Menuju konten utama

Tudingan Prabowo Soal APBN Bocor Dianggap Cuma Ocehan Politis

Prabowo doyan membangun narasi kebocoran anggaran sejak 2014. Namun ucapannya tidak diikuti pembuktian atau pelaporan hukum. Sehingga Prabowo narasinya dianggap cuma ocehan politis.

Tudingan Prabowo Soal APBN Bocor Dianggap Cuma Ocehan Politis
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menyapa buruh saat menghadiri acara Hari Ulang Tahun (HUT) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ke-20 di Kelapa Gading, Jakarta, Rabu (6/2/2019). ANTARA FOTO/Putra Haryo Kurniawan.

tirto.id - Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial. Kali ini, ia menyebut telah terjadi kebocoran sebesar 25 persen dari total anggaran APBN setiap tahunnya.

Menurut Prabowo, kebocoran anggaran ini terjadi karena ada penggelembungan dana pada sejumlah proyek pemerintah. Artinya, secara tak langsung ia menuding terdapat kelebihan biaya proyek yang sengaja dimunculkan untuk keuntungan pribadi.

“Saya hitung dan saya sudah tulis. Rata-rata, [berdasar] taksiran saya, 25 persen dari anggaran itu bocor,” kata Prabowo dalam HUT ke-20 Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), di Sports Mall, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (6/2/2019).

Prabowo menambahkan “bayangkan, jembatan harganya Rp100 miliar, tapi ditulis [dilaporkan] Rp150 miliar. Ini terjadi terus menerus,” kata Prabowo.

Jika total dana APBN mencapai Rp2.000 triliun setiap tahun, kata Prabowo, maka kebocoran 25 persen tersebut berarti setara dengan Rp500 triliun. Padahal dengan dana sebesar itu, pemerintah dapat membangun ratusan pabrik baru.

Dengan begitu, kata Prabowo, ketergantungan Indonesia terhadap impor bisa dikurangi. “Bayangkan, dengan uang yang [sebesar] ini, apa yang bisa kita buat? Kurang lebih kita bisa bangun minimal 200 pabrik,” kata Prabowo.

Sontak, capres petahana Joko Widodo yang menjadi rivalnya di Pilpres 2019 meminta Prabowo untuk membuktikan ucapannya. Jokowi bahkan menantang capres nomor urut 02 itu melaporkan temuannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kalau memang bocor sampai 25 persen, laporin saja ke KPK,” kata mantan gubernur DKI Jakarta ini usai menghadiri perayaan Imlek Nasional, di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (7/2/2019).

Tak hanya Jokowi yang protes. Kementerian Keuangan yang bertanggung jawab terhadap alokasi APBN pun meradang. Sebab, mereka menilai omongan Prabowo tidak berdasar dan mendiskreditkan kinerja intitusi negara.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti mengatakan anggaran melalui APBN selama ini dikelola secara kredibel dan profesional.

Setiap tahunnya, kata Nufransa juga dilakukan pemeriksaan atau audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ia bahkan mengatakan audit dua tahun terakhir, yaitu 2016 dan 2017, BPK memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

“Apabila dianggap ada kebocoran anggaran pada suatu kementerian/lembaga, silakan dilaporkan sesuai dengan saluran komunikasi yang tersedia pada masing-masing di kantor yang dimaksud,” kata dia.

Berdasarkan data LKPP, anggaran APBN 2014 dipatok sebesar Rp1.876 triliun, tapi yang terealisasi hanya sekitar Rp1.777 triliun atau 94,69 persen.

Target APBN ini semakin besar hingga mencapai Rp2.082 triliun pada 2016, Rp2.133 triliun (2017), dan 2018 menjadi Rp2.220 triliun.

Namun, realisasinya selalu di bawah target. Misalnya pada 2016 hanya Rp1.864 triliun atau 89,50 persen terhadap APBN, pada 2017 tercatat Rp2.077 triliun (97,38 persen), dan 2018 target APBN yang terealisasi sebesar Rp2.202 triliun (99,17 persen).

Prabowo Mengulang Narasi Pilpres 2014

Pernyataan Prabowo soal kebocoran anggaran ini bukan hal baru. Sebab, saat Pilpres 2014, ia juga menggunakan diksi “bocor” saat debat pilpres maupun kampanyenya.

Prabowo saat itu menyebut terdapat kebocoran Rp1.000 hingga Rp7.200 triliun. Padahal saat itu yang tercatat dalam APBN hanya sekitar Rp1.876 triliun.

Chairul Tanjung yang kala itu menjabat Menteri Koordinator Perekonomian di kabinet pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun mempertanyakan klaim Prabowo tersebut.

Namun, ia memaklumi Prabowo karena pernyataannya itu dianggap hanya sebagai kampanye capres yang mencari simpati.

“Tapi, kan, kita tahu APBN jumlahnya berapa ya, kan. Kalau APBN itu jumlahnya cuma Rp1.500 sekian triliun, apa benar kebocoran Rp7.200 triliun? Jadi sebaiknya ditanya saja kepada yang bersangkutan,” kata dia.

Chairul menegaskan pernyataan Prabowo itu tidak benar dan kebocoran anggaran tidak pernah ada. Apalagi, kata dia, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran negara dilakukan sejumlah lembaga, mulai dari KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian, BPK, hingga BPKP.

Hanya Rumor yang Pancing Polemik

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyangkal pernyataan Prabowo terkait kebocoran anggaran negara 25 persen per tahun atau sekitar Rp500 triliun. Ia meminta Prabowo berani membuktikan pernyataan itu.

“Ini akan menjadi pendapat biasa yang tidak mempunyai bukti, tidak mempunyai dasar, hanya polemik semata. Tidak berdampak apapun selain sebagai sebuah rumor yang diedarkan,” kata Misbakhun kepada reporter Tirto, Kamis (7/2/2019).

Misbakhun mengatakan Prabowo sebagai pemimpin parpol dan capres di Pilpres 2019 semestinya tidak menyebarkan informasi yang datanya tidak valid.

“Supaya ini tidak menjadi rumor, hanya sekadar menjadi pembicaraan di ranah publik, setelah itu menjadi polemik, lalu menguap begitu saja karena tanpa ada bukti," tuturnya.

Hal senada diungkapkan Direktur Riset Populi Center Usep S. Ahyar. Ia menilai pernyataan Prabowo tidak berdasarkan data dan fakta yang jelas. Sehingga, kata Usep, pidato Prabowo dapat dikategorikan sebagai ocehan politis yang tak berdasar.

“Ya pasti politis lah, kalau dalam konteks sekarang [Pilpres 2019] apa yang dikatakan oleh kedua belah pihak karena politis. Ya pasti mempunyai tujuan politis juga. Menurut saya harus lengkap, ya itu dikemukakan saja dengan baik, dengan data-data yang baik,” kata Usep.

Menurut Usep kritik Prabowo soal kebocoran APBN memang baik, namun harus disertakan dengan data dan kajian yang lebih detail agar tidak hanya menjadi sensasi sesaat dan lenyap usai pilpres.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana, Vincent Fabian Thomas & Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Abdul Aziz