Menuju konten utama

Usaha Menyadap Pejabat-Pejabat Tingkat Tinggi

Banyak politikus dunia, juga Jokowi dan SBY, pernah disadap. Reaksi mereka bermacam-macam.

Usaha Menyadap Pejabat-Pejabat Tingkat Tinggi
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono memberi keterangan kepada media di wisma Proklamasi terkait penyadapan dan penyebutan namanya dalam persidangan Ahok, Jakarta Pusat, Rabu (1/2). Tirto.id/Andriansyah

tirto.id - Isu sadap-menyadap bukan barang baru di politik Indonesia. Sebelum Susilo Bambang Yudhoyono memopulerkannya lagi kemarin (1/2/2017), Indonesia sudah sempat dibikin geger kasus penyadapan. Dan itu melibatkan Yudhoyono yang saat itu masih menjabat sebagai presiden.

Pada 2013 lalu, mantan pekerja di National Security Agency (NSA) Amerika Serikat, Edward Snowden, turut menyebutkan nama Indonesia sebagai korban penyadapan yang dilakukan Australia. Dokumen rahasia dari Snowden yang ada di tangan Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan harian Inggris The Guardian, menyebut SBY dan sembilan orang di lingkaran dalamnya menjadi target penyadapan.

Dalam laporan ABC, upaya penyadapan dilakukan badan intelijen elektronik Australia yang bernama Defence Signals Directorate atau Australian Signals Directorate. Penyadapan itu merupakan salah satu upaya intelijen Australia mengikuti peluncuran teknologi 3G di Indonesia dan Asia Tenggara (baca laporan tentang dampak penyadapan SBY oleh Australia: Indonesia-Australia: Berbau Busuk Tapi Terus Dirawat).

Respons Yudhoyono pun sangat keras. Ia langsung menarik Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema sebagai tanda kemarahan terhadap perlakuan Australia yang melanggar etika diplomasi. Tak hanya itu, SBY juga membatalkan sejumlah perjanjian bilateral dengan Australia. Tentu ini sempat membuat hubungan dua negara memanas, karena Tonny Abbot, Perdana Menteri Australia kala itu bersikeras tidak merasa bersalah.

Skandal-Skandal Penyadapan Tingkat Tinggi

Yudhoyono mengurai kemungkinan ia disadap oleh negara. Ia paham kalau yang berhak melakukan penyadapan secara legal adalah aparatur negara seperti kepolisian dan Badan Intelijen Negara. Tapi untuk bisa menyadap, negara perlu surat keterangan pengadilan. Hal ini yang dipermasalahkan Yudhoyono. Menurutnya, penyadapan itu telah menginjak-injak hak privasinya.

“Salah saya apa?” katanya.

Ia bahkan mencontohkan kasus penyadapan yang melibatkan Presiden Amerika Richard Nixon pada 1970-an. Yudhoyono mencontohkan kasus itu untuk menggambarkan bahwa penyadapan ilegal harus diusut tuntas. “Dulu kubu Nixon menyadap kubu lawan politik yang juga sedang dalam masa kampanye presiden. Nixon terpilih, tapi terbongkar, ada penyadapan, taping, spying, sehingga Nixon mundur,” jelas SBY.

Kasus yang dimaksud Yudhoyono lebih dikenal sebagai Skandal Watergate. Peristiwa itu adalah serangkaian skandal politik AS yang dimulai dengan penangkapan lima laki-laki yang berusaha membobol masuk kompleks perkantoran Komite Nasional Demokrat untuk memasang alat penyadap. Insiden itu dilakukan oleh pendukung Nixon yang waktu itu mencalonkan diri lagi sebagai presiden.

Penyadapan itu kemudian membongkar kebusukan Nixon dan Partai Republik yang merancang konspirasi politik untuk merugikan Partai Demokrat. Peristiwa ini juga membongkar korupsi Partai Republik dalam pengumpulan dana pemilihan, daftar rahasia Gedung Putih dari lawan-lawan politiknya melalui penyadapan telepon, fitnah yang disebarkan terhadap calon-calon Presiden dari Partai Demokrat, dan fakta-fakta lainnya.

Pada 1964, Federal Beurau Investigation (FBI), salah satu badan keamanan AS juga memanfaatkan teknologi penyadapan untuk “menetralisir” Pendeta Martin Luther King Jr. yang saat itu menjadi simbol perlawanan kulit hitam Amerika King yang selalu mempropagandakan kesetaraan manusia tanpa melihat rasnya dianggap bertentangan dengan membahayakan.

FBI menggunakan rekaman sadapan itu untuk mengancam agar King menghentikan gerakannya. Atau rekaman suara King yang pernah bercinta di luar nikah akan disebarkan. Dalam ancaman yang sama, FBI bahkan menyarankan King untuk mengakhiri sendiri nyawanya.

