tirto.id -
"Menindaklanjuti tim investigasi akan segera dibentuk tim etik. Targetnya secepat mungkin," kata Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono, seusai menerima perwakilan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), di Gedung Pusat UGM, Yogyakarta, Senin (12/11/2018).
Menurut Panut, sebetulnya pihak pimpinan UGM telah menjalankan rekomendasi tim investigasi kasus itu dengan menunda wisuda terduga pelaku yang merupakan salah satu mahasiswa dari Fakultas Teknik UGM selama satu semester sebagai sanksi etik.
Bagi Panut, sanksi berupa penundaan wisuda itu sudah cukup. Alasannya, sanksi tersebut telah melalui pertimbangan dari tim investigasi yang terdiri atas orang-orang pilihan dengan kredibilitas tinggi dan wawasan pendidikan yang bagus, sehingga mampu memandang peristiwa itu secara jernih.
Apabila tuntutan itu dirasa belum cukup oleh berbagai pihak, menurut Panut, tim etik yang nanti akan kembali melakukan pencermatan ulang terhadap berbagai temuan data di lapangan sehingga akan menghasilkan rekomendasi yang diharapkan bisa diterima semua pihak.
"Saya selalu berpikir hukuman harus setimpal dengan kesalahannya. Jangan sampai kita menzalimi orang yang kesalahannya begini tetapi dihukum lebih dari yang seharusnya. Sama sekali tidak ada pikiran untuk melindungi pelaku," ujarnya pula.
Namun demikian, pembentukan tim etik tersebut masih akan didiskusikan karena saat ini UGM telah memiliki Dewan Kehormatan. "Apakah kita perlu membentuk baru di luar itu atau meminta Dewan Kehormatan saja yang menangani kasus ini, nanti akan didiskusikan," kata dia.
Terkait tuntutan sejumlah pihak untuk menjatuhkan sanksi mengeluarkan atau drop out (DO) bagi terduga pelaku, menurut dia, hingga saat ini belum ada rekomendasi itu dari tim investigasi.
"Sebagai individu atau rektor kalau kemudian memutuskan DO karena tuntutan penyintas atau dari publik saja, kan tidak fair, sehingga harus melalui proses agar semuanya memenuhi rasa keadilan," kata dia.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM Paripurna mengatakan apabila ada pihak yang ingin menempuh kasus itu ke jalur hukum pihaknya mempersilakan.
"UGM sebagai lembaga pendidikan yang harus diselesaikan adalah ranah etik. UGM menyadari bahwa UGM tidak bisa menghalangi siapa pun untuk mengadukan ini. Akan tetapi kalau kami dimintai pertimbangan-pertimbangan kami menghaturkan bahwa konsentrasi terbesar kami adalah pada korban," kata dia.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo mendorong kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa mahasisiswi UGM saat KKN 2017 di Maluku, diselesaikan secara hukum.
"Kami mendorong agar persoalan semacam ini diselesaikan secara hukum supaya menjadi pembelajaran dan juga menjaga muruah Universitas Gadjah Mada sebagai perguruan tinggi," kata Hasto, seusai bertemu dengan pihak Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM.
Hasto mengatakan kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa salah satu mahasiswi UGM tersebut bukan perkara delik aduan. Dengan demikian, kepolisian tidak perlu menunggu laporan untuk menindaklanjuti kasus pidana tersebut.
"Karena bukan delik aduan tidak harus lapor. Bisa juga dengan pengaduan. Aduan bisa dilakukan fakultas," kata dia pula.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri