untuk berkonsultasi hukum setelah putusan Pilpres 2019. Feri memahami kalau konsultasi tidak berarti akan mengarah kepada upaya hukum.
Akan tetapi, dalam sistem konstitusi di Indonesia, sengketa Pilpres paling tinggi ditangani oleh Mahkamah Konstitusi sehingga tidak masuk akal bila ada upaya hukum setelah putusan MK.
"Lebih banyak mengada-ada saja," kata Feri.
Sebagai contoh, jika kubu Prabowo-Sandiaga berencana membawa sengketa Pilpres ke Mahkamah Internasional, hal tersebut berpotensi ditolak oleh Mahkamah Internasional. Sebab, hukum konstitusi Indonesia punya kedaulatan yang tidak bisa diintervensi.
Oleh sebab itu, Feri berharap agar Prabowo realistis dan tidak terhasut dengan upaya non-konstitusional. Selain itu, ia berharap agar Prabowo tidak memperburuk citranya jika memang ingin membawa kasus ini ke dunia internasional.
"Nasihat saya Pak Prabowo jangan mempertinggi tempat jatuh mempermalukan dirinya di dunia global," kata Feri.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri