tirto.id - Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin mengatakan penyebaran tabloid yang berhubungan dengan masalah kampanye seharusnya tidak masuk ke dalam tempat ibadah. Meskipun demikian, Direktur Komunikasi Politik TKN Usman Kansong tetap akan menunggu keputusan resmi dari Bawaslu terkait masalah ini.
Menurut Usman, definisi tabloid sebagai bentuk kampanye harus jelas. Jika tabloid Indonesia Barokah termasuk alat peraga kampanye (apk), maka menurutnya memang tidak seharusnya menyasar masjid. Namun jika tidak termasuk apk, Usman merasa hal itu bisa jadi boleh dilakukan.
“Kami setuju langkah organisasi Islam yang katanya melarang tabloid tersebut tersebar di tempat-tempat ibadah. Memang ada aturan dilarang menggunakan masjid jadi tempat kampanye, tapi harus diperiksa dulu itu tabloid termasuk apk atau tidak,” ucap Usman kepada Tirto, Jumat (25/1/2019).
Sementara itu, Juru Bicara TKN Ace Hasan Syadziliy juga menegaskan Bawaslu harus meneliti dengan sungguh-sungguh soal isi dari tabloid tersebut. Anggota Komisi VIII DPR ini menyebut apabila tulisan dalam artikel itu tak menyebar konten yang mengandung kampanye, seharusnya tidak masalah.
“Jika hal itu dinilai sebagai kampanye, maka sebaiknya dihentikan. Tetapi jika kontennya merupakan ajaran kebaikan, justru sebaiknya didukung,” tegas Ace kepada Tirto.
Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia Imam Addaqurutni menegaskan masjid seharusnya bebas dari kepentingan politik manapun. Meski sifatnya hanya memberi informasi, tabloid yang menyebutkan paslon tertentu bisa berarti kampanye.
Imam mengaku DMI sudah mengimbau kepada seluruh masjid untuk melarang aktivitas kampanye. Bila ada tabloid seperti ini lagi yang masuk ke masjid, dia berharap pengurus masjid tidak menghiraukan.
"Kalau ke masjid DMI mengimbau agar tidak menerima apapun yang mengandung politik memecah belah. Jangan di masjid, itu tidak boleh. Masjid menyatukan, bukan memecah belah," tegas Imam pada Tirto, Kamis (24/1/2019).
Sementara itu, Pemimpin Redaksi tabloid Obor Rakyat Setiyardi Budiono merasa tidak ada masalah dengan terbitnya tabloid Indonesia Barokah di sejumlah daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut Setiyardi, setiap orang bisa menyebarkan informasi dalam bentuk apapun, termasuk tabloid.
Menurut Setiyardi, menyebarkan informasi melalui tabloid seharusnya sama saja dengan menyebarkan informasi melalui media sosial. Bedanya, tabloid mempunyai bentuk fisik, sedangkan media sosial tidak. Setiyardi merasa media tak perlu terdaftar di Dewan Pers untuk melakukan penerbitan.
“Ikut saja undang-undangnya seperti apa,” kata Setiyardi kepada Tirto, Kamis (24/1/2019). “Undang-undang, kan, tidak mewajibkan. Dalam aturan tidak wajib daftar.”
Namun Setiyardi menyebut apabila Indonesia Barokah mau disebut sebagai produk pers memang harus berbadan hukum dan beralamat redaksi yang jelas termasuk susunan redaksinya. Hal ini yang memang tak dipatuhi oleh Indonesia Barokah yang memang tak mendaku diri sebagai pers.
“Hak semua orang, silakan saja, mau bikin apa aja ga ada larangan. Kalau dia melanggar hukum ya tinggal ditindak. Kalau tidak melanggar hukum ya tidak usah ditindak,” tegasnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Nur Hidayah Perwitasari