Di sekitar tahun 1970-an pula, rekaman hasil sadapan juga jadi senjata menggoyang pemerintahan Ferdinand Marcos, Presiden Filipina. Rekaman suara bercintanya dengan aktris Amerika Dovie Beams disebarkan oleh Beams sendiri sesaat sebelum pulang kembali ke AS. Beams mengaku melakukannya agar ia aman dari ancaman pembunuhan yang dilakukan Imelda Marcos, istri Ferdinand. Rekaman itu tentu saja menambah citra buruk Ferdinand yang memang dikenal diktator dan korup.

Bila dilakukan dengan prosedural yang benar, penyadapan rupanya juga bisa berguna dengan baik. Seperti yang terjadi di Brazil, ketika polisi berhasil menyadap rekaman pembicaraan Presiden Dilma Rousseff dengan presiden Brazil sebelumnya Luiz Inácio Lula da Silva. Dalam rekaman itu terungkap kalau pengangkatan Lula sebagai Kepala Staf Kabinet Pemerintahan Rousseff adalah bagian dari skenario kolusi untuk menutupi kasus korupsi keduanya.

Namun, proses penyadapan tetap saja harus ketat diatur dalam perundang-undangan. Agar tak bisa dilakukan oleh sembarang orang untuk tujuan yang justru tak terpuji.

Infografik Penyadapan di Indonesia

Beda Jokowi dan SBY Merespons Penyadapan

"Jika percakapan saya dengan pak Maruf Amin atau percakapan siapa dengan siapa itu disadap tanpa alasan sah, tanpa perintah pengadilan dan hal-hal yang dibenarkan undang-undang, itu namanya ilegal. Saya berharap kepolisian, kejaksaan pengadilan untuk menegakkan hukum sesuai Undang-Undang ITE," ujar Yudhoyono dalam konferensi pers tanpa tanya jawab di DPP Demokrat, Wisma Proklamasi, Jakarta.

Menurutnya, penyadapan itu telah menginjak-injak hak privasinya. Yudhoyono benar soal hak privasinya. Undang-undang memang mengatur sedemikian rupa agar penyadapan tak dilakukan sembarangan. Dalam UU Telekomunikasi Pasal 40, diatur bahwa “…pada dasarnya informasi yang dimiliki seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang.” Sementara Pasal 42 ayat 2 mengatur, “…yang memperkenankan penyadapan dengan syarat atas permintaan tertulis dari Jaksa Agung dan penyidik.”

Pihak-pihak yang berwenang melakukan penyadapan di Indonesia juga diatur dalam UU. Hanya lima badan pemerintahan yang boleh melakukan penyadapan, di antaranya: BIN, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Kepolisian, dan Pengadilan. Paling tidak ada empat UU yang memberi wewenang pada badan-badan tersebut, yaitu: Undang-Undang Psikotropika, Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Undang-Undang KPK. Sementara sanksinya diatur dalam dua UU, di antaranya: UU Telekomunikasi dan UU Informasi Transaksi Elektronik.

Kalau memang ada pihak yang menyadap SBY, maka sandungan hukumnya tak main-main. Ia bisa dikurung paling lama 10 tahun atau denda Rp 800 juta (tentang bagaimana penyadapan dilakukan dan teknologi apa yang memungkinkan, baca: Penyadapan Memang Bisa Dilakukan Siapa Saja).

Menanggapi uraian panjang lebar SBY tentang, pemerintah langsung memberi respon. Melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung, pemerintah menegaskan kalau tak pernah ada instruksi penyadapan kepada SBY. Artinya, tak ada satu aparatur negara pun melakukan hal seperti yang diduga SBY.

Dalam sejarah Indonesia, SBY memang dikenal lebih aktif menanggapi isu penyadapan ketimbang Presiden Jokowi. Ia peduli terhadap hak privasinya, sesuatu yang juga diperjuangkan Edward Snowden saat membocorkan kelicikan pemerintahan AS.

Rumah Jokowi yang sempat disadap sebelum pemilu presiden 2014, dan kabar penyadapan yang dilakukan Australia pada 1,8 juta pelanggan Telkomsel dan Indosat ditanggapinya dengan santai. Ia selalu merasa tak ada yang perlu dikhawatirkan dari penyadapan. Ia yakin penyadapan itu tak akan berdampak apa pun.

“Omongan di rumah saya tidak ada apa-apanya," kata Jokowi kepada media.

Hak privasi memang jadi sesuatu yang mahal di era digital ini, sebanding dengan nilai informasi yang juga semakin tinggi. Ini pula yang menyebabkan pencurian informasi—yang bisa dilakukan dalam proses penyadapan—juga harus lebih bijak ditangani. Kalau-kalau ada perbincangan tentang strategi politik penting yang disadap lawan memang bisa bikin berabe.

Baca juga artikel terkait PENYADAPAN atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Politik
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Zen RS