tirto.id - Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) telah menyelesaikan Proof of Concept (PoC) atau proses uji kelayakan proyek Trem Otonom Terpadu atau Autonomous Rapid Transit (ART) di kawasan Nusantara. Uji coba bertujuan untuk menilai keandalan teknologi trem otonom ART dengan lingkungan IKN yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan.
Penilaian PoC dilakukan di area Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Nusantara dengan dua rute pengujian yang mencakup area di sekitar Kemenko 1-4 dan Jalan Sumbu Kebangsaan Barat dan Timur. Pengujian dilakukan menggunakan ART milik CRRC Qingdao Sifang pada jalur khusus yang bersifat mixed traffic di mana ART berbagi jalan dengan kendaraan lain.
Hasil evaluasi, tim penilai PoC menyimpulkan teknologi otonom ART direkomendasikan untuk dapat dimanfaatkan di Indonesia sebagai transportasi publik. Tapi dengan catatan perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan teknologi lebih lanjut. Ini diperlukan untuk mencapai performa optimal sistem otonom sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.
“Karena sejauh ini sistem otonom belum dapat difungsikan,” tulis keterangan resmi OIKN, dikutip Tirto, Rabu (14/11/2024).
Rekomendasi penilaian lainnya termasuk perlunya penyempurnaan operasional trem secara otonom, peningkatan fitur adaptasi dan keselamatan pada situasi mixed traffic, dan pembaruan sistem komunikasi agar sejalan dengan persyaratan keamanan siber di IKN. Dari hasil ini, diputuskan otonom ART dikembalikan ke Cina.
“Untuk pengembalian ART karena PoC sudah selesai. Namun kami akan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk kelanjutannya,” ujar Direktur Pengembangan Ekosistem Digital Otorita IKN (OIKN), Tonny Agus Setiono, saat dikonfirmasi Tirto, Rabu (13/11/2024).
Hasil PoC yang memberikan beberapa catatan hingga akhirnya dipulangkan ke Cina tentu menjadi sebuah ironi. Padahal sebelumnya trem otonom IKN digadang-gadang oleh Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin sebagai simbol kemajuan teknologi dan modernisasi transportasi di Indonesia.
Transportasi massal ini pertama kali diperkenalkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai transportasi berbasis listrik pertama di Indonesia yang akan menjadi bagian dari sistem transportasi di IKN. Kehadirannya semakin digaungkan menjelang upacara HUT Kemerdekaan 17 Agustus 2024 yang diadakan di IKN.
Pada tahap awal, trem otonom ini difungsikan sebagai kendaraan pengumpan (feeder) bagi peserta upacara Hari Kemerdekaan RI, dengan kecepatan jelajah 40 km/jam di Jalan Sumbu Kebangsaan Barat dan Jalan Sumbu Kebangsaan Timur. Tapi ke depannya, Jokowi saat itu ingin angkutan transportasi massal berbasis listrik tersebut dapat digunakan di IKN dan juga kota-kota lainnya di Indonesia.
“Tadi sudah saya gunakan. Kota-kota lain di Indonesia saya kira semuanya membutuhkan transportasi massal yang berbasis energi hijau. Seperti contohnya Surabaya, Makassar, Medan, Bandung, saya kira sudah memerlukan transportasi massal seperti ini,” ujar Jokowi saat meninjau trem otonom di IKN, Selasa (13/8/2024) lalu.
Tapi keinginan Jokowi itu pupus. Kini, proyek yang awalnya digadang-gadang sebagai simbol kemajuan teknologi dan modernisasi transportasi Indonesia, justru berbalik arah setelah keputusan kontroversial yang mengarah pada pengembalian teknologi tersebut ke negara asalnya, Cina.
Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Ki Darmaningtyas, mengatakan sejak awal perencanaan pembangunan kereta otonom di IKN, sudah mendapat kritik dari beberapa kalangan. Ini termasuk dari Tim Asisten Ahli Transportasi yang dibentuk oleh Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, saat itu.
Tim tersebut yang terdiri dari berbagai ahli transportasi, secara tegas memberikan catatan bahwa penerapan kereta otonom di IKN tidaklah tepat. Mengingat kondisi jalan yang tidak dirancang untuk mendukung teknologi canggih tersebut.
“Saya termasuk di dalamnya, sudah memberikan catatan kalau hal tersebut tidak tepat untuk diterapkan di IKN,” ujar Darmaningtyas kepada Tirto, Rabu (13/11/2024).
Meskipun sudah ada peringatan mengenai ketidaksesuaian teknologi tersebut dengan kondisi infrastruktur IKN, proyek ini tetap dijalankan dengan pertimbangan keputusan politik.
“Tapi karena itu merupakan keputusan politik, ya apa boleh buat,” ujarnya.
Pengamat Tata Kota dan Transportasi, Yayat Supriatna, mengatakan kehadiran proyek kereta atau otonom IKN terkesan dipaksakan dan terburu-buru ketika menjelang 17 Agustus. Pemerintah seolah ingin menunjukkan bahwa transportasi di IKN sudah siap.
“Cuma yang menjadi pertanyaan kan harusnya ketika menempatkan satu mode transportasi, itu kan yang dibangun adalah sebuah ekosistem dan sistem pelayanannya. Bukan melompat langsung ke moda,” ujarnya kepada Tirto, Rabu (13/11/2024).
Hanya Promosi Moda
Transportasi dan IKN
Menurut Yayat, kehadiran trem otonom IKN hanya upaya promosi moda transportasi yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah seolah ingin memberikan bayangan imajinasi kepada masyarakat jika suatu saat moda itu ada dan akan melayani IKN.
“Jadi sebagai promosi modanya ya, promosi kendaraannya.Seperti orang promosi mobil, promosi bus, promosi apa. Bolehlah ditampilkan, cuma sesudah ditampilkan promosi, pasti kendaraannya dikembalikan dong daripada mangkrak,” ujar Yayat.
Ia menambahkan, selama ini pemerintah juga tidak transparan soal apakah kendaraan tersebut dibeli oleh pemerintah atau hanya dipinjamkan. Jika dipinjamkan, maka otomatis moda tersebut hanya dijadikan sebagai contoh kendaraan masa depan.
“Kan harusnya ada penjelasan. Ini adalah contoh moda yang kira-kira akan digunakan ke depan. Contoh aja kendaraan tanpa rel, berbasis digital. Bukan sebuah kendaraan yang beroperasional saat ini,” jelas dia.
Menurut Yayat, jika ada penjelasan tentang status kendaraan dari pemerintah, maka publik pasti dapat menerima dan tidak akan berpikir negatif. Pada akhirnya, kata dia, masyarakat akan memahami bahwa ini adalah model promosi tentang kendaraan masa depan.
Kini, setelah trem otonom itu diputuskan tidak beroperasi di IKN, perhatian banyak pihak tertuju pada langkah selanjutnya. Akankah pemerintah memilih untuk mengevaluasi kembali rencana pembangunan infrastruktur transportasi di IKN, ataukah proyek lainnya yang lebih realistis dan sesuai dengan kondisi di lapangan?
Jawabannya, kata Yayat, sebuah pilihan yang harus diambil pemerintah. Karena ketika seluruh ekosistem atau struktur jaringan jalanan kotanya sudah terbentuk, penduduknya sudah banyak, aktivitas sudah berkembang, maka ekosistem layanan moda transportasi apa yang dibutuhkan, kemudian baru dikaji.
Kajian itu meliputi bagaimana transportasi menggunakan green transportation, ramah lingkungan, tidak ada polusinya, paling nyaman, dan mudah. Tapi disesuaikan dengan keadaan jalan di IKN yang berbukit.
“Jadi tergantung kepada hasil kajiannya. Apa jenis moda transportasi yang kita pilih untuk dikembangkan. Dan ingat, itu memang menjadi kewajiban kita, untuk apa? Mempromosikan moda angkutan umum, karena nanti 80 persen moda transportasi untuk mobilitas itu di sana adalah angkutan umum,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Ekosistem Digital Otorita IKN (OIKN), Tonny Agus Setiono, menjamin trem otonom IKN tetap akan digunakan sebagai transportasi massal di IKN. Hanya saja, kata dia, teknologi tersebut masih terus memerlukan penyempurnaan sebelum benar-benar diterapkan di IKN.
“Iya tetap [digunakan]. Tapi mesti ada perbaikan terlebih dahulu unuk penyempurnaan teknologinya,” ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi