Menuju konten utama

Tolak UU Kesehatan, Tim Pakar IDI Siapkan Judicial Review ke MK

IDI bakal mengajukan judicial review atau uji materi terhadap Omnibus Law Undang-Undang (UU) Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tolak UU Kesehatan, Tim Pakar IDI Siapkan Judicial Review ke MK
Petugas keamanan berjalan di halaman Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (3/10/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bakal mengajukan judicial review atau uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). IDI berkukuh menolak omnibus law di bidang kesehatan tersebut.

“Kami dan teman-teman di IDI akan mempelajari undang-undang yang baru ini dan kami akan membentuk tim pakar yang kemudian akan melakukan perlawanan atau judicial review terhadap undang-undang Ini,” kata Anggota PB IDI, Iqbal Mochtar saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (12/7/2023).

Iqbal tidak memungkiri ada pasal-pasal yang bagus dalam UU Kesehatan. Kendati demikian, hal tersebut tidak menghapuskan pasal-pasal bermasalah yang ada di dalam UU tersebut.

“Tapi kalau ada pasal tidak bagus yang non kondusif tidak diganti ini akan merusak UU. Jangan ada pasal baik, seakan-akan pasal tidak baik itu didiamkan saja seperti tidak ada apa-apa,” ujarnya.

Iqbal mempertanyakan komitmen DPR RI dan pemerintah dalam mendengarkan aspirasi rakyat selama proses pembahasan UU Kesehatan. Menurutnya, DPR RI hanya memanfaatkan kuasa untuk mengesahkan Omnibus Law Kesehatan tersebut.

“Kalau ada komitmen dari pemerintah dan dari DPR kan harusnya ditunda dulu. Apa sih urgensinya saat ini? Ini kan akal-akalan DPR saja memanfaatkan power oportunity,” jelas Iqbal.

“Keputusan DPR di tengah maraknya gelombang penolakan ini menunjukkan bahwa faktanya DPR selalu mengatasnamakan rakyat namun pendapat rakyat tidak diambil,” sambungnya.

Iqbal menyoroti penghapusan kewajiban alokasi anggaran (mandatory spending) di bidang kesehatan. Ia menilai hal ini dapat melemahkan komitmen pemerintah di bidang kesehatan.

“Kemenkes (Kementerian Kesehatan) ini ingin jadi superbody yang menguasai semua bidang kesehatan dari hulu ke hilir. Bayangkan, mulai standar pelayanan kedokteran, standar profesi kedokteran, pendidikan kedokteran ingin diatur oleh dia ini kan lucu,” tambah Iqbal.

Di sisi lain, kata Iqbal, Kemenkes masih punya banyak pekerjaan rumah yang belum kelar. Bappenas menilai 9 dari 10 target kesehatan nasional terancam tak tercapai. Belum lagi, Iqbal menyatakan bahwa angka kematian ibu dan anak di Indonesia tergolong masih begitu tinggi.

Adapun pasal di UU Kesehatan mengenai genome manusia membuat Iqbal resah. Menurutnya, pasal-pasal tersebut tidak diiringi payung perlindungan data yang kuat sehingga rentan disalahgunakan.

“Misalnya, bisa disimpan oleh pihak swasta. Kemudian dalam kondisi tertentu bisa dikirim ke luar negeri tanpa persetujuan pemilik data. Kemudian bisa dikomersialkan bayangkan. Ini merupakan pasal-pasal yang sangat rentan disalahgunakan,” kata Iqbal.

Iqbal juga menyampaikan bahwa pemberlakuan surat tanda registrasi (STR) seumur hidup bagi dokter akan berefek pada pelayanan di masyarakat.

“Nah kalau hanya menggunakan sebuah standar bahwa STR ini seumur hidup bagaimana proses updatenya? Saya kira ini serius dan memberikan dampak bukan hanya pada profesi kesehatan tapi juga masyarakat,” tutup Iqbal.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW UU KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan