tirto.id - Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ahmad Ishomuddin mengaku sudah membaca berita tentang pemecatan dirinya sebagai pengurus MUI. Namun hingga sekarang dia belum bisa memastikan kebenaran berita itu.
“Belum ada konfirmasi kepada saya (dari pengurus MUI). Berita itu kadang benar, kadang harus diklarifikasi,” kata Ishomuddin kepada Tirto, Jumat (24/3/2017).
Ishomuddin enggan menjelaskan mekanisme pemecatan pengurus di MUI. Ishomuddin juga menolak berpendapat apakah kesaksiannya dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama bisa dianggap sebagai pelanggaran berat yang pantas diganjar sanksi pemecatan.
Menurut Ishomuddin, perihal isu pemecatannya bisa menanyakan langsung ke pengurus MUI.
“Yang bisa memberhentikan atasan saya. Apakah itu pelanggaran, atau etika ketika saya berbeda pendapat dengan Rais Aam. Apakah itu berakibat pemberhentian saya?” kata Ishomuddin.
Kendati begitu Ishomuddin mengatakan dirinya tidak keberatan jika pada akhirnya mesti dipecat dari MUI. Dia menyatakan tidak pernah menjadikan MUI sebagai tempat cari makan. Jabatan yang dia pegang sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI pun atas permintaan Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin.
“Saya diberhentikan tidak masalah. Saya tidak cinta jabatan. Saya diminta Kiai Maruf langsung. Tidak ada beban bagi saya diberhentikan bahkan dipecat. Saya tidak cari makan di MUI,” katanya.
Kabar pemecatan Ishomuddin muncul usai ia menjadi saksi yang meringankan yang dihadirkan oleh kuasa hukum Ahok. Salah satu pengurus Komisi Hukum MUI Anton Digdoyo mengatakan pemecatan terhadap Ishomuddin dilakukan setelah dirinya mengirim pesan Whatsapp ke Ketum dan Waketum MUI Pusat usai sidang Ahok, Selasa (21/3/2017) malam.
Isi pesan itu juga ditembuskan ke sekjen MUI. Dalam pesannya Anton menyatakan, pihaknya akan keluar dari MUI. "Jika tidak dipecat dalam waktu satu bulan ke depan, saya resign dari MUI," ujar Anton, Kamis (23/3/2017).
Penulis: Jay Akbar
Editor: Maya Saputri