Menuju konten utama

UNICEF: Diet Buruk Merusak Kesehatan Anak Dunia, Termasuk Indonesia

UNICEF merilis laporan soal sistem makanan buruk yang berdampak pada kesehatan anak-anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

UNICEF: Diet Buruk Merusak Kesehatan Anak Dunia, Termasuk Indonesia
Petugas Kesehatan Puskesmas Muara Dua melakukan pemeriksaan stunting anak meliputi status gizi, berat badan dan tinggi badan di Desa Meunasah Alue, Lhokseumawe, Aceh, Rabu (27/3/2019). ANTARA FOTO/Rahmad/aww.

tirto.id - Banyak anak yang menderita akibat dari diet yang buruk, demikian peringatan UNICEF dalam sebuah laporan global baru tentang anak-anak, makanan, dan nutrisi. Laporan bertajuk State of the World’s Children 2019: Children, food and nutrition menemukan, setidaknya 1 dari 3 balita atau lebih dari 200 juta anak menderita kekurangan gizi atau kelebihan berat badan.

Hampir 2 dari 3 anak berusia antara enam bulan dan dua tahun tidak diberi makan makanan yang mendukung tubuh dan otak mereka yang tumbuh pesat. Hal itu menyebabkan anak-anak tersebut tumbuh dengan risiko perkembangan otak yang buruk sehingga lemah dalam belajar, juga menderita kekebalan tubuh yang lemah, dan dalam banyak kasus, mengalami kematian.

Tercatat dalam laporan tersebut, kondisi di Indonesia:

  • Lebih dari 7 juta anak balita menderita stunting atau terlalu pendek untuk usia mereka.
  • Lebih dari 2 juta anak balita mengalami berat badan kurang atau terlalu kurus untuk tinggi badan mereka
  • Sebanyak 2 juta anak balita kelebihan berat badan atau obesitas
  • Sekitar 1 dari 4 remaja menderita anemia, kemungkinan besar karena kekurangan vitamin esensial dan nutrisi seperti zat besi, asam folat dan vitamin A.
Selain itu data dari laporan ini menunjukkan, lebih dari sepertiga remaja Indonesia mengonsumsi buah kurang dari sebulan sekali. Lebih dari setengah remaja tidak mengonsumsi sarapan di rumah, dan sebagian besar remaja melewatkan sarapan. Akibatnya, remaja Indonesia tidak seaktif usia mereka, dengan sekitar setengah dari remaja diklasifikasikan sebagai kurang bergerak.

Pemerintah Indonesia telah membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang sebenarnya secara politis harusnya bisa mengatasi beban ganda gizi buruk untuk anak perempuan dan laki-laki.

Indonesia juga sudah memiliki rekomendasi mengenai perkembangan anak yang sehat seperti Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas pada Anak dan Remaja dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang disebarkan secara daring.

Isi dari rekomendasi itu memuat 5 anjuran, salah satunya adalah prinsip tata laksana gizi lebih dan obesitas pada anak adalah menerapkan perilaku makan, aktivitas yang benar, dan modifikasi perilaku dengan orangtua sebagai panutan. Serta, orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru harus dilibatkan dalam tata laksana obesitas.

Namun masih kurangnya kesadaran menjadi pemicu buruknya pertumbuhan anak ini. Tirto merilis fakta, banyak orang tua masih terjebak dalam pemikiran sesat tentang makin gemuk anaknya, makin sehat. Padahal pikiran seperti itu keliru. Dalam penelitian Novianti dari Univesitas Sidney menemukan anak yang gemuk di usia 2-5 tahun, besar kemungkinan akan lebih gemuk di usia remaja. Dan remaja yang gemuk, kemungkinannya tetap gemuk ketika dia dewasa.

Secara global, dari tahun 2000 hingga 2016, proporsi anak-anak yang kelebihan berat badan antara 5 dan 19 tahun bertambah dua kali lipat dari 1 dari 10 menjadi hampir 1 dari 5. Di Indonesia, lebih dari sepuluh persen remaja kelebihan berat badan, dengan tingkat setinggi 1 dari 3 oleh saat mereka mencapai dewasa.

Masih banyaknya jumlah anak yang menderita tersebut, UNICEF kemudian memberikan beberapa langkah agar anak tumbuh lebih baik. UNICEF mengeluarkan seruan mendesak kepada pemerintah, sektor swasta, donor, orang tua, keluarga dan bisnis untuk membantu anak-anak tumbuh sehat dengan.

  1. Memberdayakan keluarga, anak-anak dan remaja untuk menuntut makanan bergizi, termasuk dengan meningkatkan pendidikan gizi dan menggunakan undang-undang yang terbukti - seperti pajak gula - untuk mengurangi permintaan makanan tidak sehat.
  2. Mendorong pemasok makanan untuk melakukan hal yang benar untuk anak-anak, dengan memberikan insentif penyediaan makanan sehat, nyaman dan terjangkau.
  3. Membangun lingkungan makanan yang sehat untuk anak-anak dan remaja dengan menggunakan pendekatan yang terbukti, seperti pelabelan yang akurat dan mudah dipahami dan kontrol yang lebih kuat pada pemasaran makanan yang tidak sehat.
  4. Memobilisasi sistem pendukung - kesehatan, air dan sanitasi, pendidikan dan perlindungan sosial - untuk meningkatkan hasil nutrisi untuk semua anak.
  5. Mengumpulkan, menganalisis, dan menggunakan data dan bukti berkualitas baik untuk memandu tindakan dan melacak kemajuan.

Baca juga artikel terkait STUNTING atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Febriansyah
Penulis: Febriansyah
Editor: Dipna Videlia Putsanra